KAJIAN KITAB

AZWAJA

ASBABUN NUZUL

Latest Updates

Showing posts with label FIQIH. Show all posts
Showing posts with label FIQIH. Show all posts

Fiqih bab Nadzar, Pembagian Nadzar dan Denda Bagi yang Tidak Melakukan Nadzar

April 06, 2018




Fiqih bab Nadzar, Pembagian Nadzar dan Denda Bagi yang Tidak Melakukan Nadzar
Fiqih bab Nadzar, Pembagian Nadzar dan Denda Bagi yang Tidak Melakukan Nadzar 


Benangmerahdasi -Fiqih bab Nadzar (Kafarot Nadzar)  Ada sebagian diantara kita yang mempunyai Nadzar yang lumayan banyak dan belum lunas, namu setiap ingin mencoba melunasinya  satu demi satu mereka jatuh sakit, terkadang hal itu membuat rasa takut karena, ada kekawatiran jika meninggal dunia. dan masih memiliki hutang nadzar. berikut penjelasannya tentang persoalan tersebut.


BENANG MERAH
NO : 00373
FIQIH BAB NADZAR
[ Tentang Kafarot Nadzar ]
Santri DASI

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Deskripsi :

Fadli memiliki nadzar puasa yang lumayan banyak dan belum lunas. Setiap dia mencoba untuk melunasinya satu demi satu dia jatuh sakit. Nadzar itu pun mulai membuat hati dan pikirannya tak tenang. Ia kawatir jika meninggal dunia, ia masih memiliki hutang nadzar.

Pertanyaan :

Apakah ada cara untuk mengganti nadzar itu?

Jawaban:

A. PEMBAGIAN NADZAR

Nadzar terbagi menjadi dua :

1. Nadzar lajaj, yaitu : nadzar yang berupa anjuran pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu, atau pencegahan dari melakukan sesuatu atau karena marah dengan mewajibkan pada dirinya untuk melakukan sesuatu.

Misalnya : pernyataan “jika aku berbicara dengan Zaid, maka aku akan berpuasa satu hari”, dalam pernyataannya “jika aku berbicara dengan Zaid” bisa karena didasari marah kepadanya, atau ingin mencegah dirinya dari berbicara dengannya atau hanya karena ingin mendorong dirinya untuk berpuasa.

2. Nadzar tabarrur, yaitu : nadzar yang tidak digantungkan dengan sesuatu apapun atau digantungkan dengan sesuatu yang disukai.

Misalnya pertama : “aku nadzar puasa hari senin dan kamis” , contoh kedua : “ jika aku sembuh dari penyakitku, maka aku akan bersedekah”
Baca Juga: Hukum telinga yang kemasukan air saat menjalankan ibadah puasa
B. DENDA BAGI YANG TIDAK MELAKUKAN NADZAR

Nadzar wajib untuk dilakukan dan bagi orang yang meninggalkan :

1. Jika berupa nadzar lajaj, si nadzir boleh memilih antara mengerjakan apa yang dinadzari atau membayar kaffaroh yamin yaitu : mengerjakan salah satu dari tiga pilihan berikut :

a) Membebaskan budak muslim, memberi makan 10 orang miskin setiap orang satu mud (± 7,5 ons)

b) atau memberi pakaian kepada 10 orang miskin.

c) Namun jika tidak mampu melaksanakan salah satu dari tiga pilihan di atas, maka wajib puasa tiga hari.

2. Jika nadzar tabarrur, maka wajib melaksanakan apa yang telah dinadzari (tanpa ada pilihan mengerjakan kaffaroh yamin).

Referensi :

1. Al Yaqutun Nafis halaman 214 - 217

النذر لغة : الوعد بخير او شرّ، وشرعا : التزام قربة لم تتعين بصيغة

اقسام النذر اثنان : نذر لجاج ، ونذر تبرر. فالأول : هو الحث او المنع او تحقيق الخبر غضبا بالتزام قربة, والثاني : هو التزام قربة بلا تعليق او بتعليق بمرغوب فيه ويسمى نذر المجازاة ايضا.

حكم نذر اللجاج : تخيير الناذر بين ما التزمه وكفارة اليمين، وحكم نذر التبرر : تعين ما التزمه الناذر.

شروط الناذر اربعة : الإسلام في نذر التبرر، والإختيار ، ونفوذ التصرف فيما ينذره، وامكان فعله للمنذور.

2. Mughnil Muhtaj juz 18 halaman 456

( وَهُوَ ) أَيْ النَّذْرُ ( ضَرْبَانِ ) أَحَدُهُمَا : ( نَذْرُ لَجَاجٍ ) بِفَتْحِ أَوَّلِهِ بِخَطِّهِ ، وَهُوَ التَّمَادِي فِي الْخُصُومَةِ ، سُمِّيَ بِذَلِكَ لِوُقُوعِهِ حَالَ الْغَضَبِ ، وَيُقَالُ لَهُ يَمِينُ اللَّجَاجِ ، وَالْغَضَبِ وَيَمِينُ الْغَلَقِ ، وَنَذْرُ الْغَلَقِ بِفَتْحِ الْغَيْنِ وَاللَّامِ ، وَالْمُرَادُ بِهِ مَا خَرَجَ مَخْرَجَ الْيَمِينِ بِأَنْ يَقْصِدَ النَّاذِرُ مَنْعَ نَفْسِهِ أَوْ غَيْرِهَا مِنْ شَيْءٍ أَوْ يَحُثُّ عَلَيْهِ أَوْ يُحَقِّقُ خَبَرًا أَوْ غَضَبًا بِالْتِزَامِ قُرْبَةٍ ( كَإِنْ كَلَّمْتُهُ ) أَيْ زَيْدًا مَثَلًا ، أَوْ إنْ لَمْ أُكَلِّمْهُ ، أَوْ إنْ لَمْ يَكُنْ الْأَمْرُ كَمَا قُلْته ( فَلِلَّهِ عَلَيَّ ) أَوْ فَعَلَيَّ ( عِتْقٌ أَوْ صَوْمٌ ) أَوْ نَحْوُهُ كَصَدَقَةٍ وَحَجٍّ وَصَلَاةٍ ( وَفِيهِ ) عِنْدَ وُجُودِ الْمُعَلَّقِ عَلَيْهِ ( كَفَّارَةُ يَمِينٍ ) لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ يَمِينٍ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ ، وَلَا كَفَّارَةَ فِي نَذْرِ التَّبَرُّرِ قَطْعًا فَتَعَيَّنَ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِهِ اللَّجَاجُ ، وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عُمَرَ



DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri Dasi
Santri

Fiqih Munakahat Tentang Pemberian Suami yang Menjadi Milik Istri

December 23, 2017

Fiqih Munakahat Tentang Pemberian Suami yang Menjadi Milik Istri
Fiqih Munakahat Tentang Pemberian Suami yang Menjadi Milik Istri

Benangmerahdasi - Fiqih Munakahat Tentang Nafaqoh Suami Kepada Istri

FIQIH MUNAKAHAT
(Nafaqoh suami kepada istri )
Nomer:  00342
Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

PERTANYAAN
Apakah setiap pemberian suami menjadi milik istri ?

JAWABAN
Syaikh Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani di dalam kitabnya (Tausyih ‘Ala Ibni Qasim) menjelaskan bahwa jika seorang suami membeli perhiasan untuk istrinya agar dijadikan alat perias diri selagi bersamanya, maka ia tidak mempunyai hak kepemilikan terhadapnya keculai ada shighat (ungkapan serah-terima; ijab-qabul) dari suami.

Dan demikian juga jika buah hatinya dipakaikan perhiasan tanpa adanya shighat hingga andai si buah hati meninggal dunia, maka ibunya tidak dapat mewarisi perhiasan tersebut darinya, karena barang tersebut tetap atas kepemilikan bapaknya.

Di dalam sebuah literatur Fiqh kontemporer (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah) juga dijelaskan bahwa ketika pemberian (hibah) telah sah dengan syarat-syaratnya terdahulu, maka kepemilikan adalah bagi orang yang menerima pemberian dalam barang yang diberikan.

Baca juga: 

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tidak setiap pemberian suami menjadi milik istri, namun jika pemberian tersebut melalui mekanisme serah terima (ijab-qabul), maka menjadi milik istri. Wallahu a’lam bis shawab.
Dasar pengambilan :

ولو اشترى الزوج لزوجته حليا للتزين به ما دامت عنده، لم تملكه إلا بصيغة ويصدق في ذلك، وكذا لو زين به ولده الصغير من غير صيغة، حتى لو مات الولد لم ترث منه أمه، لأنه باق على ملك أبيه. إهـ. توشيح على ابن قاسم ص 176 دار الفكر

Dasar pengambilan :

ثُبُوتُ الْمِلْكِ لِلْمَوْهُوبِ لَهُ : 38 إِذَا تَمَّتِ الْهِبَةُ صَحِيحَةً بِشُرُوطِهَا الْمُتَقَدِّمَةِ فَإِنَّ الْمِلْكَ يَثْبُتُ لِلْمَوْهُوبِ لَهُ فِي الشَّيْءِ الْمَوْهُوبِ. الموسوعة الفقهية الكويتية - (ج 42 / ص 147)

Daftar Pustaka:
1. Tausyih ‘Ala Ibni Qasim. 176
2. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah. XLII/ 147

DASI Dagelan Santri Indonesia

Penjelasan Fiqih Tentang Pembagian Hak Waris dan Perinciannya

November 21, 2017

Penjelasan Fiqih Tentang Pembagian Hak Waris dan Perinciannya

Benangmerahdasi -Kajian Fiqih

Kitab : Ghoyatul Ikhtisar
(Taqrib)
Bab : Waris
Oleh: Daviq Muthaqi

Penjelasan fiqih tentang ahli waris dari golongan-golongannya setra pembagiannya secara rinci

كتاب الفرائض
والوارثون من الرجال عشرة الابن وابن الابن وإن سفل والأب والجد وإن علا والأخ وأبن الأخ وإن تراخى والعم وابن العم وإن تباعدا والزوج والمولى المعتق والوارثات من النساء سبع البنت وبنت الابن والأم والجدة والأخت والزوجة والمولاة المعتقة ومن لا يسقط بحال خمسة الزوجان والأبوان وولد الصلب ومن لا يرث بحال سبعة العبد والمدبر وأم الولد والمكاتب والقاتل والمرتد وأهل ملتين وأقرب العصبات الابن ثم ابنه ثم الأب ثم أبوه ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم على هذا الترتيب ثم ابنه فإن عدمت العصبات فالمولى المعتق.

Artinya:
Ahli waris dari golongan laki-laki ada 10 (sepuluh)

1. Anak laki-laki
2. Cucuc laki-laki (dari anak laki-laki ke bawah
3. Ayah
4. Kakek ke atas
5. Kaka / adaik laki-laki
6. Kemenakan (keponakan) laki-laki (putra dari kakak/ adik laki-laki) ke bawah.
7. Saudara ayah.
8. Putra dan saudara ayah sekalipun jauh.
9. Suami
10. Tuan yang telah memerdekakan hamba sahaya-nya.
                                            Fiqih hak waris
Orang-orang yang tidak gugur hak warisnya dalam keadaan bagaimanapun ada 5 (lima) yaitu:

1. Suami
2. Isrti
3. Ayah
4. Ibu.
5. Anak kandung laki-laki dan perempuan.

Orang yang tidak berhak mewarisi (peninggalan mayit) dalam keadaan bagaimanapun ada 7 (tujuh) yaitu:

1. Hamba sahaya (budak) baik laki-laki atau perempuan.
2. Hamba sahaya mudabbar (yaitu budak yang disanggupi akan dimerdekakan bila tuannya telah meninggal dunia)
3. Ummul walad yaitu hamba sahaya perempuan yang mempunyai anak dari tuannya.
4. Hamba sahaya mukatab yaitu hamba sahaya yang sedang mengangsur / mencicil menebus dirinya untuk merdeka.
5.  Pembunuh si mayit.
6. Orang murtad atau keluar dari Islam.
7. Pemeluk dua agama yang berlainan (misalnya muslim dan kafir, yang satu tidak berhak mewarisi yang lain).

Ashabah (penerima bagian waris tidak tetap) yang paling dekat adalah anak laki-laki.
Kemudian:

1. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
2. Ayah.
3. Kakek
4. Saudara kandung (seayah dan seibu).
5. Saudara seayah.
6. Putera saudara kandung (seayah seibu) alias keponakan.
7. Putera saudara ayah (seayah alias keponakan).
8. Paman (saudara ayah) menurut urutan di atas.
9. Putra paman (sepupu).

Apabila ahli waris ashabah tersebut sudah tidak ada (sudah meninggal), maka pemilik hamba sahaya (laki-laki / permpuan) yang telah memerdekaan mayit itu yang menerima warisan asabah
                                          Fiqih hak waris
Baca Juga: Kajian Fiqih Kitab Fathul Mu'in No 5
Bagian pasti dalam warisan

(فصل) والفروض المذكورة في كتاب الله تعالى ستة النصف والربع والثمن والثلثان والثلث والسدس فالنصف فرض خمسة البنت وبنت الابن والأخت من الأب والأم والأخت من الأب والزوج إذا لم يكن معه ولد والربع فرض اثنين الزوج مع الولد أو ولد الابن وهو فرض الزوجة والزوجات مع عدم الولد أو ولد الابن والثمن فرض الزوجة والزوجات مع الولد أو ولد الابن والثلثان فرض أربعة البنتين وبنتي الابن والأختين من الأب والأم والأختين من الأب والثلث فرض اثنتين الأم إذا لم تحجب وهو للاثنين فصاعدا من الأخوة
والأخوات من ولد الأم والسدس فرض سبعة الأم مع الولد أو ولد الابن أو اثنين فصاعدا من الأخوة والأخوات وهو للجدة عند عدم الأم ولبنت الابن مع بنت الصلب وهو للأخت من الأب والأم وهو فرض الأب مع الولد أو ولد الابن وفرض الجد عند عدم الأب وهو فرض الواحد من ولد الأم

وتسقط الجدات بالأم والأجداد بالأب ويسقط ولد الأم مع أربعة الولد وولد الابن والأب والجد ويسقط الأخ للأب والأم مع ثلاثة الابن وابن الابن والأب ويسقط ولد الأب ويسقط ولد الأب بهؤلاء الثلاثة وبالأخ للأب والأم وأربعة يعصبون أخواتهم الابن وابن الابن والأخ من الأب والأم والأخ من الأب وأربعة يرثون دون أخواتهم وهم الأعمام وبنو الأعمام وبنو الأخ وعصابات المولى المعتق.

Artinya:
Bagian tetap atau pasti yang di sebut dalam Al-Qur'an ada 6 (enam) yaitu:

1. 1/2 (setengah)
2. 1/4 (seperempat).
3. 1/8 (seperdelapan)
4. 2/3 (dua pertiga)
5. 1/3 (sepertiga)
6. 1/6 (seper enam)

setengah (1/2) adalah bagian untuk (tiap orang) dari 5 (lima) orang di bawah ini:

1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan (dari anak laki-laki)
3. Saudara perempuan kandung (seayah seibu)
4. Saudara perempuan perempuan seayah
5. Suami jika tak ada anak laki-laki atau anak perempuan si mayit.

Seperempat (1/4) adalah bagian untuk (tiap orang dari) dua orang ahli waris di bawah ini:

1. Suami yang bersama anak laki-laki/ perempuan atau bersama cucu laki-laki/ perempuan dari anak laki-laki.

2. Dan 1/4 tersebut adalah bagian untuk seorang istri (bagian) untuk beberapa orang isteri (2-4) yang tak bersama anak laki-laki/ perempuan atau cucu laki-laki/ perempuan dari anak laki-laki si mayit.

Seper delapan (1/8)   adalah bagian untuk:

Seorang isteri dan (bagian) untuk beberapa orang isteri (2-4) yang bersama anak (laki-laki/perempuan) atau cucu laki-laki/perempuan dari anak laki-laki si mayit.
                                                  Fiqih warisan
Baca Juga: Kajian Fiqih Kitab Fathul Mu'in No: 04
Dua pertiga (2/3) adalah bagian untuk  (tiap-tiap golongan ahli waris dari) empat golongan di bawah ini, yaitu:

1. Dua anak perempuan atau lebih.
2. Dua orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) atau lebih
3. Dua orang saudari perempuan seayah seibu (kandung) atau lebih.
4. Dua orang saudari perempuan kandung (seayah seibu).

Sepertiga (1/3) adalah bagian untuk (tiap orang dari) dua orang (di bawah ini):

1. Ibu jika tak terhalang (mahjub).
2. Dan sepertiga (1/3)  adalah untuk dua orang atau lebih saudara laki-laki dan perempuan seibu.

Seper enam (1/6) adalah bagian untuk (tiap orang dari) 7 orang di bawah ini:

1. Ibu yang  beserta anak (laki-laki/perempuan) atau cucu (laki-laki/perempuan dari anak laki-laki) atau yang beserta dua orang atau lebih saudara laki-laki/ perempuan si mayit.

2.  Seper enam (1/6) ini untuk nenek (satu atau lebih) ketika tidak ada ibu si mayit.

3. Untuk cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang beserta anak perempuan si mayit sendiri.

4. Seper enam (1/6) tersebut adalah (juga bagian) untuk saudara perempuan seayah yang beserta saudara perempuan seayah seibu.

5.  Seper enam (1/6)  adalah bagian untuk ayah yang beserta anak laki-laki/perempuan si mayit atau yang beserta cucu laki-laki/perempuan dari anak laki-laki si mayit.

6. Dan bagian untuk kakek ketika tidak ada ayah si mayit.

7. Dan seper enam (1/6) tersebut adalah bagian untuk seorang saudara laki-laki/saudara perempuan seibu.

 
                                                         اللهم صل على سيدنا محمد

Penjelasan Hukum Fiqih Tentang Menari/Tarian/Berjoget

June 07, 2017

BenangmerahDasi -FIQIH MUQORIN [perbandingan madzab] BAB TARI-TARIAN,JOGED.

Fiqih muqorin
No: 00249
Hallo Benangmerah
WA: 081384451265

PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA MENARI/TARIAN/JOGED...?

JAWABAN
Dalam hukum tarian harus di lihat dari berbagai sisi dan tak boleh langsung menjudge bahwa tarian itu mutlaq haram [Generelisasi] di bawah ini pendapat dari berbagai madzab.
Madzab As-syafi'i
Imam ar-Ramli mengatakan :

( لا الرقص ) فلا يحرم ولا يكره لأنه مجرد حركات على استقامة واعوجاج ولإقراره صلى الله عليه وسلم الحبشة عليه في مسجده يوم عيد ، واستثناء بعضهم أرباب الأحوال فلا يكره لهم وإن كره لغيرهم مردود كما أفاده البلقيني بأنه إن كان عن رويتهم فهم كغيرهم وإلا لم يكونوا مكلفين ، ويجب طرد ذلك في سائر ما يحكى عن الصوفية مما يخالف ظاهر الشرع فلا يحتج به .نعم لو كثر الرقص بحيث أسقط المروءة حرم على ما قاله البلقيني ، والأوجه خلافه . (إلا أن يكون فيه تكسر كفعل المخنث ) بكسر النون وهذا أشهر وفتحها وهو أفصح ، فيحرم على الرجال والنساء ، وهو من يتخلق بخلق النساء حركة وهيئة ، وعليه حمل الأحاديث بلعنه ، أما من يفعل ذلك خلقة من غير تكلف فلا يأثم به

“ {Bukan Tarian} maka tidak haram dan tidak makruh, karena tarian itu hanyalah semata-mata gerakan berdasarkan kelurusan dan kebngkokan. Karena Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mengakui perbuatan Habasyah yang menari di dalam masjidnya di hari lebaran. Para ulama mengecualikan orang-orang shalih yang memiliki ahwal (suatu tingkatan keadaan tertentu dalam ilmu tasawwuf), maka bagi mereka tidak dimakruhkan. Walaupun dimakruhkan bagi selain mereka ditolak sebagaimana yang dikatakan al-Balqini bahwasanya jika dari riwayyat mereka, maka mereka seperti yang lainnya, jika tidak, maka mereka tidaklah dibebankan. Dan wajib menolak hal itu di dalam apa yang dihikayatkan oleh kaum shufiyyah yang secara dhahirnya bertentangan dengan syare’at, hal ini tidak boleh dibuat hujah. Ya, jika tarian ini banyak (sering) dilakukan dengan sekiranya dapat menjatuhkan kehormatan diri, maka hal itu menjadi haram sebagaima dikatakan al-Balqini, tapi pendapat yang lebih terarah adalah kebalikannya. {Kecuali jika ada goyangan patah-patahnya seperti perbuatan bencong}, maka hara bagi laki-laki dan perempuan. Bencong (Mukhannits) adalah laki-laki yang berprilaku seperti prilaku wanita dengan gerakan yang lembut, kepadanyalah datang hadits laknat atas mereka. Adapun orang yeng berprilaku seperti itu secara tabiat bawaannya, maka tidaklah berdosa “.
Syaikh Islam Zakariyya al-Anshari mengatakan :

(والرقص ) بلا تكسر ( مباح ) لخبر الصحيحين { أنه صلى الله عليه وسلم وقف لعائشة يسترها حتى تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ويزفنون والزفن الرقص } لأنه مجرد حركات على استقامة أو اعوجاج وعلى الإباحة التي صرح بها المصنف الفوراني والغزالي في وسيطه وهي مقتضى كلام غيرهما وقال القفال بالكراهة وعبارة الأصل محتملة لها حيث قال والرقص ليس بحرام ( وبالتكسر حرام ولو من النساء ) لأنه يشبه أفعال المخنثين

“ {Dan ar-Raqsh/tarian} tanpa goyangan alay hukumnya mubah karena ada dalil dari dua sahih Bukhari dan Muslim, bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk Aisyah dengan menutupinya sehingga Aisyah bias melihat kepada Habaysah yang sedang bermain, berzafin dan menari “, karena hal itu hanyalah semata-mata gerakan kelurusan dan kebengkokan. Dan hukumnya mubah sebagaimana ditegaskan si mushannif al-Faurani dan al-Ghazali dalam kitab al-Wasithnya, itu juga ketentuan kalam lainnya. Al-Ghoffal mengatakannya makruh. Redaksi yang pertama kemungkinan asalnya makruh, dengan sekiranya ia berkata, “ Dan ar-Raqsh tidaklah haram (dan dengan goyangan alay maka hukumnya haram meskipun dari wanita) karena itu menyerupai prilaku para bencong “
Dalam Hasyiah al-Qolyubi dan Umairah disebutkan :

( لا الرقص ) قال ابن أبي الدم لو رفع رجلا وقعد على الأخرى فرحا بنعمة الله تعالى عليه إذا هاج به شيء أخرجه وأزعجه عن مكانه ، فوثب مرارا من غير مراعاة تزين فلا بأس به

“ {Dan bukan ar-Raqsh} Ibnu Abi ad-Dam mengatakan, “ Seandainya seseorang mengangkat satu kakinya dan duduk di atas satu kaki lainnya karena rasa gembira dengan nikmat Allah Ta’ala, jika sesuatu mengobarkan hatinya, maka dia mengeluarkan kaki satunya dan menggoncangkannya dari tempatnya, lalu melompat beberapa kali tanpa memperhatikan perhatian manusia, maka itu tidaklah mengapa “.
Imam an-Nawawi mengatakan :

لا الرقص، إلا أن يكون فيه تكسر كفعل المخنث
“ (Dan tidak haram) ar-Raqhs (tarian) kecuali jika ada goyangan patahnya seperti perilaku bencong “.[4]
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan :

وأما الرقص فلا يحرم لفعل الحبشة له في حضرته مع تقريره عليه
“ Adapun ar-Raqsh maka tidaklah haram karena perbuatan Habasyah di hadapan Nabi disertai pengakuan Nabi kepadanya “.

نعم له أصل فقد رُوى فى الحديث أنّ جعفر بن أبى طالب رضى الله عنه رقص بين يدى النبى صلّى الله عليه و سلّم لمّا قال له ” أشبهت خَلقى وخُلقى ” و ذلك من لذّة الخطاب و لم ينكر عليه صلّى الله عليه و سلّم

“ Ya, tarian memiliki dasar pijakannya. Sungguh telah diriwayatkan dala satu hadits bahwasanya Jakfar bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu menari di hadapan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau bersabda, “ Engkau menyerupaiku dari rupa dan akhlakmu “. Hal itu karena merasakan lezatnya pembicaraan Nabi padanya dan Nabi pun tidak mengingkarinya…”.
Baca juga: Penjelasan fiqih tentang memainkan rebana di dalam masjid
Madzhab Hanbaliyyah.
Menurut ulama Hanabilah, ar-Raqsh hukumnya makruh jika bertujuan permainan, dan mubah jika ada hajat syar’iyyah.

Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang orang-orang shufi dan tarian mereka :

إنّ هؤلاء الصوفية جلسوا فى المساجد على التوكل بغير علم ” فقال الإمام أحمد ” العلم أقعدهم فى المساجد ” فقيل له ” إنّ همّتهم كبيرة ” قال أحمد ” لا أعلم قومًا على وجه الأرض أحسن من قوم همّتُهم كبيرة ” فقيل له ” إنّهم يقومون و يرقصون ” فقال أحمد “دعهم يفرحوا مع الله ساعة

“ Sesungguhnya mereka para shufi duduk di dalam masjid-masjid dengan tawakkal tanpa ilmu ?, maka imam Ahmad menjawab, “ Mereka pakai ilmu, duduklah bersama mereka di masjid-masjid “. Ada juga yang bertanya, “ Semangat mereka besar sekali “, imam Ahmad menjawab, “ Aku tidak mengetahui suatu kaum di muka bumi ini yang lebih baik dari kaum yang semangatnya besar “. Lalu ditanya lagi, “ Sesungguhnya mereka (para shufi) itu berdiri dan menari-nari “, maka imam Ahmad menjawab, “ Biarkan mereka bergembira sesaat bersama Allah “.[7]

Al-Mardawi mengatakan :

وذكر في الوسيلة : يكره الرقص واللعب كله ، ومجالس الشعر
“ Disebutkan dalam al-Wasilah, : Dimakruhkan ar-Raqsh dan semua yang bersifat permainan dan majlis-majlis syi’ir “.[8]

Al-Bahuti mengatakan :

( ويكره الرقص ومجالس الشعر وكل ما يسمى لعبا ) ذكره في الوسيلة لحديث عقبة الآتي ( إلا ما كان معينا على قتال العدو ) لما تقدم
“ Dan dimakruhkan ar-Raqsh dan majlis-majlis syi’ir dan semua yang dinamakan permainan. Telah disebutkan dalam al-Wasilah karena ada hadits Uqbah yang akan datang. Kecuali ar-Raqsh atau permainan yang membantu atas memerangi musuh, sebagaimana telah berlalu “.

Madzhab Malikiyyah.
Imam ash-Shawi mengatakan :

وأما الرقص فاختلف فيه الفقهاء ، فذهبت طائفة إلى الكراهة ، وطائفة إلى الإباحة ، وطائفة إلى التفريق بين أرباب الأحوال وغيرهم فيجوز لأرباب الأحوال ، ويكره لغيرهم ، وهذا القول هو المرتضى ، وعليه أكثر الفقهاء المسوغين لسماع الغناء ، وهو مذهب السادة الصوفية ، قال الإمام عز الدين بن عبد السلام : من ارتكب أمرا فيه خلاف لا يعزر لقوله عليه الصلاة والسلام : { ادرءوا الحدود بالشبهات } ، وقال صلى الله عليه وسلم : { بعثت بالحنيفية السمحة } ، وقال الله تعالى : { وما جعل عليكم في الدين من حرج } أي ضيق

“ Adapun ar-Raqsh, maka para ulama fiqih berbeda pendapat; sekelompok ulama menghukuminya makruh, sekelompok lainnya menghukumi mubah dan sekelompok ulama lainnya membedakannya di Antara orang-orang yang memiliki ahwal dan selainnya, maka hukumnya boleh bagi orang-orang yang memiliki ahwal dan makruh bagi selainnya. Inilah ucapan yang diridhai dan atas pendapat ini mayoritas ulama fiqih yang membolehkan nyanyian, dan inilah madzhab para sadah shufiyyah. Imam Izzuddin bin Abdissalam berkata, “ Barangsiapa yang melakukan suatu perkara yang masih ada perbedaan pendapat di Antara ulama, maka tidak boleh dita’zir, karena Nabi bersabda, “ Hindarilah menghukum dengan perkara yang masih syubhat “, Allah juga berfirman, “ Allah tidak menjadikan kesempitan dalam agama “.

Madzhab Hanafiyyah.
Ibrahim al-Halbi al-Hanafi mengatakan :

وما ذكره البزازي من الإجماع عن تحريم الرقص محمول على ما إذا اقترن بشيء من اللهو كالدفِّ والشبَّابة ، ونحو ذلك ، أو بالتكسر والتمايل ، وأمَّـا مجرد الرقص فمختلف في حرمته
“ Dan apa yang telah disebutkan oleh al-Bazzaazi tentang adanya ijma’ keharaman ar-Raqsh, maka itu diarahkan jika disertai sesuatu yang bersifat permaianan seperti daff dan syabbabah atau dengan adanya goyangan (alay seperti bencong). Adapun hanya ar-Raqsh (tarian) semata, maka hukumnya ada perbedaan di Antara ulama “.[11]

Ibnu Abidin mengatakan :

(قوله وكره كل لهو ) أي كل لعب وعبث فالثلاثة بمعنى واحد كما في شرح التأويلات والإطلاق شامل لنفس الفعل ، واستماعه كالرقص والسخرية والتصفيق وضرب الأوتار من الطنبور والبربط والرباب والقانون والمزمار والصنج والبوق ، فإنها كلها مكروهة لأنها زي الكفار

“ Ucapan : Dan dimakruhkan semua permaianan. Yakni semua permainan, tiga perkara itu bermakna satu sebagaimana dalam syarh at-Takwilat, dan memuthlakkannya mencangkup perbuatan itu sendiri. Mendengarkannya sama seperti ar-Raqsh (menari), ejekan, bertepuk tangan dan memetik senar mandolin, rabab, terompet dam simbal, maka semua itu hukumnya makruh karena itu hiasan kaum kafir “.

PENDAPAT YANG LAIN.
Hukum Wanita Menari di depan Laki - laki Ajnabiy adalah Haram, begitu pun Amrod/cowok Muda Berdendang di depan Laki-laki Penyuka Sesema jenis.

اما رقص النساء امام من لا يحل لهن فانه حرام بالاجماع لما يترتب عليه من اثارة للشهوة والافتنان ولما فيه من التهتك والمحون ومثلهن الغلملن المراد امام من يشتهيهم ويفتتن بهم اه
(المداهب الاربعة ج ٢ ص ٤٣)

Kesimpulan dari pendapat ulama fiqih :
Hukum ar-Raqsh (Tarian), para ulama berbeda pendapat; menurut madzhab Syafi’iyyah hukumnmya

diperinci; jika tidak ada goyangan sebagaimana perilaku bencong (laki-laki yang berpura-pura jadi perempuan), maka hukumnya boleh, jika ada maka hukumnya haram.

Menurut madzhab Hanbaliyyah hukumnya makruh jika ada unsur permainanannya. Menurut madzhab Malikiyyah hukumnya diperinci. Menurut madzhab Hanafiyyah hukumnya makruh. Dan ada sebagian ulama yang menghukumi haram.

Ar-Raqsh masih dalam persoalan ijtihadiyyah furu’iyyah di Antara ulama, maka tidak sepatutnya terjadi perseteruan keras dalam hal ini.
Oleh:
Di olah dari berbagai sumber dan oleh
Alif Hamzah Iyya Wassallamu'alaikum

Fiqih Tentang Batasan Aurat Bagi Laki-laki dan Urgensinya.

April 25, 2017

Benang merah Dasi -FIQIH BAB AURAT [aurat pria dan batasanya]

Fiqih bab aurat
No: 00211
Hallo benangmerah
WA: 081384451265

PERTANTANYAAN
ADAKAH BATASAN AURAT BAGI LAKI-LAKI DAN URGENSINYA..?

JAWABAN
Imam Muhammad bin ‘Amr bin Ali bin Nawawi al-Jawi; Abu Abdul Mu’thi di dalam kitabnya (Nihayah al-Zain) menjelaskan bahwa inti pembahasan terkait dengan aurat, sesungguhnya laki-laki memiliki tiga aurat:

1. Anggota diantara pusar dan lutut, adalah aurat di dalam shalat walaupun ditempat yang sunyi, juga dihadapan sesama laki-laki dan perempuan mahramnya.
2. Kemaluan dan dubur, adalah aurat ditempat yang sunyi.
3. Seluruh badannya hingga potongan kukunya, adalah auratnya dihadapan wanita lain, maka haram atas wanita lain melihat sesuatu dari hal tersebut, dan jika seseorang mengetahui wanita lain melihatnya, maka ia harus menutupinya. 
Baca juga: Batasan usia anak tidur denga orang tuanya (sapih)
Kami tidak menyatakan bahwa wajah laki-laki bagi perempuan lain adalah aurat sebagaimana wajah perempuan bagi laki-laki lain, melaikan seperti wajah anak laki-laki yang memiliki paras menawan bagi laki-laki. Maka haram melihatnya hanya ketika khawatir menimbulkan fitnah, jika tidak, maka tidak.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitabnya (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra) menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “fitnah” adalah perzinahan dan permulaannya, yaitu melihat, menyentuh dan lain sebagainya.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hukum laki-laki keluar dengan tidak memakai baju dihadapan wanita lain adalah haram.
Dasar pengambilan :

:وحاصل القول فيما يتعلق بالعورة أن الرجل له ثلاث عورات إحداها ما بين سرته وركبته وهي عورته في الصلاة ولو في الخلوة وعند الذكور وعند النساء المحارم ثانيتها السوءتان أي القبل والدبر وهي عورته في الخلوة ثالثتها جميع بدنه وشعره حتى قلامة ظفره وهي عورته عند النساء الأجانب فيحرم على المرأة الأجنبية النظر إلى شيء من ذلك ولو علم الشخص أن الأجنبية تنظر إلى شيء من ذلك وجب حجبه عنها ولسنا نقول إن وجه الرجل في حقها عورة كوجه المرأة في حقه بل هو كوجه الصبي الأمرد في حق الرجل فيحرم النظر عند خوف الفتنة فقط. نهاية الزين - (ج 1 / ص 47)
:وَالْمُرَادُ بِالْفِتْنَةِ الزِّنَا وَمُقَدِّمَاته من النَّظَرِ وَالْخَلْوَة وَاللَّمْسِ وَغَيْرِ ذلك. الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 1 / ص 203)

Daftar Pustaka:
1. Nihayah al-Zain. I/ 47
2. Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra. I/ 203

Penjelasan Fiqih Memainkan Rebana dalam Masjid

April 17, 2017


BenangmerahDasi - Fiqih bab masjid [tentang nyanyian dan rebana]

Fiqih bab masjid
No: 00177
Hallo Benangmerah
WA:081384451265

PERTANYAAN
BOLEHKAH MEMAINKAN REBANA DI DALAM MASJID ?

JAWABAN
Boleh hukumnya memainkan rebana (dan diiringi dengan pembacaan shalawat) meskipun di dalam masjid, misalnya untuk kepentingan acara pernikahan. Hal itu diterangkan di dalam kitab:

1. Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyyah, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami, jilid 4 halaman 356, cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:

وفي الترمذي وسنن ابن ماجه عن عائشة – رضي الله تعالى عنها – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال «أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف» وفيه إيماء
إلى جواز ضرب الدف في المساجد لأجل ذلك فعلى تسليمه يقاس به غيره

Artinya:
“Dan di dalam kitab hadits “At-Tirmidzi” dan “Sunan Ibnu Majah” dari Aisyah, semoga Allah ta’ala meridhoinya !, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Siarkanlah pernikahan ini dan lakukanlah di masjid-masjid, dan mainkanlah dengan rebana ! Di dalam hadits tersebut merupakan isyarat akan dibolehkannya memainkan rebana di masjid-masjid karena acara resepsi pernikahan. Dengan demikian atas ketaslimannya (menerima hukum dibolehkannya memainkan rebana), maka dengan itu diqiyaskan atau dianalogikan kepada memainkan rebana selain untuk acara resepsi pernikahan.”

2. Sunan Ibnu Majah, jilid 1 halaman 611, cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:

حدثنا نصر بن علي الجهضمي و الخليل بن عمرو . قال : حدثنا عيسى ابن يونس , عن خالد بن الياس , عن ربيعة بن أبي عبد الرحمن , عن القاسم , عن عائشة , عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: أعلنوا هذا النكاح , و اضربوا عليه بالغربال

Artinya:
=====
“Telah menceritakan kepada kami Nashr bin al-Jahdhomi dan Kholil bin Amr, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Isya ibnu Yunus, dari Kholid bin Ilyas, dari Robi’ah bin Abi Abdurrahman, dari al-Qasim, dari Aisyah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: Dan siarkanlah pernikahan ini dan mainkanlah rebana !”
د
Baca juga: Hukum Bejualan di area masjid
3. Sunan at-Tirmidzi, jilid 2 halaman 276, cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:

حدثنا أحمد بن منيع . أخبرنا يزيد بن هارون . أخبرنا عيسى بن ميمون عن القاسم بن محمد , عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أعلنوا هذا النكاح و اجعلوه فى المساجد , و اضربوا عليه بالدفوف . هذا حديث حسن غريب فى هذا الباب

Artinya:
=====
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’. Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun. Telah menceritakan kepada kami Isya bin Maimun dari al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: Siarkanlah pernikahan ini dan lakukanlah di masjid-masjid, dan mainkanlah dengan rebana ! Ini Hadits Hasan Gharib di dalam Bab ini.”

Batas Usia Anak Ketika Tidur Dengan Orang Tua (sapih)

April 12, 2017

BenangmerahDasi -FIQIH KELUARGA batasan orang tua dan anak]

Fiqih keluarga
No: 00168
Hallo Benangmerah
WA :0813 8445 1265


PERTANYAAN
ADAKAH BATASAN ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK-ANAKNYA...?

JAWABAN

1. Hukumnya makruh bagi ayah tidur seranjang dengan putrinya atau ibu tidur seranjang dengan putranya yang sudah akil baligh. Demikian juga antara dua saudara kandung yang lawan jenis. Hukum makruh ini berlaku apabila tidak ada syahwat.
Apabila terjadi syahwat pada salah satunya atau keduanya maka hukumnya #haram.

Dalam sebuah hadits sahih riwayat Abu Dawud, Nabi bersabda:

مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين، واضربوهم عليها وهم أبناء عشر، وفرقوا بينهم في المضاجع

Artinya:
Perintahkan anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka untuk shalat pada usia 10 tahun. Dan pisahlah mereka di tempat tidur. (Hadits ini menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 3/12, status sanadnya sahih).

Sebuah hadits serupa dari Abu Rafi' riwayat Al-Bazzar Abu Rafi' berkata: Rasulullah bersabda:

وفرقوا بين مضاجع الغلمان والجواري والأخوة والأخوات لسبع سنين ، واضربوا أبناءكم على الصلاة إذا بلغوا أظنه تسع سنين ،

Artinya:
Pisahlah antara tempat tidur anak-anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan pada usia usia 7 tahun. Dan pukullah anak kalian agar shalat apabila berusia 9 tahun.
Baca juga: Fiqiih tentang menindik hidung bagi laki-laki dan perempuan
Taqiyuddin Al-Subki dalam Qadha' Al-Irb fi As'ilati Hilb, hlm. 248 menjelaskan makna pemisahan sebagai berikut:

التفريق في المضاجع يصدق بطريقين. أحدهما : أن يكون لكل منهما فراش ، والثاني : أن يكونا في فراش ، ولكن متفرقين غير متلاصقين ، )

Artinya:
Pemisahan tempat tidur bisa dibenarkan dengan dua cara. Satu, masing-masing anak memiliki satu tempat tidur. Dua, keduanya dalam satu tempat tidur akan tetapi terpisah dan tidak saling bersentuhan.

Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Matolib, hlm. 1362, menyatakan

قال في التتمة يكره للابن الكبير أن يضاجع أمه وللأب أن يضاجع ابنته الكبيرة بلا حائل

Artinya:
Zarkasyi menyatakan dalam Al-Tatimmah: Makruh hukumnya bagi anak yang besar tidur bersama ibunya, dan makruh bagi bapaknya tidur seranjang bersama putrinya yang besar tanpa penghalang.

Tambahan,
Dan Batasi kontak fisik yang sekiranya tidak sampai bersentuhan secara intim. Yang dimaksud intim seperti berpelukan di sofa, bersentuhan di ranjang, dan semacamnya yang biasa dilakukan oleh lawan jenis yang suami - istri.


Fiqih Tentang Hukum menindik hidung bagi perempuan dan laki-laki

April 12, 2017

BenangmerahDasi -Fiqih bab tasyabuh [tentang anting,gelang,tindik]

Fiqih bab tasyabuh
Hallo Benangmerah
WA:081384451265

PERTANYAAN
1. BAGAIMANA HUKUMNYA LAKI-LAKI MEMAKAI KALUNG DAN GELANG..?
2. BOLEHKAH MEMAKAI ANTING DAN TINDIK KUPING, HIDUNG, BIBIR BAGI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN....?

JAWABAN
Imam Nawawi mengatakan dalam kitab Al-Majmuk, hlm. 4/331:

قال أصحابنا: يجوز للرجل خاتم الفضة بالإجماع، وأما ما سواه من حلي الفضة كالسوار والمدملج والطوق ونحوها، فقطع الجمهور بتحريمها، وقال المتولي والغزالي في الفتاوى يجوز، لأنه لم يثبت في الفضة إلا تحريم الأواني، وتحريم التشبه بالنساء، والصحيح الأول لأن في هذا تشبهاً بالنساء وهو حرام

Artinya:
Manurut ulama madzab Syafi'i, boleh bagi lelaki memakai cincin perak secara ijmak.
Adapun perhiasan selain cincin perak seperti siwar (gelang dipergelangan tangan), dalaj (gelang di atas siku), kalung, dll ulama jumhur (mayoritas) berpendapat atas keharamannya. Imam Mutawalli dan Al-Ghazali dalam Al-Fatawa menyatakan:
hukumnya boleh karena keharaman penggunaan perak hanya pada wadah/bejana dan menyerupai wanita. Pendapat yang sahih adalah yang pertama karena menyerupai perempuan itu haram.

2. A. MEMAKAI ANTING DAN TINDIK KUPING, HIDUNG, BIBIR BAGI LAKI-LAKI.
Tindik (Arab: tsaqb, tatsqib ثقب, تثقيب) bagi laki-laki sebagai tempat perhiasan di anggota badan manapun baik di kuping, hidung, bibir, dan alis hukumnya haram karena ia menjadi ciri khas perempuan. Dalam Islam hukumnya haram menyerupai perempuan.
Ibnu Abidin dalam Raddul Muhtar, hlm. 6/420, mengatakan:

ثقب الأذن لتعليق القرط مِن زِينَةِ النساء, فلا يحل للذكور

Artinya: Melubangi (tindik) telinga untuk dipasangi anting termasuk perhiasan wanita, karena itu tidak halal bagi lelaki.
Tindik badan untuk dipasangi perhiasan termasuk ciri khas perempuan dan haram bagi laki-laki.
Ba Alwi dalam Bughiyah Al-Mustarsyidin, hlm. 604, menyatakan:

ضابط التشبه المحرم من تشبه الرجال بالنساء وعكسه ما ذكروه في الفتح والتحفة والإمداد وشن الغارة، وتبعه الرملي في النهاية هو أن يتزيا أحدهما بما يختص بالآخر، أو يغلب اختصاصه به في ذلك المحل الذي هما فيه.

Artinya:
Batasan penyerupaan yang di haramkan pada kasus penyerupaan orang laki-laki pada perempuan dan sebaliknya adalah apa yang diterangkan oleh Ulama Fiqh dalam kitab Fath al-Jawaad, Tuhfah, Imdaad dan kitab syun alghooroh. Imam Romli juga mengikutinya dalam kitab Annihaayah, Batasannya adalah apabila salah satu dari lelaki atau wanita tersebut berhias memakai barang yang dikhususkan untuk lainnya atau pakaian yang jamak di gunakan pada te                                   mpat tinggal lelaki dan wanita tersebut
Pendapat para ulama di atas berdasarkan pada hadits sahih riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ ، وَقَالَ : أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ

Artinya:
Nabi melaknat laki-laki mukhonnas (bergaya perempuan), dan perempuan mutarajjilat (bergaya laki-laki). Nabi bersabda: "Keluarkan mereka dari rumah kalian."
Dalam hadits sahih lain riwayat Bukhari juga dari Ibnu Abbas ia berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Artinya:
Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan perempuan yang menyerupai laki-laki.

Baca juga: Batasan melihat aurat perempuan
B. TINDIK HIDUNG, BIBIR, ALIS BAGI PEREMPUAN
Tindik hidung dan kuping bagi perempuan dibolehkan kalau itu memang menjadi tradisi yang berlaku di suatu masyarakat tertentu. Ini pendapat dari madzhab Hanafi dan sebagian pendapat dari madzhab Hanbali
Ibnu Abidin dalam Raddul Mukhtar, hlm. 6/420, mengutip dari sejumlah sumber menyatakan:

إن كان - يعني الخزام في الأنف - مما يتزين النساء به - كما هو في بعض البلاد - فهو فيها كثقب القرط - يعني في الجواز - وقد نص الشافعية على جوازه "

Artinya:
Apabila hiasan di hidung itu termasuk cara berhias wanita sebagaimana terjadi di sebagian negara maka itu (hukumnya) sama dengan tindik telinga - dalam segi bolehnya. Ulama madzhab Syafi'i juga menyatakan boleh.
Adapun tindik bibir dan alis bagi perempuan maka dengan dianalogikan pada kuping dan hidung maka hukumnya boleh dengan syarat.
(a) tidak membahayakan;
(b) sudah menjadi tradisi yang berlaku di suatu masyarakat tertentu.

Hukumnya Memanfaatkan Binatang Sebagai Percobaan Praktek Kesehatan

April 10, 2017

BenangmerahDasi -FIQIH PENDIDIKAN (memanfaatkan binatang sebagai percobaan praktik kesehatan)

Fiqih pendidikan
No : 00157
WA:081384451265

PERTANYAAN
Bagaimana hukum mengadakan eksperimen atau percobaan dengan memanfaatkan hewan seperti tikus, kera, babi, kelinci dan lainnya, dalam proses pemberian pelajaran teori tentang sebab penyakit dan cara penyembuhannya pada Fakultas Kedokteran yang mengakibatkan pembunuhan yang disengaja terhadap sejumlah besar hewan yang tidak dihormati agama?

JAWABAN
Pemanfaatan hewan untuk percobaan teori-teori kedokteran yang mungkin diikuti dengan pembunuhan terhadap hewan-hewan adalah sebagai berikut:
Menurut Imam ar Romli dan Imam al Ghozali, hukumnya boleh, karena ada bukti hajat, yaitu untuk media pendidikan.
Sedikit berbeda dengan pandangan Ibn Hajar al Haitami dan Imam al Haramain (al Juwaini), yang menyatakan bahwa dalam kebolehan tersebut perlu dihindarkan dari kemungkinan menyiksa hewan atau membuat hewan menderita.
Dasar pengambilan
Kitab I’anatut Thalibin juz 1 halaman 33:

وَقَوْلُهُ عِنْدَ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا…إلَى أنْ قَالَ: وَيَحْرُمُ الشَّقُّ المَذْكُورُ او القَتْلُ بِالقَصْدِ لِلتَّعْذِيْبِ وَاخْتُلِفَ فِيْمَا شَكَّ فِى سَيْلِ دَمِهِ وَعَدَمِهِ فَهَلْ يَجُوْزُ شَقُّ عُضْوٍ مِنْهُ اولاَ ؟ قَالَ بِالأوَّلِ الرَّمْلِى تَبَعًا لِلْغَزَالِى لأَنَّهُ لِحَاجَةٍ وَقَالَ بِالثَّانِى إبْنُ حَجَرٍ تَبَعًا لِلإِمَامِ الحَرَمَيْنِ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّعْذِيْبِ.

Adapun ucapan mushonnif “pada waktu menyobek anggota badan dari binatang” … sampai pada ucapan mushonnif: “haram menyobek tersebut atau membunuh dengan maksud menyiksa”, diperselisihkan mengenai apa yang diragukan mengenai mengalirkan darahnya dan ketiadaan mengalirkan darahnya, apakah boleh menyobek anggota badan dari binatang atau tidak?
Imam ar Romli membolehkan karena mengikuti Imam al Ghozali karena penyobekan itu sesuatu hajat.

Baca juga: Sebab larang memakan hewan amfibi dalam syari'at Islam
Ibn Hajar tidak membolehkan karena mengikuti Imam al Haramain, karena dalam penyobekan itu terdapat penyiksaan.
Kitab Al Fiqhul Islamiyyu wa Adillatuhu juz 3 halaman 521-522:

تَِْشْرِيْحُ الجُثَّةِ وَنَقْْلِ الأعْضَاءِ.
يَرَى المَالِكِيَّةُ وَالحَنَابِلَةُ عَمَلاً بِحَدِيْثِ: “كَسْرُ عَظْمِ المَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا” أنَّهُ لاَيَجُوزُ شَقُّ بَطْنِ المَيْتَهِ الحَامِلِ لإِخْرَاجِ الجَنِيْنِ مِنْهُ؛ لأنَّ هَذَا الوَلَدَ لاَ يَعِيْشُ عَادَةً، وَلاَ يَتَحَقَّقُ أنَّهُ يَحْيَا، فَلاَ يَجُوزُ هَتْكُ حُرْمَةٍ مُتَيَقِّنَةٍ لأَمْرٍ مَوْهُومٍ.

Membedah tubuh dan memindah anggota-anggota.
Madzhab Maliki dan Hambali berpendapat karena mengamalkan hadist:”Memecahkan tulang mayat adalah seperti memecahkannya dalam keadaan hidup”, bahwa sesungguhnya tidak boleh menyobek perut bangkai yang hamil untuk mengeluarkan janin dari perut tersebut ; karena anak yang dikeluarkan itu biasanya tidak dapat hidup dan tidak nyata bahwa janin tersebut dalam keadaan hidup, sehingga tidak boleh merusak kehormatan dari apa yang telah diyakini untuk perkara yang masih diduga.

وَأَجَازَ الشََّفِعِيَّةُ شَقَّ بَطْنِ المَيْتَةِ لإِخْرَاجِ وَلَدِهَا, وَشَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ لإِخْرَاجِ مَالٍ مِنْهُ. كَمَا أجَازَ الحَنَفِيَّةُ كَالشَّافِعِيَّةِ شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ فِى حَالِ ابْتِلاَعِهِ مَالَ غَيْرِهِ, إذَا لَمْ تَكُنْ تِرْكَةٌ يَدْفَعُ مِنْهَا وَلَمْ يَضْمَنْ عَنْهُ أَحَدٌ.

Madzhab Syafii memperbolehkan menyobek perut bangkai untuk mengeluarkan anaknya, dan menyobek perut mayat untuk mengeluarkan harta dari perut tersebut. Sebagaimana Madzhab Hanafi membolehkan menyobek perut mayat pada waktu menelan harta orang lain, jika dia tidak punya harta peninggalan yang dapat dipergunakan untuk menggantinya, dan tidak ada seseorang yang menjamin untuk mengganti harta yang ditela tersebut.

وَأجَازَ المَالِكِيَّةُ ايْضًا شَقَّ بَطْنِ المَيِّتِ إِذَا ابْتَلَعَ قَبْلَ مَوْتِهِ مَالاً لَهُ او لِغَيْرِهِ إذَا كَانَ كَثِيْرًا: وَهُوَ قَدْرُ نِصَابِ الزَّكَاةِ, فِىحَالِ ابْتِلاَعِهِ لِخَوفٍ عَلَيْهِ اولِعُذْرٍ. أَمَّا إِذَا ابْتَلَعَهُ بِقَصْدِ حِرْمَانِ المَوَارِثِ مَثَلاً, فَيُشَقَّ بَطْنُهُ, وَلَو قَلَّ.

Madzhab Maliki juga memperbolehkan menyobek perut mayat jika sebelum mati dia menelan harta miliknya atau milik orang lain, apabila harta tersebut banyak, yaitu sebanyak nisab zakat, pada waktu menelannya karena menghawatirkan harta tersebut atau karena udzur.
Adapun jika dia menelannya dengan maksud untuk mencegah ahli warisnya misalnya, maka perutnya disobek meskipun yang ditelan sedikit.

وَبِنَاءً عَلَى هَذِهِ الآرَاءِ المُبِيْحَةِ يَجُوْزُ التَّشْرِيْحُ عِنْدَ الضَّرُورَةِ او الحَاجَةِ بِقَصْدِ التَّعْلِيْمِ لأَغْرَاضٍ طَيِّبَةٍ, او لِمَعْرِفَةِ سَبَبِ الوَفَاةِ وَإِثْبَاتِ الجِنَايَةِ عَلَى المُتَّهَمِ بِالقَتْلِ وَيَجُوزُ ذَلِكَ لأَغْرَاضِ جِنَايَةٍ إِذَا تَوَقَّفَ عَلَيْهَا الوُصُولُ إلَى الحَقِّ فِى أمْرِ الجِنَايَةِ, لِلأَدِلَّةِ الدَّالَّةِ عَلَى وُجُوبِ العَدْلِ فِى الأَحْكَامِ, حَتَّى لاَ يُظْلَمُ بَرِيءٌ وَلاَ يَفْلِتُ مِنَ العِقَابِ مُجْرِمٌ أَثِيْمٌ.
وَكَذَلِكَ يَجُوزُ تَشْرِيْحُ حُثَّتِ الحَيَوَانِ للتَّعْلِيْمِ؛ المَصْلَحَةُ فِى التَّعْلِيْمِ تَتَجَاوَزُ إِحْسَاسَهَا بِالألِمِ.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang membolehkan ini, maka boleh membedah pada waktu darurat atau hajat dengan maksud mengajar untuk tujuan-tujuan kedokteran atau untuk mengetahui sebab kematian, atau menetapkan tindak kriminal terhadap orang yang diduga melakukan pembunuhan dan seperti hal tersebut untuk tujuan-tujuan kriminal jika untuk sampai kepada kebenaran dalam urusan kriminal tersebut terhenti pada pembedahan, untuk bukti-bukti yang menunjukkan terhadap kewajiban berbuat adil dalam menetapkan hukum, sehingga tidak dianiaya orang yang tidak bersalah dan tidak dapat lepas dari siksa orang yang durhaka yang berdosa.
Demikian pula boleh memotong-motong bangkai binatang untuk belajar, karena kemaslahatan dalam memberi pelajaran membolehkan perbuatan menyakiti binatang.

Fiqih Tentang Batasan Guru Mentakzir Muridnya

April 10, 2017

BenangmerahDasi -Fiqih bab takzir [menghukum siswa]

Fiqih bab takzir
No: 00149
Hallo Benangmerah
WA:081384451265

PERTANYAAN
1. ADAKAH GURU MEMPUNYAI HAK MENTAKZIR MURIDNYA...?

2. ADAKAH BATASAN DALAM MENAKZIR[hukuman]...?

JAWABAN
1. Guru sebagai pendidik mempunyai hak untuk menta’zir muridnya baik mendapat izin dari walinya atau tidak mendapat izin.

إعانة الطالبين (4/ 169):

(وعزر أب) وإن علا وألحق به الرافعي الام وإن علت (ومأذونه) أي من أذن له في التعزير كالمعلم (صغيرا) وسفيها بارتكابهما ما لا يليق زجرا لهما عن سئ الاخلاق وللمعلم تعزير المتعلم منه ( قوله كالمعلم ) أي فإذا أذن له الأب بالتعزير فله ذلك ولو كان بالغا وإذا لم يأذن له فيه فليس له ذلك كما في التحفة والنهاية وقال في شرح الروض قال الأذرعي وسكت الخوارزمي وغيره عن هذا التقييد والإجماع الفعلي مطرد من غير إذن اهـ

حاشيتا قليوبي وعميرة (15/ 318):

( وَمُعَلِّمٌ صَبِيَّةً ) الْأَوْلَى مُتَعَلِّمًا مِنْهُ وَلَوْ غَيْرَ صَبِيٍّ وَسَوَاءٌ أَذِنَ لَهُ الْوَلِيُّ أَوْ لَا إذْ لَهُ التَّأْدِيبُ ، وَلَوْ بِالضَّرْبِ بِغَيْرِ إذْنِ الْوَلِيِّ عَلَى الْمُعْتَمَدِ .

روضة الطالبين وعمدة المفتين
(3/ 485، بترقيم الشاملة آليا) :

فصل : من الأصحاب من يخص لفظ التعزير بضرب الإمام أو نائبه للتأديب في غير حد ويسمى ضرب الزوج زوجته والمعلم الصبي والأب ولده تأديباً لا تعزيراً ومنهم من يطلق التعزير على النوعين وهو الأشهر فعلى هذا مستوفي التعزير الإمام والزوج والأب والمعلم والسيد

2. Bentuk ta’zir bisa bermacam-macam seperti memukul, menyuruh berdiri, memarahi dan lain sebagainya.
Baca juga: Fiqih tentang khilafnya Isbal (memanjangkan celana)
Adapun batasan ta’zir adalah :

1. Dibawah ketentuan minimal hukuman had
2. hukuman/ta’zir yang dijatuhkan sesuai dengan kebutuhan, sesuai dengan berat dan ringannya pelanggaran dan dianggap bermanfaat.
3. tidak berpotensi menimbulkan kematian, tidak mencederai dan atau kerusakan badan atau jiwa (masyruthun bi salamatil ‘aqibah)
4. dilakukan dengan cara bertahap
(al akhof fal akhof)

أسنى المطالب (20/ 175):

وَيَحْصُلُ التَّعْزِيرُ ( بِحَبْسٍ أَوْ ضَرْبٍ ) غَيْرِ مُبَرِّحٍ ( أَوْ صَفْعٍ ) وَهُوَ الضَّرْبُ بِجَمْعِ الْكَفِّ أَوْ بَسْطِهَا ( أَوْ تَوْبِيخٍ ) بِاللِّسَانِ أَوْ تَغْرِيبٍ دُونَ سَنَةٍ فِي الْحُرِّ وَدُونَ نِصْفِهَا فِي ضِدِّهِ فِيمَا يَظْهَرُ ، وَلَمْ أَرَهُ مَنْقُولًا ، أَوْ قِيَامٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَوْ كَشْفِ رَأْسٍ أَوْ تَسْوِيدِ وَجْهٍ أَوْ حَلْقِ رَأْسٍ لِمَنْ يَكْرَهُهُ فِي زَمَنِنَا لَا لِحْيَةٍ وَإِنْ قُلْنَا بِكَرَاهَتِهِ وَهُوَ الْأَصَحُّ وَإِرْكَابِهِ الْحِمَارَ مَنْكُوسًا وَالدَّوَرَانِ بِهِ كَذَلِكَ بَيْنَ النَّاسِ وَتَهْدِيدِهِ بِأَنْوَاعِ الْعُقُوبَاتِ ، وَجَوَّزَ الْمَاوَرْدِيُّ صَلْبَهُ حَيًّا مِنْ غَيْرِ مُجَاوَزَةِ ثَلَاثَةٍ مِنْ الْأَيَّامِ ، وَلَا يُمْنَعُ طَعَامًا وَلَا شَرَابًا وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي لَا مُومِيًا خِلَافًا لَهُ ، عَلَى أَنَّ الْخَبَرَ الَّذِي اسْتَدَلَّ بِهِ غَيْرُ مَعْرُوفٍ وَيَتَعَيَّنُ عَلَى الْإِمَامِ أَنْ يَفْعَلَ بِكُلِّ مُعَزَّرٍ مَا يَلِيقُ بِهِ مِنْ هَذِهِ الْأَنْوَاعِ وَبِجِنَايَتِهِ ، وَأَنْ يُرَاعِيَ فِي التَّرْتِيبِ وَالتَّدْرِيجِ مَا مَرَّ فِي دَفْعِ الصَّائِلِ فَلَا يَرْقَى لِمَرْتَبَةٍ ، وَهُوَ يَرَى مَا دُونَهَا كَافِيًا ، فَأَوْ لِلتَّنْوِيعِ وَيَصِحُّ أَنْ يَكُونَ لِمُطْلَقِ الْجَمْعِ إذْ لِلْإِمَامِ الْجَمْعُ بَيْنَ نَوْعَيْنِ فَأَكْثَرَ إنْ رَآه

sumber: LBM PWNU JATENG


Sudut Pandang Tindiihan Dalam Islam

April 10, 2017

BenangmerahDasi
-
 FIQIH DAN MEDIS [tentang kelindihen:jawa]

Fiqih dan medis
No: 00147
Hallo Benangmerah
WA;081384451265

PERTANYAAN
APA YANG DINAMAKAN TINDIHAN DALAM ISLAMDAN MEDIS...?

JAWABAN
Tindihan saat tidur bisa saja disebabkan oleh jin. Tapi yang umum adalah bahwa itu bisa dijelaskan secara medis.
Gejala ini disebut sleep Paralysis: Menurut medis, keadaan ketika orang akan tidur atau bangun tidur merasa sesak napas seperti dicekik, dada sesak, badan sulit bergerak dan sulit berteriak disebut sleep paralysis alias tidur lumpuh (karena tubuh tak bisa bergerak dan serasa lumpuh).
Hampir setiap orang pernah mengalaminya. Setidaknya sekali atau dua kali dalam hidupnya.

PENYEBAB TINDIHAN SECARA MEDIS

1. Tubuh yang sangat lelah, biasanya secara fisik.
2. Kurang tidur beberapa hari
3. Faktor stres dan tekanan sepanjang hari.
4. Pengaruh obat-obatan.
5. Perubahan jam tidur/pola tidur.

CARA MENGATASI TINDIHAN

Beberapa tips yang cara mengatasi tindihan:

(a) Jangan Panik Tarik napas dan buat diri Anda dalam kondisi santai.

(b) Kepalkan Tangan: Cara ini juga bisa pelan-pelan mengendurkan kelumpuhan yang terjadi.

(c) Batuk: batuklah beberapa kali untuk melemaskan otot-otot di sekitar leher

(d) Segera Bangun: bangunlah pelan-pelan. Cuci wajah dan minumlah beberapa teguk air agar tubuh lebih rileks.
MEMBACA DOA DAN DZIKIR SEBELUM TIDUR

Walaupun sudah dijelaskan bahwa itu adalah gejala medis biasa, namun tidak menutup kemungkinan adanya jin yang masuk ke dalam raga anda pada saat tindihan itu terjadi. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kita agar berdoa sebelum tidur.
Doa dan bacaan yang dianjurkan Rasulullah menjelang tidur adalah sebagai berikut:

- Doa sebelum tidur agar tidak diganggu jin/setan berdasarkan hadits sahih riwayat Bukhari adalah sbb:[1]

اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لا مَلْجَأَ وَلا مَنْجَى مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ

- Doa sebelum tidur yang lebih singkat (berdasar hadits sahih riwayat Bukhari):[2]

بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا

- Dianjurkan membaca: 
tasbih (Subhanallah) 33x, tahmid (Alhamdulillah) 33x, takbir (Allahu Akbar) 33x (berdasarkan hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim).[3]

- Dianjurkan membaca: 
Surah Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas. Sebelum membaca, kumpulkan kedua tangan lalu ditiup, lalu membaca ketiga Surah di atas, setelah itu usapkan kedua tangan pada seluruh badan dimulai dari kepala, wajah, badan bagian depan. Lakukan ini tiga kali.
(berdasarkan hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim).[4]

Reff:

[1]

عَنْ أَبي عُمَارَةَ البراءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:" يَا فُلانُ إِذَا أَوَيْتَ إِلى فِرَاشِكَ فَقُلْ: اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لا مَلْجَأَ وَلا مَنْجَى مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ، فَإِنَّكَ إِنْ مِتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ مِتَّ عَلى الْفِطْرَةِ، وَإِنْ أَصْبَحْتَ أَصَبْتَ خَيْراً "، رواه البخاري

[2]

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رضي الله عنه قَالَ :
( كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ قَالَ بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَمُوتُ وَأَحْيَا وَإِذَا اسْتَيْقَظَ مِنْ مَنَامِهِ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ )
رواه البخاري

[3]

وروى الشيخان عن علي رضي الله عنه، أنّ رسول الله - صلّى الله عليه وسلّم - قال له ولفاطمة رضي الله عنها:" إذا أويتما إلى فراشكما أو أخذتما مضاجعكما فكبّرا ثلاثاً وثلاثين، وسبّحا ثلاثاً وثلاثين، واحمدا ثلاثاً وثلاثين "،

[4]

وفي الصّحيحين أنّ النّبي صلّى الله عليه وسلّم:" كان إذا أوى إلى فراشه كلّ ليلة جمع كفّيه، ثمّ نفث فيهما، وقرأ فيهما ( قل هو الله أحد ) و( قل أعوذ بربّ الفلق) و( قل أعوذ بربّ النّاس)، ثمّ مسح بهما ما استطاع من جسده، يبدأ بهما على رأسه، ووجهه، وما أقبل من جسده، يفعل ذلك ثلاث مرّات ". قال أهل اللغة: النّفث: نفخ لطيف بلا ريق.


Fiqih Tentang Khilafnya Isbal [memanjangkan kain melebihi mata kaki]

April 07, 2017

 BenangmerahDasi -Fiqih Khilaf [tentang khilafnya isbal]

Fiqih Khilaf
No: 0056
Hallo Benangmerah
WA:081384451265

PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUM ISBAL....? [memanjangkan kain melebihi mata kaki]

JAWABAN
masalah isbal ini di unggah kembali bukan untuk mencari mana yang benar dan mana yang salah. Akan tetapi lebih kepada ingin tahu siapa saja sebenarnya para ulama yang mengharamkan dan memakruhkan atau juga yang membolehkan isbal.

Apakah imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafi’iy dan imam Ahmad Bin Hanbal telah membahas hal ini.

Bagaimana dengan ulama lainnya seperti Syaikhul islam Ibnu Taimiyah, imam Ibnu Hajar Al-Asqolani, imam An-Nawawi, Syaikh Bin Bazz, Syaikh Utsaimin dan ulama lainnya. Apa saja sebenarnya dalil-dalil yang mereka gunakan dalam masalah isbal ini. Dan ada di kitab mana saja permasalahan ini dibahas oleh para ulama ulama kita.

Mungkin ada sebagian kalangan yang bertanya-tanya. Kenapa harus merujuk kepada aqwal ulama? Kenapa gak langsung saja pakai Al-qur’an dan hadits nabi.

Kan kita harus kembali kepada Al-quran dan hadits?

Untuk menjawab pertanyaan ini mudah sekali, ya memang benar kita harus kembali kepada Al-quran dan hadits nabi. Nah, Cara yang yang benar untuk memahami dan kembali kepada Al-quran dan hadits adalah dengan cara mengikuti atau merujuk kepada para ulama salaf kita. Karena merekalah yang lebih paham tentang ayat Al-quran dan hadits-hadits nabi yang jumlahnya tidak sedikit itu. Jangan dikira ulama kita itu gak pakai dalil dan gak ngerti dalil. Justru mereka itu adalah orang yang paling mengerti tentang dalil-dalil dibanding dengan kita yang sangat awam ini.

Oleh karena itu mari langsung saja kita simak perkataan para ulama dalam masalah isbal.

TAHQIQUL AQWAL TENTANG MASALAH ISBAL

ada tiga kelompok ulama yang bereda dalam menghukumi isbal.

Kelompok pertama mengatakan isbal hukumnya adalah haram mutlaq. Baik dia sombong ataupun tidak sombong. Ini adalah pendapat Al-Imam Ibnu Hajar Al- Asqolani, ibnul Arobiy, Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Al-Utsaimin.


Kelompok yang kedua mengatakan bahwa isbal hukumnya makruh. Dan ini adalah pendapat Al-imam Asy-Syafi’iy, Al-imam An-Nawawi, Al-imam Ibnu Qudamah dan Al-Imam Ibnu Abdil Barr.

Kelompok yang ketiga mengatakan bahwa isbal hukumnya mubah atau boleh. Ini adalah pendapat Al-imam Abu Hanifah, Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Al-Imam Asy-Syaukani.

Kita mulai dari kelompok pertama yaitu ulama ulama yang mengatakan isbal itu Haram secara Mutlaq :
Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniy berkata dalam kitab fathul bari juz 10 halaman 264 sebagai berikut :

وحاصله أن الإسبال يستلزم جر الثوب وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد اللابس الخيلاء

terjemah : dan hasilnya adalah bahwa isbal itu menyebabkan terseretnya pakaian. dan menyeret pakaian itu menyebabkan sombong. walaupun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud demikian.
Ibnul Arobi berkata dalam kitab fathul bari yang dinukil oleh Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniy pada juz 10 halaman 264 :

قال بن العربي لا يجوز للرجل أن يجاوز بثوبه كعبه ويقول لا أجره خيلاء لأن النهي قد تناوله لفظا ولا يجوز لمن تناوله اللفظ حكما أن يقول لا أمتثله لأن تلك العلة ليست في فإنها دعوى غير مسلمة بل إطالته ذيله دالة على تكبره اه ملخصا وحاصله أن الإسبال يستلزم جر الثوب وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد اللابس الخيلاء

terjemah : berkata ibnul arobi " tidak boleh bagi seorang laki-laki memanjangkan pakaiannya sampai mata-kaki sambil mengatakan saya tidak memanjangkannya karena sombong. karena larangan itu mencakup lafadz yang diucapkan. dan hasilnya adalah bahwa isbal itu menyebabkan terseretnya pakaian. dan menyeret pakaian itu menyebabkan sombong. walaupun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud demikian.

Syaikh Bin Bazz berpendapat di dalam majalatul buhuts al-islamiyah juz 33 halaman 113 :

والأحاديث في هذا المعنى كثيرة ، وهي تدل على تحريم الإسبال مطلقا ، ولو زعم صاحبه أنه لم يرد التكبر والخيلاء ؛ لأن ذلك وسيلة للتكبر ، ولما في ذلك من الإسراف وتعريض الملابس للنجاسات والأوساخ ، أما إن قصد بذلك التكبر فالأمر أشد والإثم أكبر

terjemah : hadits-hadits dalam hal ini sangat banyak sekali. dan semuanya menunjukkan haramnya isbal secara mutlaq. walaupun yang bersangkutan tidak berniat sombong atau takabbur. karena hal itu bisa menyebabkan sebagai wasilah takabbur. dan adanya sifat berlebih lebihan dan bisa kena najis atau kotoran. adapun bagi yang benar-benar berniat sombong maka sudah jelas lebih berat dosanya.
Baca juga: Sudut pandang tindihan dalam Islam
Syaikh Al-Utsaimin berpendapat dalam kitab Syarhul Mumti’ juz 2 halaman 154 :

وأما المحرَّم لوصفه: فكالثوب الذي فيه إسبال، فهذا رَجُل عليه ثوب مباح من قُطْنٍ، ولكنَّه أنزله إلى أسفلَ من الكعبين، فنقول: إن هذا محرَّم لوَصْفه؛ فلا تصحُّ الصَّلاة فيه؛ لأنه غير مأذونٍ فيه، وهو عاصٍ بِلُبْسه، فيبطل حُكمه شرعاً، ومن عَمِلَ عملاً ليس عليه أمرُنا فهو رَدٌّ

terjemah : adapun sesuatu yang haram karena sifatnya adalah seperti pakaian isbal. seorang laki-laki yang menurunkan pakaiannya sampai kedua mata-kaki maka hal ini termasuk perbuatan yang haram dilakukan. barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan dari agama maka itu tertolak.

Kemudian kelompok yang kedua yang mengatakan isbal itu makruh diantaranya :

Al-imam Asy-Syafi’iy berkata dalam kitab Fathul baari yang dinukil oleh Al-imam Ibnu Hajar Al-Asqolani juz 10 halaman 263 :

وقال النووي الإسبال تحت الكعبين للخيلاء فإن كان لغيرها فهو مكروه وهكذا نص الشافعي على الفرق بين الجر للخيلاء ولغير الخيلاء قال والمستحب أن يكون الإزار إلى نصف الساق والجائز بلا كراهة ما تحته إلى الكعبين وما نزل عن الكعبين ممنوع منع تحريم إن كان للخيلاء وإلا فمنع تنزيه لأن الأحاديث الواردة في الزجر عن الإسبال مطلقة فيجب تقييدها بالإسبال للخيلاء انتهى والنص الذي أشار إليه ذكره البويطي في مختصره عن الشافعي
terjemah :
imam nawawi berkata " isbal dibawah mata-kaki bagi yang sombong, namun jika tidak sombong maka hukumnya makruh. ini juga nash dari imam syafi'iy. dan dianjurkan pakaian itu sampai batas betis. dan diperbolehkan menurunkannya sampai kedua mata-kaki. dan apa yang ada dibawah mata-kaki maka itu dilarang jika karena sombong. jika tidak sombong maka makruh. karena hadist yang melarang isbal sifatnya mutlaq. maka harus ditaqyid dengan hadits muqoyyad.

Al-Imam An-Nawawi berkata dalam kitab Al-Minhaj Syarah Shohih Muslim juz 14 halaman 62 :

أن الإسبال يكون في الإزار والقميص والعمامة وأنه لايجوز إسباله تحت الكعبين إن كان للخيلاء فإن كان لغيرها فهومكروه وظواهر الأحاديث في تقييدها بالجر خيلاء تدل على أن التحريم مخصوص بالخيلاء وهكذا نص الشافعى على الفرق كماذكرنا وأجمع العلماء على جواز الإسبال للنساء وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم الإذن لهن في إرخاء ذيولهن ذراعا والله أعلم وأما القدر المستحب فيما ينزل إليه طرف القميص والإزار فنصف الساقين كما فى حديث بن عمر المذكور وفي حديث أبي سعيد إزارة المؤمن إلى أنصاف ساقيه لاجناح عليه فيما بينه وبين الكعبين ما أسفل من ذلك فهو في النار فالمستحب نصف الساقين. والجائز بلا كراهة ماتحته إلى الكعبين فما نزل عن الكعبين فهو ممنوع فإن كان للخيلاء فهو ممنوع منع تحريم والافمنع تنزيه وأما الأحاديث المطلقة بأن ماتحت الكعبين في النار فالمراد بها ما كان للخيلاء لأنه مطلق فوجب حمله على المقيد والله أعلم

terjemah :
sesungguhnya isbal ada pada sarung,baju dan imamah. dan tidak boleh isbal sampai dibawah kedua mata-kaki jika karena sombong. namun jika bukan karena sombong maka hukumnya makruh. dan dzohir hadits mutlaq itu harus dikhususkan maknanya dengan hadits muqoyyad. inilah nash dari imam syafi'iy. para ulama sepakat bolehnya isbal bagi seorang wanita karena nabi telah mengizinkan bagi wanita. dan dianjurkan pakaian itu sampai batas betis. dan diperbolehkan menurunkannya sampai kedua mata-kaki. dan apa yang ada dibawah mata-kaki maka itu dilarang jika karena sombong. jika tidak sombong maka makruh. karena hadits ancaman neraka adalah khusus bagi yang sombong dan haditsnya mutlaq. maka wajib dipahami maknanya dengan hadits yang muqoyyad.

Al-Imam Ibnu Qudamah berkata dalam kitab Al-Mughni juz 1 halaman 418 :

ويكره إسبال القميص والإزار والسراويل؛ لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - أمر برفع الإزار. فإن فعل ذلك على وجه الخيلاء حرم، لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: «من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه» . متفق عليه

terjemah :
dan dimakruhkan isbal pakaian, sarung dan celana. karena nabi memerintahkan untuk menaikkan pakaian. jika dilakukan karena sombong maka haram. karena nabi mengatakan barang siapa yang memanjangkan pakaian karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya.

Al-imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam kitab fathul bari yang dinukil oleh Al-imam Ibnu Hajar AL-Asqolani juz 10 halaman 263 :

قال ابن عبد البر : مفهومه أن الجر لغير الخيلاء لا يلحقه الوعيد إلا أن جر القميص وغيره من الثياب مذموم على كل حال.

terjemah : ibnu abdil barr berkata " maksudnya adalah bahwa isbal tanpa sombong tidak termasuk didalamnya ancaman neraka. akan tetapi hal itu termasuk perbuatan tercela.

Selanjutnya kelompok yang ketiga yang mengatakan isbal itu boleh atau mubah :
Al-imam Abu Hanifah berkata dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah yang dinukil oleh ibnu Muflih juz 3 halaman 521 :

قال صاحب المحيط من الحنفية وروي أن أبا حنيفة - رحمه الله - ارتدى برداء ثمين قيمته أربعمائة دينار وكان يجره على الأرض فقيل له أولسنا نهينا عن هذا؟ فقال إنما ذلك لذوي الخيلاء ولسنا منهم، واختار الشيخ تقي الدين - رحمه الله - عدم تحريمه ولم يتعرض لكراهة ولا عدمها

terjemah : berkata shohibul muhit dari kalangan hanafiyah dan diriwaatkan bahwa abu hanifah memanjangkan selendangnya. dan menyeretnya sampai mengenai tanah. kemudian ditanya bukankah kita dilarang? beliau jawab " larangan itu bagi orang yang sombong dan kita bukan orang yang sombong. begitu juga ibnu taimiyah memilih pendapat tidak adanya keharaman dan tidak menganggapnya makruh.

Al-imam Ahmad Bin Hanbal berkata dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah yang dinukil oleh ibnu Muflih juz 3 halaman 521 :

وقال في رواية حنبل: جر الإزار إذا لم يرد الخيلاء فلا بأس به وهذا ظاهر كلام غير واحد من الأصحاب - رحمهم الله

terjemah : berkata imam ahmad "menyeret pakaian jika tidak sombong maka tidak apa-apa. dan ini pendapat beberapa ashab hanabilah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Syarh Umdah Al-Fiqh juz 1 halaman 361 :

ويكره إسبال القميص ونحوه إسبال الرداء وإسبال السراويل والإزار ونحوهما إذا كان على وجه الخيلاء وأطلق جماعة من أصحابنا لفظ الكراهة وصرح غير واحد منهم بان ذلك حرام وهذا هو المذهب بلا تردد. قال أبو عبد الله ( أحمد بن حنبل )لم احدث عن فلان كان سراويله شراك نعله وقال ما أسفل من الكعبين في النار والسراويل بمنزلة الإزار لا يجر شيئا من ثيابه. فأما أن كان على غير وجه الخيلاء بل كان على علة أو حاجة أو لم يقصد الخيلاء والتزين بطول الثوب ولا غير ذلك فعنه أنه لا بأس به وهو اختيار القاضي وغيره وقال في رواية حنبل جر الإزار وإرسال الرداء في الصلاة إذا لم يرد الخيلاء لا بأس به

terjemah : dimakruhkan isbal pakaian, selendang, celana dan sarung jika karena sombong. ada juga yang mengatakan makruh. dan ada juga yang mengatakan haram. dan ini adalah madzhab hanbali. berkata imam ahmad " seorang yang memnjangkan kainya sampai dibawah mata-kaki adalah dineraka. namun jika tidak karena sombong maka tidak apa-apa. dan ini juga pendapat al-qodhi.

Dan juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah yang dinukil oleh ibnu Muflih juz 3 halaman 521 :

واختار الشيخ تقي الدين - رحمه الله - عدم تحريمه ولم يتعرض لكراهة ولا عدمها

terjemah : dan syaikhul islam ibnu taimiyah memilih pendapat tidak adanya keharaman dan tidak menganggapnya makruh.

Al-Imam Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Author juz 2 halaman 132-133 :

وقد عرفت ما في حديث الباب من قوله - صلى الله عليه وسلم - لأبي بكر: " إنك لست ممن يفعل ذلك خيلاء " وهو تصريح بأن مناط التحريم الخيلاء، وأن الإسبال قد يكون للخيلاء، وقد يكون لغيره فلا بد من حمل قوله " فإنها المخيلة " في حديث جابر بن علي أنه خرج مخرج الغالب، فيكون الوعيد المذكور في حديث الباب متوجها إلى من فعل ذلك اختيالا، والقول بأن كل إسبال من المخيلة أخذا بظاهر حديث جابر ترده الضرورة، فإن كل أحد يعلم أن من الناس من يسبل إزاره مع عدم خطور الخيلاء بباله، ويرده ما تقدم من قوله - صلى الله عليه وسلم - لأبي بكر لما عرفت

terjemah : aku telah tahu tentang hadits tersebut ( sesungguhnya kamu bukan termasuk orang yang berbuat sombong) menunjukkan bahwa illat keharaman adalah sifat sombong. karena juga isbal kadang karena sombong dan kadang juga bukan karena sombong. maka ancaman neraka itu adalah bagi yang sombong. adapun yang mengatakan isbal itu semuanya karena sombong maka pendapat ini ditentang oleh hadits abu bakar.

Dalil dalil tentang isbal :

Hadits yang umum atau mutlaq diantaranya :

َعنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda: “Apa saja yang melebihi dua mata kaki dari kain sarung, maka tempatnya di neraka.

Hadits yang muqoyyad diantaranya :

عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ

Dari Salim, dari Ayahnya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat nanti.” Abu Bakar berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku salah seorang yang celaka, kainku turun, sehingga aku selalu memeganginya.” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya kamu bukan termasuk orang yang melakukannya karena kesombongan.
Baca juga: Hukum berbohong demi keutuhan keluarga
Dan sebenarnya masih banyak lagi dalil dalilnya. Intinya para ulama kita berselisih pendapat tentang cara memahami hadits dan cara metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan hukum. Ada yang menggunakan kaidah ushul “ Al-Mutlaq mahmul ‘Alaa AL-Muqoyyad “ dan ada juga yang lebih mengutamakan pakai hadits yang mutlaq dari pada muqoyyad. Lebih jelasnya baca saja langsung di kitab aslinya. Maka akan kita temukan hujjah-hujjah atau dalil-dalil serta alasan-alasan yang digunakan oleh masing-masing ulama.

Intinya memang masalah isbal ini adalah masalah khilafiyah yang didalamnya terdapat ijtihad-ijtihad para ulama dalam memahami nash hadits dan pengambilan hukum (istinbat) . kalo ada ungkapan “ ternyata isbal haram “ kata siapa?? Ya jawabannya adalah kata ulama’ kelompok pertama tadi. Dan jika ada ungkapan “ ternyata isbal boleh “ kata siapa?? Ya kata ulama kelompok ketiga tadi. Silahkan kita menjalankan apa yang menjadi keyakinan yang menurut kita adalah benar dengan merujuk pada aqwal para ulama kita, tanpa ada sikap pengingkaran terhadap yang lain. Semoga Allah Ta’ala memberikan pahala dan dinilai sebagai upaya taqarrub bagi siapa saja yang menaikkan pakaiannya di atas mata kaki atau setengah betis, tanpa harus diiringi sikap merasa paling benar, keras, dan justru sombong karena merasa sudah menjalankan sunah.
Wallahu a’lam.

Fiqih Tentang Memanjangkan Celana

August 14, 2016

Benang merah Dasi - Fiqih tentang memanjangkan celana

APAKAH BENAR MEMAKAI CELANA/ SARUNG DI BAWAH MATA KAKI (ISBHAL) ITU HARAM SEHINGGA WAJIB MEMAKAI CELANA CINGKRANG..?"


Pada dasarnya ...

LARANGAN ISBAL itu jelas, Namun larangan itu tidaklah mutlak seperti yang di tudingkan saudara kita, keharaman jika pemakai sarun/celana di bawah mata kaki itu bertujuan sombong (KHULAYA').

Mari kita simak kajian para Ulama' yang memang ahli Muhaddits tentang ISBAL:

Iman Ibnu Hajar Melarang Isbal jika ada unsur sombong.


ويحرم وهو كبيره إسبال شيء من ثيابه ولو عمامة خيلاء في غير حرب فإن أسبل ثوبه لحاجة كستر ساق قبيح من غير خيلاء أبيح ما لم يرد التدليس على النساء ومثله قصيرة اتخذت رجلين من خشب فلم تعرف ويكره أن يكون ثوب الرجل إلى فوق نصف ساقه وتحت كعبه بلا حاجة لا يكره ما بين ذلك.

Imam Mawardi dalam kitab Al-Inshof juz 1 hal : 473
Mengatakan:

ويكره زيادته إلى تحت كعبيه بلا حاجة على الصحيح من الروايتين وعنه ما تحتهما في النار وذكر الناظم من لم يخف خيلاء لم يكره والأولى: تركه هذا
Dan makruh melebihi sampai bawah mata kaki, tanpa ada hajat menurut pendapat yang shohih..si nadzim menyebutkan jika tidak takut sombong maka TIDAK MAKRUH''

Ibnu Taimiyyah  dalam hal ini bertaqlid dengan pendapat al- Qodhi yang membolehkan ISBAL  jika tanpa khuyala    (sombong): 


وقال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله في شرح العمدة  ص٣٦١ :

(فأما إن كان على غير وجه الخيلاء بل كان على علة أو حاجة أو لم يقصد الخيلاء والتزين بطول الثوب ولا غير ذلك فعنه أنه لا 
بأس به وهو اختيار القاضي وغيره .

Ibnu Tamiyyah berkata dalam kitab Sayrh Umadah;
  ''Adapun jika tidak dengan khuyala (sombong) akan teteapi karena ada alasan atau hajat atau tidak bermakud sombong  dan berhias dengan pakaian panjang dan lainya, maka tidaklah mengapa  dan ini ikhtiyarnya al- Qodhi dan selainya''.

Imam syafi'I sendiri memiliki pendapat lain yang di nukil oleh Iman Nawawi dalam kitab majmu'nya berikut:

لا يجوز السدل في الصلاة ولا في غيرها للخيلاء ، فأما السدل لغير الخيلاء في الصلاة فهو خفيف ؛ لقوله صلى الله عليه وسلم لأبي بكر رضى الله عنه وقال له : إن إزاري يسقط من أحد شقي . فقال لهلست منهم.
''Tidak boleh sadl atau isbal di dalam sholat maupun diluar sholat jika karena sombong. Adapun sadl bukan karena sombong di dalam sholat maka itu dalah Khofif / ringan karena hadits Nabi S.A.W kepada Abu Bakar yang berkata:

 '' Wahai Rosul, sesungguhnya pakainku menyeret ke bumi''.  Maka Nabi menjawab;  ''Kamu bukan karena sombong''.

Hadits dari Ibnu Umar yang di riwayatkan dalam shohih MUSLIM berikut;


من جر إزاره لا يريد بذلك إلا المخيلة فإن الله لا ينظر إليه يوم القيامة.
''Barangsiapa  yang menyeret srungnya, tidak berbuat itu selain sifat sombong, maka allah tidak akan melihatnya di hari kiamat ''. (HR. Muslim).

AL-HASIL
Nash ini sangatlah jelas bahwa ISBAL.(memakai celana / sarung di bawah mata kaki) hukumnya  ''TIDAK HARAM'' Kecuali karena melakukannya  dengan sifat sombong.

dilihat dari sisi yang lain 


TAHQIQUL AQWAL TENTANG MASALAH ISBAL

Jadi begini, setelah saya cek ke kitab masing-masing para ulama, ternyata para ulama' kita telah sepakat mengatakan HARAM jika isbal itu di sertai sifat sombong. Nanti khilafiyahnya adalah ketika orang yang melakukan isbal tapi tidak di sertai  dengan sifat sombong.
Nah, dalam masalah ini para ulama' terbagi menjadi 3 kelompok-kelompok.

    pertama mengatakan isbal hukumnya adalah haram mutlaq.
Baik dia  sombong atau tidak sombong. ini adalah pendapat Al- Imam Ibnu Hajar Al- Asqolani, ibnul Arobiy, Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Al- Utsaimin.

    kedua mengatakan bahwa isbal hukumya makruh.
Dan ini adalah pendapat Al-Imam Ibnu Qudamah daN Al- imam Ibnu Abdil Barr

   ketiga mengatakan bahwa isbal hukumnya mubah atau boleh.
Ini adalah pendapat Al-Imam Abu Hanifah, Al-imam Ahmad Bin Hanbal, Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah dan Al- imam    Asy- Syaukani.

 1. Kita mulai dari  kelompok pertama yaitu ulama'-ulama' yang mengatakan isbal itu Haram secara mutlaq: 

Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniy berkata  dalam kitab fathul bari juz 10 halaman 264 sebagai berikut:

وحاصله أن الإسبال يستلزم جر الثوب وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد اللابس الخيلاء

terjemah; dan hasilnya adalah bahwa isbal itu menyebabkan terseretnya  pakaian dan menyeret pakaian itu menyebabkan sombong. walaupun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud demikian. Ibnul Arobi berkata dalam kitab fathul bari yang di nukili oleh Al- Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniy pada juz 10 halaman 264:


قال بن العربي لا يجوز للرجل أن يجاوز بثوبه كعبه ويقول لا أجره خيلاء لأن النهي قد تناوله لفظا ولا يجوز لمن تناوله اللفظ حكما أن يقول لا أمتثله لأن تلك العلة ليست في فإنها دعوى غير مسلمة بل إطالته ذيله دالة على تكبره اه ملخصا وحاصله أن الإسبال يستلزم جر الثوب وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد اللابس الخيلاء

terjemah; bekata Ibnu Arobi'' tidak boleh bagi seorang laki-laki memanjangkan pakaiannya sampai mata-kaki sambil mengatakannya saya tidak memanjangkanya karena sombong. karena larangan itu mencakup lafadz yang di ucapkan, dan hasilnya adalah bahwa isbal itu menyebabkan terseretnya pakaian itu menyebabkan sombong. Walaupun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud demikian.
 Syaikh Bin Bazz berpendapat di dalam majalatul buhuts Al- Islamiyah juz 33 halaman 133:

 
والأحاديث في هذا المعنى كثيرة ، وهي تدل على تحريم الإسبال مطلقا ، ولو زعم صاحبه أنه لم يرد التكبر والخيلاء ؛ لأن ذلك وسيلة للتكبر ، ولما في ذلك من الإسراف وتعريض الملابس للنجاسات والأوساخ ، أما إن قصد بذلك التكبر فالأمر أشد والإثم أكبر

terjemah: hadits-hadits dalam hal ini sangat banyak sekali. dan semuanya menunjukan haramnya isbal secara mutlaq. Walaupun yang bersangkutan tidak berniat sombong atau takabbur. Karena hal itu bisa menyebabkan sebagai wasilah takabbur. Dan adanya sifat berlebih-lebihan dan bisa kena najis atau kotoran. Adapun bagi yang benar-benar berniat  sombong maka sudah jelas lebih berat dosanya. Syaikh Al- Utsaimin berpendapat dalam kitab Syarhul Mumti' juz 2 halaman 154:


وأما المحرَّم لوصفه: فكالثوب الذي فيه إسبال، فهذا رَجُل عليه ثوب مباح من قُطْنٍ، ولكنَّه أنزله إلى أسفلَ من الكعبين، فنقول: إن هذا محرَّم لوَصْفه؛ فلا تصحُّ الصَّلاة فيه؛ لأنه غير مأذونٍ فيه، وهو عاصٍ بِلُبْسه، فيبطل حُكمه شرعاً، ومن عَمِلَ عملاً ليس عليه أمرُنا فهو رَدٌّ

terjemah; Adapun sesuatu yang haram karena sifatnya adalah seperti pakaian isbal.seseorang laki- laki yang menurunkan pakaiannya sampai kedua mata kaki  maka hal ini termasuk perbuatan yang haram di lakukan barang. Barang siapa yang mengamalkan sesuatu amaln yang bukan dari agama maka itu tertolak.


2. Kemudian kelompok yang kedua yang mengatakan isbal itu makruh di antaranya: Al-Imam Asy- Syafi'iy berkata dalam kitab Fathul baari yang di nukili oleh Al-Imam Ibnu Hajar Al- Asqolani juz 10 halaman 263:


وقال النووي الإسبال تحت الكعبين للخيلاء فإن كان لغيرها فهو مكروه وهكذا نص الشافعي على الفرق بين الجر للخيلاء ولغير الخيلاء قال والمستحب أن يكون الإزار إلى نصف الساق والجائز بلا كراهة ما تحته إلى الكعبين وما نزل عن الكعبين ممنوع منع تحريم إن كان للخيلاء وإلا فمنع تنزيه لأن الأحاديث الواردة في الزجر عن الإسبال مطلقة فيجب تقييدها بالإسبال للخيلاء انتهى والنص الذي أشار إليه ذكره البويطي في مختصره عن الشافعي

terjemah: Imam nawawi berkata: isbal dibawah mata-kaki bagi yang sombong. namun jika tidak sombong maka hukumnya makruh. ini juag nash dari Imam Syafi'iy dan di anjurkan pakaian itu sampai  batas betis. Dan di perbolehkan menurunkannya sampai kedua mata kaki dan ada yang di bawah mata kaki maka itu di larang jika karena sombong maka makruh. Karena hadits yang melarang isbal sifatnya mutlaq. Maka harus ditaqyid dengan hadits muqoyyad.  Al- Imam An-Nawawi berkata dalam kitab Al- Minhaj Syarah Shohih Muslim juz 14 halaman 62;


أن الإسبال يكون في الإزار والقميص والعمامة وأنه لايجوز إسباله تحت الكعبين إن كان للخيلاء فإن كان لغيرها فهومكروه وظواهر الأحاديث في تقييدها بالجر خيلاء تدل على أن التحريم مخصوص بالخيلاء وهكذا نص الشافعى على الفرق كماذكرنا وأجمع العلماء على جواز الإسبال للنساء وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم الإذن لهن في إرخاء ذيولهن ذراعا والله أعلم وأما القدر المستحب فيما ينزل إليه طرف القميص والإزار فنصف الساقين كما فى حديث بن عمر المذكور وفي حديث أبي سعيد إزارة المؤمن إلى أنصاف ساقيه لاجناح عليه فيما بينه وبين الكعبين ما أسفل من ذلك فهو في النار فالمستحب نصف الساقين. والجائز بلا كراهة ماتحته إلى الكعبين فما نزل عن الكعبين فهو ممنوع فإن كان للخيلاء فهو ممنوع منع تحريم والافمنع تنزيه وأما الأحاديث المطلقة بأن ماتحت الكعبين في النار فالمراد بها ما كان للخيلاء لأنه مطلق فوجب حمله على المقيد والله أعلم

terjemah: sesungguhnya isbal ada pada sarung, baju dan imamah. dan tidak boleh isbal sampai di bawah kedua mata kaki jika karena sombong maka hukumnya makruh. dan dzohir hadits mutlaq itu harus di khususkan makanya dengan hadits maqoyyad . Inilah nash dari Imam Syafi'iy pada ulama sepakat bolehnya isbak bagi seorang wanita karena nabi telah mengizinkan bagi wanita. Dan di anjurkan pakaian itu sampai batas betis , dan di perbolehkan menurunkannya  sampai kedua mata kaki .dan apa yang ada di bawah mata-kaki maka itu di larang jika karena sombong. jika tidak sombong maka makruh, karena hadits ancaman neraka adalah khusus bagi yang sombong dan haditsnya mutlaq. Maka wajib di pahami maknanya dengan hadits yang muqoyyad.


Al-Imam Ibnu Qudamah berkata dalam kitab Al- Mughni juz 1 halaman 418;


ويكره إسبال القميص والإزار والسراويل؛ لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - أمر برفع الإزار. فإن فعل ذلك على وجه الخيلاء حرم، لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: «من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه» . متفق عليه

terjemah: dan di makruhkan isbal pakaian, sarung dan celana karena Nabi memerintahkan untuk menaikkan pakaian. jika di lakukan karena sombong maka haram. Karena Nabi mengatakan barang siapa memanjangkan pakaian sombong maka allah tidak akan melihatnya . Al-Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam kitab fathul barri yan di nukili oleh Al-Imam Ibnu Hajar Al- Asqolani juz 10 halaman 263:

 
قال ابن عبد البر : مفهومه أن الجر لغير الخيلاء لا يلحقه الوعيد إلا أن جر القميص وغيره من الثياب مذموم على كل حال

terjemah; Ibnu Abdil Barr berkata: '' maksudnya adalah bahwa isbal tanpa sombong tidak termasuk didalamnya ancaman neraka. Akan tetapi hal itu termasuk perbuatan tercela.


3.   Selanjutanya kelompok yang ketiga yang mengatakan  isbal itu boleh atau mubah: Al-Imam  Abu Hanifah berkata  dalam kitab Al- Adab Asy- Syari'iyahyang dinukili oleh Ibnu Mufilih juz 3 halaman 521:


قال صاحب المحيط من الحنفية وروي أن أبا حنيفة - رحمه الله - ارتدى برداء ثمين قيمته أربعمائة دينار وكان يجره على الأرض فقيل له أولسنا نهينا عن هذا؟ فقال إنما ذلك لذوي الخيلاء ولسنا منهم، واختار الشيخ تقي الدين - رحمه الله - عدم تحريمه ولم يتعرض لكراهة ولا عدمها

terjemah : berkata sohibul muhit dari kalangan hanafiyah dan di riwayatkan bahwa Abu hanifah memanjangkan selendangnya. dan menyeretnya sampai mengenai ketanah kemudian di tanya bukankah kita di larang..? beliau menjawab "larangan itu bagi orang yang sombong dan kita bukan orang yang sombong. Begitu juga dengan Ibu Taimiyah  memilih pendapat  tiadak adanya keharaman dan tidak menganggapnya makruh.
 Al- Imam Ahmad Bin Hanbal berkata dalam  kitab Al-Adab Asy- Syari'iyah yang di nukili oleh Ibnu Mufih juz 3 halaman 521:


:وقال في رواية حنبل: جر الإزار إذا لم يرد الخيلاء فلا بأس به وهذا ظاهر كلام غير واحد من الأصحاب - رحمهم الله


terjemaj: berkata Imam Ahmad" Menyeret pakaiana jika tidak sombong maka tidak apa-apa. dan ini pendapat Ashab Hanabilah .
 Syaikuh Islam Ibnu Tamiyah berkata dalam kitab Syarh Umadah Al- Fiqh juz 1 halaman 361:

 
ويكره إسبال القميص ونحوه إسبال الرداء وإسبال السراويل والإزار ونحوهما إذا كان على وجه الخيلاء وأطلق جماعة من أصحابنا لفظ الكراهة وصرح غير واحد منهم بان ذلك حرام وهذا هو المذهب بلا تردد. قال أبو عبد الله ( أحمد بن حنبل )لم احدث عن فلان كان سراويله شراك نعله وقال ما أسفل من الكعبين في النار والسراويل بمنزلة الإزار لا يجر شيئا من ثيابه. فأما أن كان على غير وجه الخيلاء بل كان على علة أو حاجة أو لم يقصد الخيلاء والتزين بطول الثوب ولا غير ذلك فعنه أنه لا بأس به وهو اختيار القاضي وغيره وقال في رواية حنبل جر الإزار وإرسال الرداء في الصلاة إذا لم يرد الخيلاء لا بأس به

Terjemah; dimakruhkan isbal pakaian, selendang, celana dan sarung jika karena sombong. ada juga yang mengatakan makruh dan ada juga yang mengatakan haram. dan ini adalah madzhab  hanbali. Berkata Imam Ahmad "seorang yang memanjangkan kaianya  sampai di bawah mata kaki adalah di neraka. Namun jika karena tidak sombong maka tidak apa-apa dan ini juga pendapat Al-qodhi. Dan juga Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah oleh Ibnu Mufilih juz 3 halaman 521:


واختار الشيخ تقي الدين - رحمه الله - عدم تحريمه ولم يتعرض لكراهة ولا عدمها

terjemah: dan Syaikhus Islam Ibnu Tamiyah memilih pendapat tidak adanya keharaman dan tidak mengagapnya makruh.

 Al-Imam Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Author juz 2 halaman 132-133:

وقد عرفت ما في حديث الباب من قوله - صلى الله عليه وسلم - لأبي بكر: " إنك لست ممن يفعل ذلك خيلاء " وهو تصريح بأن مناط التحريم الخيلاء، وأن الإسبال قد يكون للخيلاء، وقد يكون لغيره فلا بد من حمل قوله " فإنها المخيلة " في حديث جابر بن علي أنه خرج مخرج الغالب، فيكون الوعيد المذكور في حديث الباب متوجها إلى من فعل ذلك اختيالا، والقول بأن كل إسبال من المخيلة أخذا بظاهر حديث جابر ترده الضرورة، فإن كل أحد يعلم أن من الناس من يسبل إزاره مع عدم خطور الخيلاء بباله، ويرده ما تقدم من قوله - صلى الله عليه وسلم - لأبي بكر لما عرفت

terjemah; Aku telah tahu tentang hadits tersebut (sesunguhnya kamu bukan termasuk orang yang berbuat sombong) menunjukan bahwa illat keharaman adalah sifat sombong. karena juga isbal  kadang karena sombong dan kadang juga bukan karena sombong. maka ancaman neraka adalah bagi orang yang sombong. adapun yang mengatakan isbal itu semuanya karena sombong maka pendapat ini di tentang oleh hadits Abu Bakar.


Dalil - dalil tentang isbal:

Hadits yang umum atau mutlaq diantaranya:


:َعنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ


Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Beliau bersabda: '' Apa saja yang melebihi dua mata kaki dari kain sarung, maka tempatnya di neraka, Hadits yang muqoyyah diantaranya:


عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ

Dari salim, dari ayahnya, Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda:  " Barang siapa yang menjulurkan pakaiannya  dengan sombong maka allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat nanti. " Abu Bakar berkata. '' Wahai Rasulallah, sesunguhnya aku salah seorang yang celaka, kainku turun, sehingga aku selalu memeganginya . ''Maka Nabi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda ; '' Sesunguhnya kamu bukan termasuk orang yang melakukan nya karena kesombongan dan sebenarnya masih banyak lagi dalil-dalilnya.

Intinya para ulama kita berselisih pendapat tentang cara memahami hadits  dan cara metode yang di gunakan dalam mengambil kesimpulan hukum.


ada yang menggunakan kaidah ushul " Al- Mutalaq mahmul 'Alaa AL- Muqoyyad'' dan ada juga yang lebih mengutamakan pakai hadits yang mutaq dari pada muqoyyad.

Lebih jelasnya baca saja di kitab aslinya maka akan kita temukan hujjah-hujjah atau dalil-dalil serta al;asan-alasan yang di gunakan oleh masing-masing ulama'
 Intinya memang masalah isbal ini adalah masalah khilafiyah yang di dalamnya terdapat ijtihad -ijtihad para ulama dalam memahami nash hadits  dan pengambilan hukum  (istinbat).

Kalau ada ungkapan "ternyata isbal haram'' kata siapa?? ya jawabnya adalah kata ulama'  kelompok pertama tadi.

Dan jika ada ungkapan, " ternyata isbal boleh" kata siapa ?? ya kata ulama kelompok ketiga tadi.



silahkan kita menjalankan yang menjadi keyakinan yang menurut kita adalah benar dengan merujuk pada aqwal para ulama kita tanpa ada sikap pengingkaran terhadap yang lain.

semoga Allah Ta'ala memberikan pahala dan di nilai sebagai upaya taqarrub bagi siapa saja yang menaikan pakaiannya di atas mata kaki atau setengah betis , tanpa harus diiringi sikap merasa palaing benar, keras, dan justru sombong karena merasa sudah menjalankan sunah.


  
 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes