KAJIAN KITAB

AZWAJA

ASBABUN NUZUL

Latest Updates

Showing posts with label USHUL FIQIH. Show all posts
Showing posts with label USHUL FIQIH. Show all posts

Penjelasan Fiqih Tentang Mengapa Tak Langsung Menuju ke Al-Qur'an dan As Sunnah

June 07, 2017

BenangmerahDasi -USHUL FIQIH [tentang merujuk ke Al-qur'an dan As-shunah]

Ushul Fiqih
No: 00247
Hallo Benangmerah
WA: 081384451265

PERTANYAAN
MENGAPA TAK LANGSUNG MERUJU' KE AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH ?

JAWABAN
Imam Ibnu Qudamah menjawab:

ولو خالفه كتاب أو سنة علم أن ذلك منسوخ، أو متأول؛ لكون الإجماع دليلًا قاطعًا، لا يقبل نسخًا ولا تأويلًا

“kalau ijma’ itu menyelisihi Al-Quran dan Sunnah, berarti ayat dan hadits itu telah di mansukh, atau dita’wil (dimaknai berbeda dengan teks zahirnya); karena ijma’ adalah dalil yang qath’iy (pasti), yang tidak bisa menerima naskh (penghapusan) atau juga ta’wil (penafsiran)”
[Raudhoh An-Nadzir 2/389 ]
Baca juga: Ilmu fiqih menyikapi 'Urf atau tradisi
Jelas Imam Ibnu Qudamah menjelaskan, bahwa yang pertama dilihat ijma’, barulah kalau memang tidak ada ijma’ di dalamnya, seorang mujtahid meneliti Al-Quran dan Sunnah mutawatirah. Nabi SAW bersabda:

لن تجتمع أمتى على الضلالة أبدا فعليكم بالجماعة

“Umatku tidak akan pernah bersepakat dalam kesesatan selamanya, maka ikutlah pada kesepakat Jemaah itu”
[Hadits riwayat Al-Thabrani dalam Al-Mu’jam ]
Jadi kalau memang sudah ada kesepakatan para ulama madzhab fiqih dalam suatu masalah, bahkan sudah mencapai ijma’, tidak perlu repot-repot lagi bertanya, "Bagaimana menurut tuntunan qur'an dan sunnah Nabi?".
Oleh: Isnan anshory Lc.

Ilmu Fiqih Menyikapi 'Urf Aatau Tradisi

April 24, 2017

BenangmerahDasi -Ushul fiqih

USHUL FIQIH
No: 00171
Hallo benangmerah
Wa: 081384451265
[tentang urf atau kebiasaan]

PERTANYAAN
BAGAIMANA ILMU FIQIH MENYIKAPI 'URF ATAU TRADISI

JAWABAN

Pengertian
1. Bahasa
Secara bahasa, kata al-'urf (العُرْف) bermakna al-khairu (الخيْر), al-ihsanu (الإحسان), dan ar-rifqu (الرِّفْق), yang semuanya bermakna kebaikan.
2. Istilah
Sedangkan secara istilah, al-'urf bermakna :

ما اعْتاد النّاسُ وسارُاوا عليْهِ فِي أُمُورِ حياتِهِمْ ومُعاملاتِهِمْ مِنْ قوْلٍ أوْ فِعْلٍ أوْ ترْكٍ

Apa yang menjadi kebiasaan manusia dan mereka melawati kehidupan dan muamalat mereka dengan hal itu, baik berupa perkataan, perbuatan atau hal yang ditinggalkan.
Dan terkadang al-‘urf ini juga disebut al-‘adah (العادة), atau kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat tertentu.
Ada juga definisi al-urf yang lain, misalnya :

ما اسْتقرّ فيِ النُّفُوسِ مِنْ جِهّةِ العُقُولِ و تلقّتْهُ الطِّباعُ السّلِيْمةُ بِالقبُولِ

Apa-apa yang menempati jiwa dari segi logika dan diterima oleh tabiat yang sehat.
3. Antara Urf dengan Adat
Antara Urf dengan adat istiadat ada persamaan namun juga ada perbedaan.
Adat memiliki cakupan makna yang lebih luas. Adat dilakukan secara berulang-ulang tanpa melihat apakah adat itu baik atau buruk.

Adat mencakup kebiasaan pribadi, seperti kebiasaan seorang dalam tidur jam sekian, makan danmengkonsumsi jenis makanan tertentu.

Adat juga muncul dari sebab alami, seperti cepatnya anak menjadi baligh di daerah tropis, cepatnya tanaman berbuah di daerah tropis. Adat juga bisa muncul dari hawa nafsu dan kerusakan akhlak, seperti suap, pungli dan korupsi. “Korupsi telah membudaya, terjadi berulang-ulang dan dimana-mana”.Sedangkan ‘urf tidak terjadi pada individu. ‘Urf merupakan kebiasaan orang banyak.
Kebiasaan mayoritas suatu kaum dalam perkataan atau perbuatan. Urf bagian dari ‘adat, karena adat lebih umum dari ‘urf. Suatu ‘urf harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu bukan pada pribadi atau golongan.

‘Urf bukan kebiasaan alami, tetapi muncul dari praktik mayoritas umat yang telah mentradisi. Misalnya harta bersama, konsinyasi, urbun dan lainnya.
B. Kedudukan Urf

Para ulama sepakat bahwa 'urf shahih dapat dijadikan dasar dalam menetapkan hukum yang berkaitan dengan mu’amalah dan selama tidak bertentangan dengan syara'.
Demikian pula ketika syariat menetapkan suatu ketentuan secara mutlak tanpa pembatasan dari nash itu sendiri maupun dari segi penggunaan bahasa.

Seperti ulama Malikiyah terkenal dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah,
Demikian pula ulama Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan dasar hujjah.

Imam Syafi'i terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda pada waktu beliau masih berada di Mekkah (qaul qadim) dengan setelah beliau berada di Mesir (qaul jadid).
Hal ini menunjukkan bahwa ketiga madzhab itu berhujjah dengan 'urf shahih khash.
Baca juga: Hukum memanggil dengan bukan nama aslinya menurut aqidah Islam
C. Kaidah Fiqhiyah Terkait Dengan Urf
Atas dasar itulah para ahli ushul fiqih membuat Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan 'urf, antara lain

1. Kaidah Pertama

العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
"Adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai landasan hukum."

2. Kaidah Kedua

لاَيُنْكَرُ تَغَيُّرُ الْحُكْمِ بِتَغَيُّرِ الأَمْكِنَةِ وَالأَزْمَانِ
"Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan hukum (berhuhungan) dengan perubahan tempat dan masa."

3. Kaidah Ketiga

كُلُّ مَا وَرَدَ بِهِ الشَّرْعُ مُطْلَقًا وَلاَظَابِطَ لَهُ فِيْهِ وَلاَ اللُّغَةَ يُرْجَعُ فِيْهِ إِلَى الْعُرْفِ
“Setiap ketentuan yang diterangkan oleh syara’ secara mutlak dan tidak ada pembatasnya dalam syara da tidak ada juga dalam ketentuan bahasa, maka ketentuan itu dikembalikan kepada ‘urf”

D. Pembagian Jenis Urf dan Beberapa Contohnya
Para ulama membagi urf menjadi dua macam, yaitu urf yang bersifat perkataan (qauli) dan yang bersifat perbuatan (amali).

1. Urf Qauli
Urf Qauli adalah ungkapan atau perkataan tertentu yang sudah dianggap lazim memiliki makna tertentu oleh suatu masyarakat. Dimana boleh jadi untuk masyarakat yang lain yang urfnya berbeda, maknanya bisa saja berbeda.
a. Dirham untuk Uang
Sebagai contoh, pada masyarakat tertentu sudah menjadi urf kalau menyebut dirham berarti maksudnya adalah uang.
b. Dabbah untuk Hewan Berkaki Empat
Di masyarakat tertentu makna daabbah (دابة) hanya terbatas pada hewan yang berkaki empat. Padahal secara makna bahasa, daabbah adalah segala hewan yang melata di atas bumi, termasuk ayam, ular dan lainnya.
c. Tha'am dan Burr
Ibnu Abidin menyebutkan bahwa di antara contoh urf qauli adalah ketika orang Arab kata tha'am (طعام), maka yang dimaksud bukan sekedar makanan, tetapi burr (بر), yaitu gandum.
Sedangkan ketika mereka menyebut lahm (تحم) maka yang dimaksud bukan sedekar daging melainkan daging kambing.
d. Dalam Perceraian
Sebagaimana kita tahu bahwa lafadz talak itu ada dua macam, sharih dan kina’i. Lafadz sharih adalah lafadz yang secara tegas menyebutkan kata talak atau yang searti dan tidak bisa diterjemahkan selain talak.

Selangkan lafadz kina’i adalah lafadz yang sifatnya sindiran, atau bahasa yang diperhalus sedemikian rupa, sehingga masih bisa ditafsirkan menjadi lain.
Misalnya ketika suami berkata kepada istrinya,”Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu”. Kalimat ini masih bersayap, bisa bermakna cerai dan bisa bermakna bukan cerai.

Dalam hal ini, apakah kalimat ini bermakna cerai atau tidak, tergantung dari ‘urf yang lazim dikenal di suatu masyarakat. Bila masyarakat di suatu tempat sudah menganggapnya kalimat itu adalah cerai, maka jatuhlah talak kepada istri. Dan bila urf di masyarakat itu tidak bermakna cerai, maka belum jatuh talak.

2. Urf Amali

Sedangkan urf amali adalah perbuatan-perbuatan tertentu yang telah menjadi kebiasaan di tengah masyarakat dan dianggap lazim dan sah secara hukum.
a. Jual Beli Tanpa Lafadz Akad

Di antara contoh urf amali yang berkembang di tengah masyarakat adalah akad transaksi yang tidak lewat lafadz perkataan, namun kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli, telah bersepakat dan saling rela untuk bertransaksi.

Padahal kalau kembali kepada rukun jual-beli, seharusnya penjual berkata,"Saya jual barang ini kepada Anda dengan harga sekian", lalu pembeli harus menjawab dengan lafadz,"Saya beli barang ini dengan harga sekian, tunai".
Namun akad dengan lafadz ini nyaris tidak digunakan oleh kebanyakan orang di masa sekarang ini, khususnya untuk jual-beli yang ringan nilainya.

Akad jual-beli seperti ini dalam ilmu fiqih muamalat disebut dengan akad mu'athah (معاطاه).
b. Mahar Muqaddam dan Muakhkhar
Di negeri Arab umumnya dikenal urf yang boleh jadi di negeri kita tidak dikenal, yaitu mahar atau mas kawin dibagi menjadi dua macam, yaitu muqaddam dan muakkhar.
Mahar muqaddam adalah mahar yang diberikan di awal perkawinan dan mahar muakhkhar diberikan kemudian.
Baca juga: Penjelasan Qoilullah dan hukumnya
E. Urf Aam dan Urf Khash

a. 'Urf Aam
Urf 'Aam 'urf yang berlaku pada suatu tempat, masa dan keadaan, seperti memberi hadiah (tip) kepada orang yang telah memberikan jasanya kepada kita, mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah membantu kita dan sebagainya.
Pengertian memberi hadiah di sini dikecualikan bagi orang-orang yang memang menjadi tugas kewajibannya memberikan jasa itu dan untuk pemberian jasa itu, ia telah memperoleh imbalan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti hubungan penguasa atau pejabat dan karyawan pemerintah dalam urusan yang menjadi tugas kewajibannya dengan rakyat/masyarakat yang dilayani, sebagai mana ditegaskan oleh Hadits Nabi Muhammad SAW:

مَنْ شَفَعَ لأَخِيْهِ شَفَاعَةً فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً فَقَبِلَهَا فَقَدْ أَبَى بَابًا عَظِيْمًا مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا
"Barangsiapa telah memberi syafa'at (misalnya jasa) kepada saudaranya berupa satu syafa'at (jasa), maka orang itu memberinya satu hadiah lantas hadiah itu dia terima, maka perbuatannya itu berarti ia telah mendatangi/memasuki satu pintu yang besar dari pintu-pintu riba. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Hadits ini menjelaskan hubungan penguasa/sultan dengan rakyatnya.

b. 'Urf Khash
Ialah 'urf yang hanya berlaku pada tempat, masa atau keadaan tertentu saja. Seperti mengadakan halal bi halal yang biasa dilakukan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam pada setiap selesai menunaikan ibadah puasa bulan Ramadhan, sedang pada negara-negara Islam lain tidak dibiasakan.

F. Urf Shahih dan Urf Fasid

Para ulama sepakat membagi ‘urf ini menjadi dua macam, yaitu ‘urf yang shahih dan yang fasid.

1. ‘Urf Yang Shahih
‘Urf yang shahih adalah yang tidak menyalahi ketentuan akidah dan syariah serta akhlaq yang islami.
Contoh ‘urf yang sesuai dengan syariah Islam adalah kebiasaan masyarakat jahiliyah sebelum masa kenabian untuk menghormati tamu, dengan memberi mereka pelayanan makan, minum dan tempat tinggal. Semua itu ternyata juga dibenarkan dan dihargai di dalam syariat Islam.
Maka para ulama sepakat mengatakan bahwa ‘urf yang seperti itu dilestarikan dan tidak dihapus, karena sesuai dengan ajaran Islam.

2. ‘Urf Yang Fasid
Al-‘Urf yang fasid adalah lawan dari yang shahih, yaitu al-‘urf yang jelas-jelas menyalahi teks syariah dan kaidah-kaidahnya.
Di masa Rasulullah SAW, ‘urf seperti ini misalnya kebiasaan buruk seperti berzina, berjudi, minum khamar, makan riba dan sejenisnya.
Para ulama sepakat untuk mengharamkan ‘urf seperti ini, dan mengenyahkannya dari kehidupan kita.

G. Syarat- ‘Urf Diterima Sebagai Dalil

Agar sebuah urf bisa diterima sebagai dalil dalam pengambilan hukum, para ulama menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Di antara syarat-syarat itu antara lain :

1. Tidak Bertentangan Dengan Nash
Syarat pertama bahwa urf itu tidak boleh secara langsung bertentangan dengan nash syariah.
Misalnya kebiasaan buruk di tengah masyarakat untuk melakukan riba dan renten, tentu tidak bisa diterima sebagai ‘urf yang menjadi dalil.

2. Mengandung Maslahat
Syarat ketiga adalah bahwa urf tersebut mengandung banyak maslahat bagi masyarakat.
Misalnya, urf atau kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat bahwa penjual dan pembeli tidak harus saling bercakap-cakap secara langsung dalam akad jual-beli. Namun cukup dengan kode atau isyarat saja, asalkan keduanya sama-sama paham dan mengerti serta saling bersepakat, maka hakikat akad jual-beli sudah dianggap sah.

Sebab kalau setiap akad jual-beli harus dilakukan dengan mengucapkan lafadz ijab dan kabul, tentu akan merepotkan. Bayang seorang kasir di mini market yang melayani ratusan pembeli dalam sehari. Kalau tiap pembeli membeli rata-rata 10 item, kita tidak membayangkan bagaimana mulut kasir akan berbusa.

3. Berlaku Pada Orang Banyak
Syarat ketiga adalah bahwa urf itu berlaku pada banyak orang, dalam arti semua orang memang mengakui dan menggunakan urf tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kalau urf itu hanya berlaku pada sebagian kecil dari masyarakat, maka urf itu tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum.

4. Sudah Berlaku Lama
Syarat yang keempat bahwa urf itu harus sudah menjadi kebiasaan yang berlaku secara kurun waktu yang lama. Dalam kata lain urf itu eksis pada masa-masa sebelumnya dan bukan yang muncul kemudian.

5. Tidak Bertentangan Dengan Syarat Dalam Transaksi
Syarat terakhir bahwa urf itu tidak bertentangan dengan syarat transaksi yang sudah baku dalam hukum fiqih muamalat.

Hukumnya Mandi di Kolam Renang dengan hanya memakai celana pendek

April 19, 2017

BenangmerahDasi 
-Fiqih bab aurat (mandi di kolam renang dengan hanya memakai celana pendek)

Fiqih bab aurat
Hallo Benangmerah
WA:081384451265


DESKRIPSI
[MANDI DI KOLAM RENANG]

Asyiknya rame-rame ternyata tidak hanya saat kita nonkrong saja bahkan dalam mandipun rame-rame merupakan satu hal yang mengasyikkan, namun tanpa kita sadari saat kita sedang mandi dipemandian umum tak sedikit kita jumpai hanya memakai celana pendek hingga tampaklah sebagian aurat kita.

PERTANYAAN

bagaimana hukumnya mandi dikolam renang dengan hanya memakai celana pendek?

JAWAB:

Haram, dan berhak untuk di takzir sesuai dengan keadaan.
Ref: kifayatul akhyar juz 1 hal,47

كفاية الاخيار ج ١ ص ٤٧ : (فرع) يحرم على الشخص ان يغتسل بحضرة الناس مكشوف العورة ويعزر على ذلك تعزيرا يليق بحاله ويحرم على الحاضرين اقراره على ذلك ويجب عليهم الانكار عليه فان سكتوا اثموا وعزروا ويجوز ذلك فى الخلوة والستر افضل لان الله سبحانه احق ان يستحيا منه

Karena hal ini sering terjadi bahkan tanpa kita sadari kita juga ikut berdosa ketika melihat kejadian ini.
Baca juga: Penjelasan Qoilullah (tidur siang) dan hukumnya
sebagai solusi.
1. Dinas pariwisata diharapkan menghimbau kepada pariwisata (kolam renang) untuk menyediakan atau menyewakan baju renang yg bisa menutup aurat.
2. Bagi yang mau renang, ya silahkan anda renang, karena renang juga salah satu jenis olah raga yg menyehatkan badan. namun juga perlu diperhatikan, tutuplah aurat kalian, biar aman dari mata jelalatan.
dirangkum oleh :
pak Sholeh ID [PCNU NGAWI]

Penjelasan Qoilullah dan Hukumnya

April 11, 2017

BenangmerahDasi - Fiqih serba-serbi [tentang tidur siang]

Fiqih serba-serbi
No : 00160
Hallo Benangmerah
WA: 081384451265

PERTANYAAN

PENGERTIAN QOILULAH DAN BAGAIMANA HUKUMNYA..?

 [TIDUR SIANG ATAU ISTIRAHAT SIANG]

Yang anda maksud adalah qoilulah (قيلولة). Qoilulah menurut Al-Fayumi dalam Al-Misbah Al-Munir adalah:

قال يقيل قيلاً وقيلولة: نام نصف النهار، والقائلة وقت القيلولة

Artinya:
Qoilulah adalah tidur tengah hari. Kata "Qoilah" adalah waktu qoilulah.

Al-Shan'ani dalam Subulussalam menjelaskan arti qailulah:

المقيل والقيلولة: الاستراحة نصف النهار، وإن لم يكن معها نوم

Artinya:
Istirahat di tengah hari walaupun tidak disertai tidur.

Ulama fiqih berbeda pendapat tentang ketentuan waktu tengah hari yang dimaksud dalam qailulah.
Sebagian menyatakan sebelum tergelincir matahari (sebelum Zhuhur) sebagian yang lain menyatakan setelah tergelincir matahari (setelah adzan Zhuhur).

Syarbini Al-Khotib menyatakan:

هي النوم قبل الزوال

Artinya:
Qoilulah adalah tidur sebelum tergelincir matahari atau sebelum masuk waktu Zhuhur.

Al-Manawi menyatakan:

النوم وسط النهار عند الزوال وما قاربه من قبل أو بعد.

Artinya:
Qailulah adalah tidur tengah hari saat tergelincir matahari dan waktu yang mendekati baik sebelum atau sesudahnya.

Badr Al-Aini menyatakan:

القيلولة معناها النوم في الظهيرة..

Artinya:
Makna qailulah adalah tidur saat tengah hari.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa qoilulah itu adalah istirahat sebentar
- baik dengan tidur (Inggris: taking nap) atau tidak
- yang dilakukan sebelum atau sesudah waktu zhuhur.

HUKUM QOILULAH (TIDUR SIANG ATAU ISTIRAHAT SIANG)

Melakukan qoilulah hukumnya sunnah menurut mayoritas ulama.
Berdasarkan sabda Nabi dalam sebuah hadits sahih riwayat Bukhari:

ما كنا نقيل ولا نتغذى إلا بعد الجمعة في عهد النبي صلى الله عليه وسلم

Artinya:
Kami tidak pernah melakukan qoilulah atau makan siang kecuali setelah Jumat pada masa Rasulullah.

Baca juga: Hukum memanggil seseorang dengan bukan namanya (julukan) menurut Aqidah
Juga berdasarkan hadits hasan riwayat Abu Dawud dan Abu Nuaim sbb:

قيلوا فإن الشياطين لا تقيل

Artinya:
Lakukan qoilulah karena setan tidak melakukannya.

Khatib Al-Syarbini dalam Al-Iqnak fi Alfadzi Abi Syujak, menyatakan:

يسن للمتهجد القيلولة، وهي: النوم قبل الزوال، وهي بمنزلة السحور للصائم

Artinya:
Sunnah qoilulah bagi pelaku shalat tahajud. Qoilulah adalah tidur sebelum zhuhur. Ia sama dengan sahur bagi orang yang puasa.


Hukum Memanggil Dengan Bukan Nama Aslinya Menurut Aqidah Islam

January 16, 2017

BenangmerahDasi - Aqidah dan Akhlaq (Memanggil dengan buakn nama aslinya)

Aqidah dan Akhlak
No: 00187
Pertanyaan:
Bolehkah memanggil nama seseorang bukan dengan nama aslinya.?

Jawaban
Larangan memberikan julukan (panggilan/laqab) dengan panggilan yang tidak disukai pemiliknya.

 
باب النهي عن الألقاب التي يكرهها صاحبهاقال الله تعالى : { ولا تنابزوا بالألقاب } [ الحجرات : 11 ] واتفق العلماء على تحريم تلقيب الإنسان بما يكره سواء كان له صفة كالأعمش والأجلح والأعمى والأعرج والأحول والأبرص والأشج والأصفر والأحدب والأصم والأزرق والأفطس والأشتر والأثرم والأقطع والزمن والمقعد والأشل أو كان صفة لأبيه أو لأمه أو غير ذلك مما يكره . واتفقوا على جواز ذكره بذلك على جهة التعريف لمن لا يعرفه إلا بذلك . ودلائل ما ذكرته كثرة مشهورة حذفتها اختصارا واستغناء بشهرتهاFirman Allah Swt ;

''Dan Janganlah kalian memanggil panggilan dengan gelar-gelar yang buruk''.
(Al-Hujurat; 11)

Para Ulama telah sepakat, atas keharaman memberi julukan kepada seseorang dengan julukan yang tidak disukainya, baik yang berupa sifat.

Seperti:
-Al- A'asy  (pincang)
-Al- Ajlah   (botak)
- Al- A'ma  (buta)
- Al- A'raj   (pincang)
- Al- Ahwal (juling)
- Al- Abras (belang)
- Al- Ashaf (condet)
- Al- Ahdab (bongkok)
- Al- Asham  (tuli)
- Al- Azraq    (berwajah biru)
- Al- Afthash (pesek)
- Al- Asytar   (cacat)
- Al- Atsra   (gowang Giginya/bogang)
- Al- Aqtha'    (tangan buntung)

Atau alam dari ayah dan ibunya dimiliki dan lebih dari apa yang mereka tidak sukai.

Kesepakatan Ulama, julukan (jika panggilan untuk orang yang tidak tahu namanya, melainkan apa yang telah kami.
(Adzkar Imam Nawawi. Judul: 250 taha Putra Semarang)      
 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes