KAJIAN KITAB

AZWAJA

ASBABUN NUZUL

Latest Updates

Showing posts with label SHALAT. Show all posts
Showing posts with label SHALAT. Show all posts

Fiqih Bab Shalat Jama'ah (Hal-hal yang Dilakukan Seorang Makmum Saat Tertinggal Oleh Imam)

April 06, 2018




Fiqih Bab Shalat Jama'ah (Hal-hal yang Dilakukan Seorang Makmum Saat Tertinggal Oleh Imam)
Fiqih Bab Shalat Jama'ah (Hal-hal yang Dilakukan Seorang Makmum Saat Tertinggal Oleh Imam) 

Benangmerahdasi  -Fiqih bab sholat (Tentang sholat jama'ah) Makmum mendapati imam sedang membaca surat pendek pada sholat jahr. Apakah makmum tersebut harus membaca Al fatihah.?.
di bab ini kita akan membahas hal tersebut


BENANG MERAH
NO : 00375
FIQIH BAB SHOLAT
[ Tentang Sholat Jama'ah ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Sail : Nana Aurora

Pertanyaan :
Simaklah dua macam keadaan makmum berikut ini !

1. Makmum mendapati imam sedang membaca surat pendek pada sholat jahr. Apakah makmum tersebut harus membaca Al fatihah?

2. Makmum mendapati imam sedang berdiri. Ketika makmum tersebut membaca al fatihah (2 ayat), imam takbir untuk rukuk. Apa yang harus dilakukan makmum? Meneruskan fatihah atau ikut rukuk bersama imam ?
______________________

Mujawib : Ibnu Naum, Diq Diq, Sholeh ID

Jawaban :

1. Jawaban untuk pertanyaan nomor 1.

Perinciannya adalah sebagai berikut :
a) Apabila berada dalam sholat sirri, maka makmum wajib membaca fatihah dan sunnah membaca surat.

b) Apabila berada dalam sholat jahri, maka ada 2 perincian :

* jika makmum mendengar bacaan fatihah imam, maka makruh bagi makmum membaca fatihah dan surat

* jika makmum tidak mendengar bacaan fatihah imam, maka makmum wajib membaca fatihah dan sunah membaca surat.

Nb : wajib membaca surat fatihah secara sempurna jika memiliki waktu yang cukup
Baca Juga: Fiqih bab shalat (penjelasan tentang hukum fatihah yang terlewat
2. Jawaban untuk pertanyaan nomor 2.

Wajib membaca secukupnya. Saat imam rukuk, makmum harus rukuk mengikuti imam. Jika tidak segera rukuk dan imam sudah terlanjur bangun dari rukuk, maka rokaatnya tidak dianggap

Nb : Bagi makmum masbuk, rokaat dihitung jika bisa rukuk bersama imam secara tumakninah
________________
Referensi

1. At Tibyan ala Ibni Qosim halaman 125

فأما المأموم فإن كانت الصلاة سرية وجب عليه الفاتحة واستحب له السورة. وإن كانت جهرية، فإن كان يسمع قراءة الإمام كره له قراءة / السورة.

وفي وجوب الفاتحة قولان : اصحهما تجب. والثاني لا تجب.

وإن كان لا يسمع القراءة فالصحيح وجوب الفاتحة واستحباب السورة. وقيل : لا تجب الفاتحة ، وقيل : تجب ولا تستحب السورة ، والله اعلم.

2. Nihayatuz Zain halaman 122

ﻭﺇﻥ ﻭﺟﺪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺮﻛﻊ ﻭﻗﻒ ﻣﻌﻪ، ﻓﺈﻥ ﺃﺩﺭﻙ ﻣﻌﻪ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺮﻛﻮﻉ ﺯﻣﻨﺎ ﻳﺴﻊ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻟﻠﻮﺳﻂ ﺍﻟﻤﻌﺘﺪﻝ ﻓﻬﻮ ﻣﻮﺍﻓﻖ، ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﺗﻤﺎﻡ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻭﻳﻐﺘﻔﺮ ﻟﻪ ﺍﻟﺘﺨﻠﻒ ﺑﺜﻼﺛﺔ ﺃﺭﻛﺎﻥ ﻃﻮﻳﻠﺔ ﻛﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ .

ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺪﺭﻙ ﻣﻊ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺯﻣﻨﺎ ﻳﺴﻊ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻓﻬﻮ ﻣﺴﺒﻮﻕ ﻳﻘﺮﺃ ﻣﺎ ﺃﻣﻜﻨﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ، ﻭﻣﺘﻰ ﺭﻛﻊ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺮﻛﻮﻉ ﻣﻌﻪ

3. Syarah Muhadzab juz 3 halaman 322 - 327

( أما حكم المسألة ) فقراءة الفاتحة واجبة على الإمام والمنفرد في كل ركعة وعلى المسبوق فيما يدركه مع الإمام بلا خلاف . وأما المأموم فالمذهب الصحيح وجوبها عليه في كل ركعة في الصلاة السرية والجهرية.

DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri DASI
Santri

Fiqih Bab Shalat (Penjelasan Tentang Hukum Fatihah yang Terlewat)

April 05, 2018


Fiqih Bab Shalat Penjelasan Tentang Hukum Fatihah yang Terlewat)
Fiqih Bab Shalat Penjelasan Tentang Hukum Fatihah yang Terlewat)

Benangmerahdasi  -Fiqih bab Sholat (Tentang fatihah yang terlewat) Penjelasan tentang Ketika seorang sudah ruku' namun ia ragu sudah membaca Al Fatihah atau belum.

BENANG MERAH
Santri DASI

NO : 00371
FIQIH BAB SHOLAT
[ Tentang Fatihah yang Terlewat ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Sail : Fauji Ibnu Munir

Pertanyaan :
Ketika seseorang sudah ruku' namun ia ragu sudah membaca Al Fatihah atau belum, apakah ia wajib mengulangi fatihah ?

Mujawib : Daviq Muntaqy, Sholeh ID, Ibnu Naum

Jawaban :

Dalam masalah ini, dapat dirinci sebagai berikut :

1. Jika sholat sendiri atau sebagai imam, maka ia wajib kembali berdiri untuk membaca fatihah jika ia sudah rukuk.

2. Bila ia sebagai makmum , maka ia tidak boleh kembali berdiri untuk membaca fatihah, melainkan ia wajib mengikuti imam. setelah imam salam ia wajib menambah rokaat.

Referensi :

1. Fathul Mu'in halaman 124

أو شك هو أي غير المأموم في ركن هل فعل أم لا كأن شك راكعا هل قرأ الفاتحة أو ساجدا هل ركع أو اعتدل أتى به فورا وجوبا إن كان الشك قبل فعله مثله أي مثل المشكوك فيه من ركعة أخرى وإلا أي وإن لم يتذكر حتى فعل مثله في ركعة أخرى أجزأه عن متروكة ولغا ما بينهما.

Selain makmum ragu ragu dalam hal rukun, apakah sudah melakukannya apa belum ? Contohnya : Ragu ragu pada saat ruku' apakah sudah membaca fatehah apa belum , atau saat sujud apakah sudah rukuk atau belum, atau saat i'tidal, maka dia saat itu juga wajib mendatangi rukun yang diragukan jika keraguan tersebut sebelum dia melakukan rukun yang semisalnya, maksudnya rukun semisal yang diragukannya dalam rokaat yang lain. Jika tidak, maksudnya jika tidak ingat hingga dia melakukan rukun yang semisal di ragukan dalam rokaat yang lain maka itu sudah mencukupi dan rukun yang ditinggalkan dan yang diantara keduanya tidak dianggap.
Baca Juga: Penjelasan tentang Hukum memejamkan mata ketika shalat
2) Nihayatuz Zain halaman 74

(أَو شكّ) غير مَأْمُوم فِي ركن هَل فعله أم لَا كَأَن شكّ فِي رُكُوعه هَل قَرَأَ الْفَاتِحَة أَو فِي سُجُوده هَل ركع أم لَا (أَتَى بِهِ) أَي بذلك الرُّكْن حَالا فَإِن مكث قَلِيلا ليتذكر بطلت صلَاته

Selain makmum ragu dalam hal rukun apakah telah melakukannya apa belum ? Contoh : misalnya ragu pada saat rukuk apakah telah membaca fatekhah. Atau dalam sujud apakah telah ruku' atau belum, maka rukun yang diragukan tersebut di datangi saat itu juga, jika diam sebentar untuk mengingat ingat maka batallah sholatnya.

3) I’anah al-Thalibin juz 1 halaman 178 - 180 :

(وَلَوْ سَهَا غَيْرُ الْمَأْمُوْمِ)فِي التَّرْتِيْبِ (بِتَرْكِ رُكْنٍ)إلى أن قال (أَوْ شَكَّ)هُوَ أَيْ غَيْرُ الْمَأْمُوْمِ فِيْ رُكْنٍ هَلْ فَعَلَ أَمْ لاَ، كَأَنْ شَكَّ رَاكِعًا هَلْ قَرَأَ الْفَاتِحَةَ أَوْ سَاجِدًا هَلْ رَكَعَ أَوِ اعْتَدَلَ (اَتَى بِهِ فَوْرًا) وُجُوْبًا (إِنْ كَانَ الشَّكُّ قَبْلَ فِعْلِ مِثْلِهِ) أَيْ فِعْلِ الْمَشْكُوْكَ فِيْهِ مِنْ رَكْعَةٍ أُخْرَى[هامش إعانة الطالبين

“Apabila selain ma’mum (munfarid atau imam) lupa tertib dengan meninggalkan rukun… atau ia ragu mengenai rukun apa sudah dikerjakan atau belum – misalnya ketika ruku’ ia ragu apa sudah membaca Fatihah, atau ketika sujud apa sudah ruku’ atau i’tidal – maka ia wajib segera mengerja-kan rukun yang diragukan tadi, apabila keraguan timbul sebelum ia mengerjakan rukun yang sama, yakni sama dengan yang diragukan dari raka’at berikutnya”.

أَمَّا مَأْمُوْمٌ عَلِمَ أَوْ شَكَّ قَبْلَ رُكُوْعِهِ وَبَعْدَ رُكُوْعِ إِمَامِهِ أَنَّهُ تَرَكَ الْفَاتِحَةَ فَيَقْرَأُهَا وَيَسْعَى خَلْفَهُ، وَبَعْدَ رُكُوْعِهِمَا لَمْ يَعُدْ إِلَى الْقِيَامِ لِقِرَاءتِهِ الْفَاتِحَةَ بَلْ يَتْبَعُ إِمَامَهُ وَيُصَلِّيْ رَكْعَةً بَعْدَ سَلاَمِ اْلإِمَامِ [هامش إعانة الطالبين

“Adapun ma’mum yang sudah mengetahui atau ragu sebelum ia ruku’ namun imam sudah ruku’, bahwa ia belum membaca Fatihah, maka ia harus membaca Fatihahnya lalu menyusul imam. Dan apabila tahunya/ragunya sesudah mereka (imam dan ma’mum) ruku’, maka tidak perlu berdiri lagi untuk membaca Fatihah, tetapi mengikuti imam dan menambah satu raka’at setelah salamnya imam”.

4) Tausyeh 'ala Ibn Qosim halaman 68

..... في قوله فالفرض اذا تركه سهوا لا ينوب عنه سجود السهو بل ان ذكره اي الفرض وهو في الصلاة أتى به ان لم يكن مأموما ولم يفعل مثل الركن المتروك فإن فعل مثله قام مقامه وتدارك الباقي وتمت صلاته وما بعد المتروك الى المثل المفعول لغو أما المأموم فيدارك بعد سلام امامه بركعة. او ذكره اي الركن المتروك بعد السلام والزمان الذي بين سلامه وعلمه بالمتروك قريب عرفا أتى به اي المتروك وجوبا فورا بمجرد التذكر وإلا استأنف الصلاة

5) Fathul Qorib halaman 89

{فصل} (والمتروك من الصلاة ثلاثة أشياء: فرض) ويسمى بالركن أيضا، (وسنة وهيئة)؛ وهما ما عدا الفرض.وبين المصنف الثلاثة في قوله: (فالفرض لا ينوب عنه سجود السهو، بل إن ذكره) أي الفرض وهو في الصلاة أتى بهوتمت صلاته، أو ذكره بعد السلام (والزمان قريب أتى به، وبنى عليه) ما بقي من الصلاة، (وسجد للسهو). وهو سنة -كما سيأتي- لكن عند ترك مأمور به في الصلاة أو فعل منهي عنه فيها.


DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri
DASISantri

Fiqih bab Sholat (hukum memejamkan mata ketika shalat)

April 01, 2018

Santridasi menjawab -Fiqih bab Sholat (hukum memejamkan mata ketika shalat)

Fiqih bab Sholat (hukum memejamkan mata ketika shalat)
Fiqih bab Sholat (hukum memejamkan mata ketika shalat)

Banangmerahdasi  -Fiqih bab Sholat (hukum memejamkan mata ketika shalat)

BENANG MERAH
Santridasi
NO : 00365
FIQIH BAB SHOLAT
[ Memejamkan Mata ketika Sholat ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Sail : Nashihul Umam

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya memejamkan mata ketika sholat?

Mujawib :
Sholeh ID

Jawaban :

Sunnah di dalam sholat, untuk membuka mata dan terus menerus melihat tempat sujud agar memudahkan hati untuk khusyu. Kesunahan ini juga berlaku bagi orang yang buta, ia tetap dianjurkan melihat ke tempat sujudnya.

Sekalipun ia menutup mata dalam sholat, hukumnya tidak makruh akan tetapi adalah khilaful aula (lebih baik untuk ditinggalkan).
Baca Juga: Penjelasan tentang bacaan I'tidal "sami'Allohu liman hamidah" bukan "Allohu Akbar" seperti pada gerakan yang lain "
Memejamkan mata dalam shalat bisa menjadi wajib hukumnya jika misalnya di hadapannya ada seseorang yang membuka aurat. Bisa juga dihukumi sunnah apabila di hadapan kita ada sesuatu yang dapat mengganggu kekhusyuan shalat seperti gambar-gambar atau lainnya.

Referensi :

I'anatut Tholibin juz 1 halaman 214

‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﺳﻦ ﺇﺩﺍﻣﺔ ﻧﻈﺮ ﻣﺤﻞ ﺳﺠﻮﺩﻩ ‏) ﺃﻱ ﺑﺄﻥ ﻳﺒﺘﺪﺉ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻣﻮﺿﻊ ﺳﺠﻮﺩﻩ ﻣﻦ ﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺍﻟﺘﺤﺮﻡ، ﻭﻳﺪﻳﻤﻪ ﺇﻟﻰ ﺁﺧﺮ ﺻﻼﺗﻪ، ﺇﻻ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﺴﺘﺜﻨﻰ . ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﻘﺪﻡ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺍﻟﺘﺤﺮﻡ ﻟﻴﺘﺄﺗﻰ ﻟﻪ ﺗﺤﻘﻖ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻣﻦ ﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺍﻟﺘﺤﺮﻡ . ﻭﺧﺺ ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﺴﺠﻮﺩ ﻻﻧﻪ ﺃﺷﺮﻑ ﻭﺃﺳﻬﻞ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻻﻥ ﺫﻟﻚ ‏) ﺃﻱ ﺇﺩﺍﻣﺔ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﻣﺤﻞ ﺳﺠﻮﺩﻩ . ﻭﻗﻮﻟﻪ : ﺃﻗﺮﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺨﺸﻮﻉ ﺃﻱ ﺇﻟﻰ ﺗﺤﺼﻴﻠﻪ، ﻛﻤﺎ ﻣﺮ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﻟﻮ ﺃﻋﻤﻰ ‏) ﺃﻱ ﻭﺳﻦ ﺇﺩﺍﻣﺔ ﻧﻈﺮﻩ ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﺃﻋﻤﻰ . ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻨﻈﺮﻩ ﻣﻮﺿﻌﻪ، ﺇﺫ ﻻ ﻧﻈﺮ ﻟﻼﻋﻤﻰ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﺇﻟﺦ ‏) ﺍﻟﻐﺎﻳﺔ ﻟﻠﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﺜﻨﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻓﻘﺎﻝ ﺃﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ . ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻤﻐﻨﻲ، ﻭﻋﻦ ﺟﻤﺎﻋﺔ : ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺠﺪ ﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻟﻜﻦ ﺻﻮﺏ ﺍﻟﺒﻠﻘﻴﻨﻲ ﺃﻧﻪ ﻛﻐﻴﺮﻩ . ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻻﺳﻨﻮﻱ : ﺇﻥ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ ﻧﻈﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺟﻪ ﺿﻌﻴﻒ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﺃﻭ ﻓﻲ ﺍﻟﻈﻠﻤﺔ ‏) ﺃﻱ ﻭﺳﻦ ﺇﺩﺍﻣﺔ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻈﻠﻤﺔ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﺃﻭ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ‏) ﺃﻱ ﻭﺳﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ . ﻭﻫﺬﻩ ﺍﻟﻐﺎﻳﺔ ﻟﻠﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﺜﻨﻰ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﻓﻘﺎﻝ : ﺃﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻴﺖ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺠﻤﺎﻝ ﺍﻟﺮﻣﻠﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺔ : ﻭﺍﺳﺘﺜﻨﻰ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺃﻳﻀﺎ ﻣﺎ ﻟﻮ ﺻﻠﻰ ﺧﻠﻒ ﻇﻬﺮ ﻧﺒﻲ ﻓﻨﻈﺮﻩ ﺇﻟﻰ ﻇﻬﺮﻩ ﺃﻭﻟﻰ ﻣﻦ ﻧﻈﺮﻩ ﻟﻤﻮﺿﻊ ﺳﺠﻮﺩﻩ، ﻭﻣﺎ ﻟﻮ ﺻﻠﻰ ﻋﻠﻰ ﺟﻨﺎﺯﺓ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻴﺖ . ﻭﻟﻌﻠﻪ ﻣﺄﺧﻮﺫ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻤﺎﻭﺭﺩﻱ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﺑﺄﻧﻪ ﻟﻮ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻧﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ . ﺍﻩ . ﻭﻛﺘﺐ ﻉ ﺵ : ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﻟﻌﻠﻪ، ﺃﻱ ﺍﻻﺳﺘﺜﻨﺎﺀ . ﻭﻗﻮﻟﻪ : ﻣﺄﺧﻮﺫ ﺃﻱ ﻭﻫﻮ ﻣﺮﺟﻮﺡ . ﺍﻩ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻧﻌﻢ، ﺇﻟﺦ ‏) ﺍﺳﺘﺪﺭﺍﻙ ﻋﻠﻰ ﺳﻨﻴﺔ ﺇﺩﺍﻣﺔ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻣﺤﻞ ﺳﺠﻮﺩﻩ، ﻭﻫﺬﺍ ﻗﺪ ﻣﺮ ﺫﻛﺮﻩ ﻗﺮﻳﺒﺎ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﻭﻻﻳﻜﺮﻩ ﺗﻐﻤﻴﺾ ﻋﻴﻨﻴﻪ ‏) ﺃﻱ ﻻﻧﻪ ﻟﻢ ﻳﺮﺩ ﻓﻴﻪ ﻧﻬﻲ : ﻗﺎﻝ ﻉ ﺵ : ﻟﻜﻨﻪ ﺧﻼﻑ ﺍﻻﻭﻟﻰ، ﻭﻗﺪ ﻳﺠﺐ ﺍﻟﺘﻐﻤﻴﺾ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻌﺮﺍﻳﺎ ﺻﻔﻮﻓﺎ، ﻭﻗﺪ ﻳﺴﻦ ﻛﺄﻥ ﺻﻠﻰ ﻟﺤﺎﺋﻂ ﻣﺰﻭﻕ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻣﻤﺎ ﻳﺸﻮﺵ ﻓﻜﺮﻩ . ﻗﺎﻟﻪ ﺍﻟﻌﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺴﻼﻡ . ﺍﻩ ﻡ ﺭ . ‏( ﻗﻮﻟﻪ : ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺨﻒ ‏) ﺃﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻐﻤﻴﺾ ﺿﺮﺭﺍ، ﻓﺈﻥ ﺧﺎﻓﻪ ﻛﺮﻩ

DASI Dagelan Santri Indonesia
SantriDASI
Santri

Fiqih Bab Shalat (Tentang Bacaan I'tidal) "sami'Allohu liman hamidah" bukan "Allohu Akbar"

March 31, 2018


Fiqih Bab Shalat (Tentang Bacaan I'tidal)  "sami'Allohu liman hamidah" bukan "Allohu Akbar"
Fiqih Bab Shalat (Tentang Bacaan I'tidal)  "sami'Allohu liman hamidah" bukan "Allohu Akbar" 

Benangmerahdasi  -Fiqih bab sholat (ketika i'tidal mengucapkan "Sami'Allahu liman Hamidah" bukan Allahu Akbar" seperti pada gerakan yang lain.

BENANG MERAH
Santridasi
NO : 00368
FIQIH BAB SHOLAT
[ Tentang Bacaan I'tidal ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999
Santri dasi

Sail : Muhammad Lutfie D'nan

Pertanyaan :
Mengapa ketika i'tidal, kita mengucapkan "sami'Allohu liman hamidah" bukan "Allohu Akbar" seperti pada gerakan yang lain ?

Mujawib :
Daviq Muntaqy

Jawaban :

Referensi :
I'anatut Tholibin juz 1 halaman 181

(قوله: قائلا سمع الله لمن حمده)
أي حال كونه قائلا ذلك، ويكون عند ابتداء الرفع من الركوع.
وأما عند انتصابه فيسن ربنا لك الحمد.

والسبب في سن سمع الله لمن حمده: أن الصديق رضي الله عنه ما فاتته صلاة خلف رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قط، فجاء يوما وقت صلاة العصر فظن أنه فاتته مع رسول الله - صلى الله عليه وسلم -، فاغتم بذلك وهرول ودخل المسجد فوجده - صلى الله عليه وسلم - مكبرا في الركوع، فقال: الحمد لله.
وكبر خلفه - صلى الله عليه وسلم -.
فنزل جبريل والنبي - صلى الله عليه وسلم - في الركوع، فقال يا محمد، سمع الله لمن حمده.

وفي رواية: اجعلوها في صلاتكم.
فقال : عند الرفع من الركوع، - وكان قبل ذلك يركع بالتكبير ويرفع به - فصارت سنة من ذلك الوقت ببركة الصديق رضي الله عنه.
اه بجيرمي.

Artinya :

“Dan sebab sunahnya perkataan “Sami’a Allah liman hamidah” adalah sesungguhnya Abubakar As-Siddiq RA tidak pernah ketinggalan salat di belakang Rasulullah SAW.
Pada suatu hari ketika hendak shalat ‘Ashar beliau terlambat dan menyangka tidak sempat salat di belakang Rasulullah SAW, beliau sangat menginginkan agar bisa salat bersama Rasulullah SAW, beliau berlari dan memasuki masjid rupanya beliau mendapatkan Rasulullah SAW sedang membaca takbir dalam ruku’ maka beliau memuji Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah dan langsung bertakbir mengikuti Rasulullah SAW, datanglah malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW yang sedang ruku’ dan mengatakan :
" wahai Muhammad Allah telah mendengar orang yang memuji-Nya maka bacakan “ Sami’a Allahu Liman Hamidah”.
Baca Juga: Fiqih bab shalat (penjelasan tentang pengertian shalat sunnah Awwabin)
Dalam riwayat lain disebutkan “Jadikanlah kalimat itu sebagai bacaan salat kalian ”.
maka Rasulullah SAW membacanya ketika bangkit dari ruku’ padahal sebelum itu beliau turun ke dan bangkit dari ruku’ dengan mengucapkan “Allahu Akbar”
maka menjadi sunnah dari semenjak kejadian itu berkah dari Abubakar as-Siddiq RA.

DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri DASI

Santri

Fiqih bab Shalat penjelasan Tentang pengertian Shalat Sunnah Awwabin

March 30, 2018


Fiqih bab Shalat penjelasan Tentang pengertian Shalat Sunnah Awwabin
Fiqih bab Shalat penjelasan Tentang pengertian Shalat Sunnah Awwabin 


Benangmerahdasi  -Fiqih bab Shalat penjelasan Tentang pengertian Shalat Sunnah Awwabin dengan referensi Al-Mausu’atul Fiqhiyyah juz 27 halaman134-135


BENANG MERAH
Santri dasi
NO : 00366
FIQIH BAB SHOLAT
[ Sholat Sunnah Awwabin ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Sail : Edy Gb-friends

Pertanyaan : apakah yang dimaksud dengan sholat sunnah awwabin?

Mujawib :
Sholeh ID

Jawaban :

Di antara shalat yang disunahkan adalah shalat Awwabin. Istilah shalat Awwabin itu sendiri memilik dua konotasi, bisa diartikan shalat Dhuha, bisa juga diartikan shalat sunah di antara Maghrib dan Isya sebagaimana yang dikemukakan para ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i.

Kendati demikian, Madzhab Syafi’i cenderung menggunakan istilah shalat Awwabin dengan pengertian yang kedua,yaitu shalat sunah yang dilakukan di antara Maghrib dan Isya.
Baca Juga: Fiqih bab Shalat (Tentang shalat dhuhur di hari Juam'at)
Referensi :

Al-Mausu’atul Fiqhiyyah juz 27 halaman134-135

وَيُؤْخَذُمِمَّا جَاءَ عَنْ صَلاَة
الضُّحَى وَالصَّلاَةِ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ أَنَّ صَلاَةَ الْأَوَّابِينَ تُطْلَقُ عَلَى صَلاَةِ الضُّحَى ، وَالصَّلاَةِ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ . فَهِيَ مُشْتَرَكَةٌ بَيْنَهُمَا كَمَا يَقُول الشَّافِعِيَّةُ.وَانْفَرَدَ الشَّافِعِيَّةُبِتَسْمِيَةِ التَّطَوُّعِ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِصَلاَةِ الْأَوَّابِين

َArtinya, “Dari apa yang telah dijelaskan mengenai shalat Dhuha dan shalat sunah di antara Maghrib dan Isya dapat diambil kesimpulan bahwa ‘shalat Awwabin’ dikatakan untuk menyebut shalat sunah Dhuha dan shalat sunah di antara Maghrib dan Isya. Karenanya shalat Awwabin dikonotasikan di antara keduanya sebagaimana dikemukakan oleh Madzhab Syafi’i. Hanya Madzhab Syafi’i yang menamakan shalat di antara Maghrib dan Isya dengan shalat Awwabin,”

DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri DASI
Santri


Fiqih Bab Sholat (Tentang Sholat Dhuhur di Hari Jum'at)

March 20, 2018


Fiqih Bab Sholat (Tentang Sholat Dhuhur di Hari Jum'at)
Fiqih Bab Sholat (Tentang Sholat Dhuhur di Hari Jum'at)

Benangmerahdasi  - Fiqih bab Sholat (Tentang sholat dhuhur di hari Jum'at)

NO:00359
FIQIH BAB SHOLAT
[ Tentang Sholat Dhuhur di Hari Jum'at ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Sail : Inayah Azza

Pertanyaan :
Ketika hari jum'at, bolehkah kita sholat dhuhur terlebih dahulu tanpa menunggu jama'ah sholat jum'at selesai?

Mujawib : Daviq Muntaqy

Jawaban :
Boleh dan sah.

Yang tidak sah sholat dhuhur sebelum imam salam adalah orang yang kewajiban sholat jumat serta tidak ada udzur.

Untuk orang yang kewajiban tapi ada udzur dan orang yang tidak kewajiban jumat seperti wanita maka boleh dan sah sholat dhuhur sejak masuknya waktu.

Referensi :

(فرع) لا يصح ظهر من لا عذر له قبل سلام الامام، فإن صلاها جاهلا انعقدت نفلا، ولو تركها أهل بلد فصلوا الظهر لم يصح، ما لم يضق الوقت عن أقل واجب الخطبتين والصلاة، وإن علم من عادتهم أنهم لا يقيمون الجمعة.

Baca Juga: Qadha Sholat bagi seseorang yang sudah meninggal
____________________
I'anatut Tholibin juz 2 halaman 75

لا يصح ظهر من لا عذر قبل
سلام الإمام) أي من الجمعة.
ولو بعد رفعه من ركوع الثانية لتوجه فرضها عليه بناء على الأصح أنها الفرض الأصلي، وليست بدلا عن الظهر.
وبعد سلام الإمام يلزمه فعل الظهر على الفور، وإن كانت أداء لعصيانه بتفويت الجمعة، فأشبه عصيانه بخروج الوقت.
وخرج بقوله من لا عذر له، من له عذر، فيصح له ذلك قبل سلام الإمام.

(اعانة الطالبين ٢ ص ٧٥)

DASI Dagelan Santri Indonesia

Qadha Sholat Bagi Seseorang yang Sudah Meninggal

February 16, 2018



Qadha Sholat Bagi Seseorang yang Sudah Meninggal
Qadha Sholat Bagi Seseorang yang Sudah Meninggal

Benangmerahdasi  - Fiqih Bab Sholat (Tentang Qadha Sholat bagi orang yang sudah meninggal)

FIQIH BAB SHOLAT
No: 00346
Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

QADHA SHOLAT BAGI SESEORANG YANG SUDAH MENINGGAL
Sail : مسعواد

Pertanyaan :
Apabila ada seseorang yang meninggal dan masih memiliki tanggungan shalat . ( qodho')
Apakah salat nya bisa di wakilkan (di qodho' kan) ?

Mujawib :
Gus Fathur El-Rozy

Jawaban :
Terdapat perbedaan pendapat diantara ulama ( Khilaf ).
Sebagian ulama' menyatakan:
Baca Juga: Hukum melintas seseorang yang sedang sholat

Tanggungan shalat ( qodho') nya orang yg meninggal TIDAK BISA di qodho' kan.
Sedangkan menurut salah satu qoul yang berdasar pada hadist Imam Bukhori sebagai pedoman, menyatakan bahwa DIPERBOLEHKAN mengqodho' kan salat mayit.
Pendapat ini di dukung oleh beberapa mujtahid dan Imam Subki.
Menurut sebagian ulama' di wajibkan membayar satu mud untuk tiap shalatanya.
Referensi :

‏( ﻓﺎﺋﺪﺓ ‏) ﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺻﻼﺓ ﻓﻼ ﻗﻀﺎﺀ ﻭﻻ ﻓﺪﻳﺔ ﻭﻓﻲ ﻗﻮﻝ ﻛﺠﻤﻊ ﻣﺠﺘﻬﺪﻳﻦ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﻘﻀﻰ ﻋﻨﻪ ﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻭﻣﻦ ﺛﻢ ﺍﺧﺘﺎﺭﻩ ﺟﻤﻊ ﻣﻦ ﺃﺋﻤﺘﻨﺎ ﻭﻓﻌﻞ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﺒﻜﻲ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺃﻗﺎﺭﺑﻪ ﻭﻧﻘﻞ ﺍﺑﻦ ﺑﺮﻫﺎﻥ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺪﻳﻢ ﺃﻧﻪ ﻳﻠﺰﻡ ﺍﻟﻮﻟﻲ ﺇﻥ ﺧﻠﻒ ﺗﺮﻛﺔ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻋﻨﻪ ﻛﺎﻟﺼﻮﻡ ﻭﻓﻲ ﻭﺟﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺜﻴﺮﻭﻥ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻨﺎ ﺃﻧﻪ ﻳﻄﻌﻢ ﻋﻦ ﻛﻞ ﺻﻼﺓ ﻣﺪﺍ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺤﺐ ﺍﻟﻄﺒﺮﻱ ﻳﺼﻞ ﻟﻠﻤﻴﺖ ﻛﻞ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺗﻔﻌﻞ ﻭﺍﺟﺒﺔ ﺃﻭ ﻣﻨﺪﻭﺑﺔ
اعانة الطالبين ج1 ص24

DASI Dagelan Santri Indonesia

Hukum Melintas di Depan Orang yang Sedang Sholat

October 16, 2017

BenangmerahDasi -Hukum orang melewati Musholli

Seandainya orang yang sedang sholat memakai sutroh seperti sajadah misalnya maka haram melintasi di sekitar sajadah tersebut, dan ada pendapat dari Imam Ghozali bahwa hal tersebut tidak haram akan tetapi makruh. Dan disunnahkan bagi orang yang sholat tersebut untuk menghadangnya dengan tangannya jika ada orang melintasinya.

Namun ada beberapa hal yang di kecualilkan kana keharamannya melintasi orang yang sedang sholat yaitu:

1. Jika orang sholat di masjidil harom maka boleh bagi orang lain melintasinya. (Ini berlaku selama ia sholatnya di batasan yang di perbolehkannya thowaf)

2. Jika ada seseorang yang sholat akan tetapi dia sholatnya di tempat yang orang bisa lalu lalang seperti dia sholat di depan pintu.
Baca juga: Penjelasan tentang pengulangan ayat Fatihah dalam Shalat
3. Seandainya ada tempat yang kosong maka boleh bagi seorang melintasi orang-orang yang sedang sholat untuk mengisi tempat tersebut.

4. Jika dia dalam keadaan terdesak seperti di akan buang hajat ketika sholat sedangkan dia misalkan berada di shof atau barisan awal maka boleh baginya untuk melintasi orang orang untuk menunaikan hajatnya.

Boleh terpaksa lewat depan orang sholat, bila darurat tidak ada jalan lain. Wallohu A'lam.


عبارة

ﺍﻟﺘﻘﺮﻳﺮﺍﺕ ﺍﻟﺴﺪﻳﺪﺓ ﺝ ١ ﺹ ٢٥٠

ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺴﺘﺮﺓ ﻣﻌﺘﺒﺮﺓ ﻓﻴﺤﺮﻡ ﺍﻟﻤﺮﻭﺭ ﻭ ﻧﻘﻞ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﻣﺠﻤﻮﻋﻪ ﻗﻮﻻ ﻋﻦ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ : ﺃﻧﻪ ﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﻤﺮﻭﺭ ﻭ ﻻ ﻳﺤﺮﻡ ﻭ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺳﻌﺔ ﻟﻜﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭ ﻳﻨﺪﺏ ﻟﻠﻤﺼﻠﻲ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﻤﺎﺭ
ﻭ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﻤﺮﻭﺭ ﻣﻊ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﺴﺘﺮﺓ ﻓﻲ ﺃﺭﺑﻊ ﺣﺎﻻﺕ :
١ . ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺣﺮﻡ ﻣﻜﺔ ﻓﻲ ﻣﺤﻞ ﺍﻟﻄﻮﺍﻑ ﻓﻘﻂ
٢ . ﺇﺫﺍ ﻗﺼﺮ ﺍﻟﻤﺼﻠﻲ ﺑﺄﻥ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ
٣ . ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪ ﺍﻟﻤﺼﻠﻰ ﻓﺮﺟﺔ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﻪ ﺍﻟﻤﺮﻭﺭ ﻟﺴﺪ ﺍﻟﻔﺮﺟﺔ
٤ . ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻣﻀﻄﺮﺍ ﺑﺄﻥ ﻛﺎﻥ ﻳﺮﻳﺪ ﻗﻀﺎﺀ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﺃﺛﻨﺎﺀ ﺍﻟﺼﻼﺓ

والله اعلم بالصواب...

Penjelasan Tentang Pengulangan Ayat Fatihah Dalam Shalat

September 20, 2017

Benangmerahdasi.com -Pengulangan ayat Fatihah dalam sholat

Fiqih: Bab sholat
Oleh : Daviq Muntaqy
No    : 00278
Hallo Benang merah
WA   : 081384451265

Pertanyaan
Bolehkah mengulang-ulang ayat Al Fatihah di sa'at sholat..?

Jawaban
Boleh, mengulang-ulang ayat secara sengaja meskipun tanpa alasan, dan tidak termasuk memutus muwalahnya fatihah..

(و) يعيد الفاتحة بتخلل (سكوت طال) فيها
بحيث زاد على سكتة الاستراحة (بلا عذر فيهما)، من جهل وسهو.
فلو كان تخلل الذكر الاجنبي، أو السكوت الطويل، سهوا أو جهلا، أو كان السكوت لتذكر آية، لم يضر، كما لو كرر آية منها في محلها ولو لغير عذر، أو عاد إلى ما قرأه قبل واستمر، على الاوجه.

(Fathul mu'in)
Dan musholli harus mengulangi bacaan fatehah dengan sebab di selingi diam yang lama dengan tanpa udzur (tidak tahu atau lupa) sekira melebihi diam untuk istirahat (tanaffus)

Baca juga: Shalat Jamak dikala sakit
Mafhumnya:
Apabila dzikir ajnabi atau diam lama menyelingi (memutus runtutan fatehah) karena lupa atau tidak tahu. atau diamnya untuk mengingat-ingat ayat maka hal tersebut tidak apa-apa.
Sebagaimana apabila musholli mengulang-ulang satu ayat dari fatihah di tempatnya meskipun tanpa udzur, atau mengulang kembali bacaan dari ayat sebelumnya dan di lanjutkan (kelanjutannya) menurut qaul awjah.

Penjelasan Sholat Jamak Dikala Sakit

April 27, 2017

BenangmerahDasi.com -Shalat jamak dikala sakit  (Dining Mbah Naja Wafa)

 (افرع)  يجوز الجمع بالمرض تقديما وتأخيرا على المختار (اي عند النووي وغيره) ويراعى الارفقي ي
   الأسهل على نفسه من التقديم أو التأخير
(إعانة الطالبين ج:٢ ص:١٠٤-١٠٥).

Boleh menjamak/mengumpulkan sholat (dhuhur &asar/ maghrib &isya') baik jamak taqdim/ta'khir dalam keadaan sakit (yang sangat), menurut pendapat yg terpilih (yaitu pendapatnya imam nawawi dan selainnya).
(Matan i'anatuththolibin juz:2 hal:104-105 karya thoha putra semarang).

Nb:
Bagi yg punya keluarga yg sedang sakit hendaknya selalu mengingat kepada yg sakit untuk selalu melakukan sholat.
Klo bisa ya agar wudhu sendiri,tayammum sendiri, klo gk bisa ya dibantu mewudhukan, klo gk bisa (mungkin sudah parah sakitnya) ya sholat tanpa wudhu (lihurmatil waqti). Untuk sholat lihurmatil waqti ini bila nanti bisa sembuh maka diqodhoi sholat yg dilakukannya ketika tanpa wudhu, bila gk bisa sembuh (sampai meninggal) insya alloh alloh swt mengampuninya.
Baca juga: Menjamak shalat saat berpergian
Alkisah
Beliau Asy-syekh AHMAD DJAZULI USMAN pendiri pondok alfalah ploso kediri ketika beliau sakit sangat, beliau menjamak sholatnya. Bahkan sholat beliau kelebihan. Soalnya sewaktu beliau melakukan jamak taqdim dhuhur & asar dan belum sampai masuk waktu asar beliau #wafat.
Allohummaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fu 'anhu
--------------------------------------------------------------
intinya... Seberapa sulit posisi kita hendaklah selalu berusaha menuaikan/mendirikan sholat 5 waktu.
Inilah ISI dari kita memperingati ISRO_MIROJ Nabi Muhammad Saw.
---------------------------------------------------------------
Semoga kita selalu diberi petunjuk dan kemudahan oleh ALLOH SWT amiin...
---------------------------------------------------------------
Siap menerima koreksi membangun bila ada kesalahan status niki.
Syekh Ahmad Djazuli Usman

Penjelasan Tentang QUNUT NAZILAH

April 24, 2017

BenagmerahDasi.com  -FIQIH BAB SHOLAT [tentang qunut nazilah dan urgensinya]

QUNUT NAZILAH
NO: 00214

Do’a merupakan senjata orang mukmin, dimana dengannya ummat islam memohon pertolongan dan perlindungan kepada Dzat yang Maha Melindungi. Selain itu, sebagai saudara seiman, tentunya ummat islam ibarat satu tubuh, yang ketika ada anggota tubuh yang tersakiti maka anggota yang lain akan merasakannya. Untuk itulah maka saling mendoakan merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama muslim.

Elemen do’a ini merupakan salah satu elemen penting, selain elemen bantuan lain ketika saudara kita ditimpa musibah dan tertindas, seperti bantuan materi berupa bahan makanan, pakaian, uang maupun bantuan kekuatan militer atau politik.Ada berbagai macam cara dalam berdo’a, mulai dari yang ditentukan secara baku sampai yang dibebaskan tata cara pelaksanaannya.
Diantaranya ada do’a yang dipanjatkan dalam pelaksanaan qunut di dalam shalat. Ibadah qunut yang pada intinya merupakan do’a ada 3 jenis, yaitu :

1. qunut subuh,
2. qunut witir dan
3. qunut nazilah.

Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai qunut Nazilah, mulai dari definisi, hukum dan tata cara pelaksanaannya.

Hakikat Qunut Nazilah
Secara bahasa kata qunut (القنوت) merupakan bentuk mashdar dari kata kerja (قنت - يقنت) yang memiliki beberapa macam arti, antara lain : ta’at, shalat, berdiri lama, diam danberdoa. Hanya saja arti terakhir ini menurut Az-Zajaj adalah definisi yang paling terkenal.[1]Untuk itulah definisi qunut secara istilah adalah :

اسْمٌ لِلدُّعَاءِ فِي الصَّلاةِ فِي مَحَلٍّ مَخْصُوصٍ مِنَ الْقِيَامِ

“Istilah untuk do’a di dalam shalat yang dilakukan pada saat tertentu ketika berdiri.”[2]Sedangkan kata Nazilah (النازلة) merupakan bentuk isim fa’il muannats dari kata kerja (نزل -ينزل) yang bermakna musibah luar biasa.[3]Maka qunut nazilah adalah qunut yang dilakukan ketika terjadi musibah luar biasa yang menimpa ummat islam. Tujuan qunut ini adalah untuk mendoakan kebaikan dan keselamatan bagi yang tertimpa musibah besar tadi serta menjauhkan mereka dari bahasa musuh yang mengintai.

Hukum Qunut Nazilah
Sebagaimana hukum qunut witir dan qunut subuh, qunut nazilah merupakan jenis qunut yang status hukumnya diperselisihkan oleh para ulama, meskipun perselesihan tersebut tidak sebesar yang terjadi pada dua jenis qunut yang lain.Ada dua pendapat besar dalam masalah ini, meskipun nanti ada rincian lebih detail dari salah satu pendapat yang ada :
A. Pendapat Pertama : Hukumnya Sunnah
Ini adalah pendapat mayoritas ulama, antara lain madzhab Hanafi, Syafi’i an Hanbali. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang kapan waktu pelaksanaannya dan kejadian apa saja yang disunnahkan melakukan qunut nazilah. Berikut rinciannya :

1. Madzhab Hanafi
Ulama dari madzhab ini berpendapat bahwasanya qunut nazilah disunnahkan dalam setiap musibah besar yang menimpa ummat islam, waktunya hanya pada shalat-shalat jahriyyah[4] saja.[5]Hal ini sebagaimana disebutkan oleh At-Thahawi :

إِنَّمَا لا يَقْنُتُ عِنْدَنَا فِي صَلاةِ الْفَجْرِ مِنْ دُونِ وُقُوعِ بَلِيَّةٍ، فَإِنْ وَقَعَتْ فِتْنَةٌ أَوْ بَلِيَّةٌ فَلا بَأْسَ بِهِ ، فَعَلَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

“Tidak boleh melakukan qunut menurut madzhab kami pada shalat subuh jika tidak terjadi musibah. Ketika terjadi fitnah atau musibah maka boleh melakukannya, Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam- pun pernah melakukannya.”[6]Di dalam unternal madzhab ini juga terjadi perbedaan pendapat mengenai apakah dilaksanakan sebelum ruku’ ataukah sesudahnya.

2. Ulama Madzhab Syafi’i
Ulama dari madzhab ini berpendapat –senada dengan Mazhab Hanafi- bahwasanya qunut subuh ini disunnahkan dilakukan ketika terjadi musibah besar, hanya saja waktunya dilakukan pada semua shalat fardhu baik sirryiyah maupun jahriyyah.
Dicontohkan bahwa musibah besar yang dimaksud seperti terjadi waba penyakit, musim paceklik, banjir besar, rasa takut terhadap musuh dan ditawannya seorang alim oleh musuh.Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawi berikut ini :

مُقْتَضَى كَلامِ الأَكْثَرِينَ أَنَّ الْكَلامَ وَالْخِلافَ فِي غَيْرِ الصُّبْحِ إِنَّمَا هُوَ فِي الْجَوَازِ ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُشْعِرُ إِيرَادُهُ بِالاسْتِحْبَابِ ، قُلْتُ : الأَصَحُّ اسْتِحْبَابُهُ ، وَصَرَّحَ بِهِ صَاحِبُ الْعُدَّةِ ، وَنَقَلَهُ عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ فِي الإِمْلاءِ

“Inti dari pendapat mayoritas ulama adalah bahwasanya perbedaan pendapat dalam masalah (hukum qunut yang dilakukan pada shalat fardhu) selain shalat subuh adalah apakah (qunut) tersebut dibolehkan atau tidak. Sebagian dari mereka berpendapat bahwasanya hukumnya mustahab (disunnahkan), menurut pendapatku yang paling shahih adalah mnustahab. Hal ini sebagaimana diungkapkan secara jelas oleh pengarang kitab Al-Uddah dan dia meriwayatkan nash dari Imam As-Syafi’i dalam kitab Al-Imla’.[7]
Dalil dari Madzhab Syafi’i yang mendukung bahwa qunut nazilah dilakukan pada semua shalat fardhu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwasanya dia berkata :

قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ ، يَدْعُو عَلَى رَعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الأَخِيرَةِ ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ "

“Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam- melakukan qunut selamat satu bulan secara berturut-turut pada waktu Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh. Beliau mendoakan keburukan untuk kabilah Ra’l, Dzakwan dan Ushaiyyah pada (rakaat) akhir setiap shalat usai beliau membaca “”. Dan para ma’mum pun mengaminkan do’a beliau.”[8]

3. Madzhab Hambali
Ulama dari madzhab ini berpendapat bahwasanya hukumnya disunnahkan qunut nazilah ini pada setiap musibah besar yang menimpa ummat islam kecuali wabah penyakit Ta’un. Adapun waktu pelaksanaannya adalah di setiap shalat wajib kecuali pada waktu shalat jum’at.[9]
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Buhuti berikut :

... (فَإِنْ نَزَلَ بِالْمُسْلِمِينَ نَازِلَةٌ ) هِيَ الشَّدِيدَةُ مِنْ شَدَائِدِ الدَّهْرِ ( غَيْرَ الطَّاعُونِ )... ( سُنَّ لإِمَامِ الْوَقْتِ خَاصَّةً )... ( الْقُنُوتَ بِمَا يُنَاسِبُ تِلْكَ النَّازِلَةِ فِي كُلِّ مَكْتُوبَةٍ ) ...(الْقُنُوتَ بِمَا يُنَاسِبُ تِلْكَ النَّازِلَةِ فِي كُلِّ مَكْتُوبَةٍ ) لِفِعْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد ( إلا الْجُمُعَةَ )...

“… Jika terjadi musibah besar yang menimpa ummat islam, dimana musibah ini termasuk kejadian luar biasa dimasanya selain wabah Ta’un maka disunnahkan bagi pemimpin tertinggi khususnya untuk melakukan qunut berkenaan dengan musibah yang menimpa tersebut, yang dilaksanakan pada setiap shalat wajib. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam-pada haditsIbnu Abbas yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud. Kecuali pada shalat jum’at…”[10]
Dalil atas pendapat ini antara lain :Alasan mereka bahwasanya ketika terjadi wabah Ta’un Amwas, yaitu wabah ta’un pertama yang menimpa ummat islam di Syam maupun wabah ta’un yang lain tidak ada riwayat yang menunjukkan telah dilakukan qunut nazilah.Selain itu bagi seorang muslim yang tertimba wabah ini maka ketika meninggal mereka tergolong orang pilihan yang mati syahid, sehingga tidak harus meminta untuk diangkat.Sedangkan mengapa tidak dilaksanakan pada shalat Jum’at adalah karena pada pelaksanaan ibadah shalat jum’at sudah ada do’a pada saat khutbah. Sehingga tidak perlu lagi dilakukan qunut nazilah.[11
B. Pendapat Kedua : Hukumnya Makruh
Ini adalah pendapat yang masyhur dari Madzhab Maliki dan pendapat yang tidak shahih dari Madzhab Syafi’i, menurut pendapat ini qunut itu tidak disunnahkan kecuali pada waktu shalat shubuh.[12]
Syaikh Muhammad ‘Alis menyebutkan ketika menjelaskan teks dalam kitab Mukhtashar Khalil :

( بِصُبْحٍ فَقَطْ ) فَلا يُنْدَبُ فِي وَتْرٍ فِي رَمَضَانَ وَلا فِي غَيْرِهِ لِحَاجَةٍ كَغَلاءٍ وَوَبَاءٍ , بَلْ يُكْرَهُ فِيهِمَا وَهَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ.

“(Hanya pada waktu Subuh saja) maka (qunut) tidak disunnahkan pada shalat witir Ramadhan maupun shalat-shalat yang lain karena terjadi hal-hal yang dibutuhkan seperti musim paceklik maupun wabah, bahkan pada dua kondisi tersebut hukumnya makruh dilakukan berdasarkan pendapat yang masyhur.”[13]
Dalil dari Madzhab Maliki dalam masalah ini adalah dua hadits berikut ini :

1. Dari Anas bin Malik dia berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ.

“Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam- melakukan qunut selama satu bulan dengan mendoakan keburukan untuk beberapa perkampungan Arab, kemudian beliau meninggalkannya.”[14]
2. Dari Abu Hurairah berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ بَعْدَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ : رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ ، اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ ، وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ ، وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ . ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَّهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا نَزَلَتْ: "لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ"

“Dahulu Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam- pernah berdoa ketika usai bangkit dari ruku’ pada rakaat kedua shalat subuh setelah membaca () :“Ya Allah bagimu segala puji… Ya Allah selamatkan Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyash bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kalagan orang mukmin. Ya Allah berikan adzab yang dahsyat pada suku Mudlar, dan timpakan kepada mereka tahun-tahun seperti yang menimpa Yusuf.”Setelah itu telah sampai kepada kami bahwasanya beliau meninggalkannya ketika turun ayat (yang artinya) : “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu[227] atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.” (Ali Imran : 128).”[15]
Dari dua hadits di atas bisa disimpulkan bahwasanya qunut nazilah ini memang pada awalnya pernah dilakukan oleh Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam- namun kemudian perintah tersebut telah dinasakh/dihapus.
Baca juga: Bacaan Qunut dalam mengqodlho sholat Subuh
Tata Cara Pelaksanaan
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwasanya terdapat perbedaan pendapat mengenai pada shalat apa saja qunut nazilah ini dilakukan.

>Ulama Madzhab Hanafi berpendapat bahwasanya hanya dilakukan pada shalat fardhu jahriyah saja.
>Ulama Madzhab Syafi’i berpendapat dilakukan pada semua shalat fardhu baik jahriyyah maupun sirriyah.
>Ulama Madzhab Hanbali berpendapat dilakukan pada semua shalat fardhu kecuali pada saat shalat Jum’at.

Cara Membaca Do’a
Ketika qunut nazilah ini dilakukan pada shalat-shalat jahriyyah maka cara membaca do’anya adalah dengan mengeraskan suara. Namun bagaimana jika dilakukan pada shalat sirriyah seperti shalat Dhuhur dan Ashar?
Bagi madzhab yang berpendapat bahwasanya qunut ini dilakukan di semua shalat fardhu, baik itu jahriyyah maupun sirriyah cara membaca do’anya sama, yaitu dengan mengeraskan suara. Hal ini sebagaimana yang diterangkan oleh Imam An-Nawawi berikut ini :

وَأَمَّا غَيْرُ الصُّبْحِ إِذَا قَنَتَ فِيهَا ، فَالرَّاجِحُ أَنَّهَا كُلَّهَا كَالصُّبْحِ سِرِّيَّةً كَانَتْ ، أَوْ جَهْرِيَّةً

“…Adapun jika pada shalat selain shalat subuh dilakukan qunut, maka pendapat yang rajih (dalam pelaksanaannya) adalah sama seperti shalat shubuh, baik shalat sirriyah maupun jahriyyah.”[16]
Do’a Yang DibacaDo’a yang dilafadzkan ketika qunut nazilah adalah do’a yang intinya memohon kepada Allah untuk diselamatkan dari musibah besar yang sedang menimpa ummat islam. Selain itu juga berisi tentang permohonan pertolongan dari para musuh ketika musibah yang menimpa adalah berupa penindasan maupun kondisi ketakutan dan kekhawatiran ketika terjadi peperangan.
Di antara contoh doa qunut nazilah adalah sebagaimana terdapat dalam riwayat Umar Ibn Al-Khattab -radhiyallahu 'ahnu- bahwasanya beliau pernah berdo’a ketika qunut dengan lafadh berikut :

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ، وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ ، اللَّهُمَّ الْعَنْ كَفَرَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ ، وَيُكُذِّبُونَ رُسُلَكَ ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ خَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمَ ، وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ ، وَأَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِى لاَ تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَنُثْنِى عَلَيْكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ ، وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ ، وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ ، وَلَكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ ، نَخْشَى عَذَابَكَ الْجَدَّ ، وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ ، إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكَافِرِينَ مُلْحَقٌ.

“Ya Allah berikanlah ampunan kepada kami, juga untuk orang-orang mu’min laki-laki maupun perempuan,dan orang-orang muslim laki-laki maupun perempuan. Satukanlah hati-hati mereka, perbaikilah hubungan mereka, tolonglah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka. Ya Allah berikanlah laknat para orang-orang kafir ahli kitab yang mendustakan utusan-Mu dan membunuh para wali-Mu. Ya Allah cerai beraikan kalimat mereka, goncangkan kaki-kaki mereka serta turunkanlah siksa-Mu yang tidak bisa dihindarkan untuk kaum yang melakukan kejahatan.Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagai Maha Penyayang. Ya Allah kami memohon pertolongan-Mu, memohon ampunan-Mu, memuji-Mu, tidak kufur terhadap-Mu, serta melepaskan dan meninggalkan orang yang bermaksiat kepada-Mu.Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah kami beribadah kepada-Mu, untuk-Mu kami shalat dan sujud, dan kepada-Mu lah kami menuju dan bergegas. Kami takut akan adzab-Mu yang keras, kami memohon rahmat-Mu, sesungguhnya adzab-Mu kepada orang-orang yang kafir itu pasti akan terjadi.”[17]
Selain do’a di atas juga ada riwayat lain dari Umar Ibn Al-Khattab yang hampir serupa :

اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ ، وَلَكَ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ ، إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكَافِرِينَ مُلْحَقٌ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ ، وَنُثْنِى عَلَيْكَ الْخَيْرَ وَلاَ نَكْفُرُكَ ، وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَخْضَعُ لَكَ، وَنَخْلَعُ مَنْ يَكْفُرُكَ.

“Ya Allah kami beribadah kepada-Mu, untuk-Mu kami shalat dan sujud, dan kepada-Mu lah kami menuju dan bergegas. Kami takut akan adzab-Mu yang keras, kami memohon rahmat-Mu, sesungguhnya adzab-Mu kepada orang-orang yang kafir itu pasti akan terjadi. Ya Allah kami memohon pertolongan-Mu, memohon ampunan-Mu, memuji-Mu, tidak kufur terhadap-Mu, kami beriman dan tunduk kepada-Mu, serta meninggalkan orang yang kufur kepada-Mu.”[18]
Demikianlah pembahasan singkat mengenai qunut nazilah. Sebagaimana yang telah diketahui bahwasanya saat ini kondisi ummat islam di beberapa belahan dunia sedang mengalami musibah besar yang berkepanjangan seperti saudara-saudara kita di Suriah, Rohingya maupun Palestina. Untuk itulah selain bantuan fisik, kita juga bisa membantu mereka melalui panjatan do’a yang kita haturkan melalui ibadah qunut nazilah ini.Wallahu a’lam bisshawab [1]

Refrensi:
[1] Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, jilid. 34, hal. 57
[2] Definisi ini diungkapkan oleh Ibnu ‘Allan dalam Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah ‘ala Al-Adzkar An-Nawawiyah, jilid 2, hal. 286
[3] Al-Mu’jam Al-Wasith, jilid 2, hal. 915
[4] Yaitu shalat-shalat dimana Imam mengeraskan bacaan Al-Fatihah dan surat Al-Qur’an seperti Subuh, Maghrib dan Isya’
[5] Al-Bahru Ar-Ra’iq dan Hasyiyahnya Minhatu Al-Khaliq karya Ibnu ‘Abidin, jilid 2, hal. 47-48 dan Ad-Dur Al-Muntaqa Syarh Al-Multaqa, jilid 1, hal. 129
[6] Lihat : ‘Uqud Al-Jawahir Al-Munifah karya Az-Zubaidi, jilid 1, hal. 147
[7] Raudhah At-Talibin, jilid 1, hal. 254
[8] HR. Abu Dawud (jilid 2, hal. 143), derajatnya hasan menurut Ibnu Hajar
[9] Al-Mughni, jilid 2, hal 587-588. Al-Mubdi’, jilid 2, hal. 13
[10] Kassyaf Al-Qina’, jilid 1, hal. 494
[11] Kassyaf Al-Qina’, jilid 1, hal. 494. Syarh Muntaha Al-Iradat, jilid 1, hal. 229
[12] Mawahib Al-Jalil, jilid 1, hal. 539, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhddzab, jilid 3, hal. 494
[13] Minah Al-Jalil Syarh Mukhtashar Khalil, jilid 1 hal. 157
[14] HR. Muslim, hadits no.1586 jilid 2, hal. 137
[15] HR. Al-Bukhari (Hadits no. 4284, jilid 4, hal. 1661) dan Muslim (hadits no. 294, jilid 1, hal. 466)
[16] Raudhah At-Thalibin, jilid 1, hal. 255
[17] Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, Bab do’a qunut, jilid 2, hal 210-211, hadits no. 3268
[18] HR. Al-Baihaqi (Sunan Al-Kubra, jilid 2, hal.211)
Sumber Fiqih muqorrin [perbandingan]

Tentang bacaan qunut dalam qadla’ shalat subuh yang dilaksanakan pada siang hari

April 24, 2017

BenangmerahDasi.com - FIQIH BAB SHOLAT [tentang qunut dalam qodlho subuh]

Fiqih Bab Sholat
No: 00212
PERTANYAAN

“Dibaca keras atau lirihkah bacaan qunut dalam qadla’ shalat subuh yang dilaksanakan pada siang hari?”

JAWABAN

Imam Syamsuddin; Muhammad bin Abi al-Abbas; Ahmad bin Hamzah; Syihabuddin al-Ramli di dalam kitabnya (Nihayah al-Muhtaj) menyatakan bahwa yang shahih, sesungguhnya Imam dianjurkan mengeraskan suara dalam membacanya (qunut) pada waktu pelaksanaan shalat yang dibaca lirih bacaannya sebagaimana mengqadla’ shalat subuh atau witir setelah terbitnya matahari.

Membaca keras semacam itu adalah mengikuti Nabi sebagaimana hadits yang telah diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan yang lain, hanya saja yang dibaca keras adalah qunut bukan bacaan yang lain sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Imam al-Mawardi dan dinilai baik oleh Imam al-Zarkasyi juga yang lain.

Baca juga: Penjelasan dalan Tasyahud akhir, hanya sholawat Ibrohimiyah saja yang dibaca
Dalam mengomentari uraian tersebut, Imam al-Syibramulisi menyatakan bahwa dianjurkannya bagi Imam untuk mengeraskan suara dalam membaca qunut pada waktu yang dianjurkan untuk melirihkan bacaan, karena yang dimaksud dengan qunut adalah berdo’a dan bacaan “amin” ma’mum, maka dianjurkan mengeraskan suara agar didengar oleh ma’mum untuk kemudian membaca “amin”.

Imam Syamsuddin; Muhammad bin Ahmad al Khatib al-Syarbini al-Syafi’i di dalam kitabnya (Mughni al-Muhtaj) menambahkan bahwa orang yang shalat sendiri dianjurkan melirihkan bacaan secara pasti.

Dari pemaparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa shalat subuh yang diqadla` pada siang hari, semua bacaannya dibaca lirih kecuali do’a qunut. Maka untuk Imam, qunut dibaca keras, sedangkan untuk orang yang shalat sendirian (munfarid) dan makmum dibaca lirih.
Dasar pengambilan (1)

:(و) الصحيح (أن الإمام يجهر به) استحبابا في السرية كأن قضى صبحا أو وترا بعد طلوع الشمس والجهر به للاتباع، رواه البخاري وغيره، وليكن جهره به دون جهره بالقراءة كما قاله الماوردي واستحسنه الزركشي وغيره. ------- [حاشية الشبراملسي] قوله: كأن قضى صبحا) وإنما طلب من الإمام الجهر بالقنوت في السرية مع أنها ليست محل الجهر، ومن ثم طلب الإسرار بالقراءة فيها لأن المقصود من القنوت الدعاء وتأمين القوم عليه فطلب الجهر ليسمعوا فيؤمنوا نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج (1/ 506)

Dasar pengambilan (2)

:(و) الصحيح (أن الإمام يجهر به) للاتباع رواه البخاري وغيره قال الماوردي: وليكن جهره به دون جهره بالقراءة، والثاني لا كسائر الأدعية المشروعة في الصلاة. أما المنفرد فيسر قطعا . مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج (1/ 370)

Daftar Pustaka:
1. Nihayah al-Muhtaj. I/ 506
2. Mughni al-Muhtaj. I/ 370

Penjelasan Ketika Sholat Menahan BAB,Buang gas dan Kencing

April 20, 2017

BenangmerahDasi.com - FIQIH BAB SHOLAT [tentang sholat menahan bab,buang gas]


No: 00196
HalloBENANG MERAH
WA:081384451265

PERTANYAAN

BOLEHKAH KETIKA SHOLAT MENAHAN BAB,BUANG GAS DAN KENCING..?

JAWABAN

Hukumnya makruh menahan kentut, kencing atau buang air besar (BAB). Makruh artinya boleh walaupun tidak dianjurkan. Apalagi kalau anda was-was wudhu.

Imam Romli dalam Nihayatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, hlm. 2/60, menyatakan:

( و ) تكره ( الصلاة حاقنا ) بالنون أي بالبول ( أو حاقبا ) بالباء الموحدة : أي بالغائط بأن يدافع ذلك ، أو حازقا بالقاف : أي مدافعا للريح ، أو حاقما بهما بل السنة تفريغ نفسه من ذلك ; لأنه يخل بالخشوع ، وإن خاف فوت الجماعة حيث كان الوقت متسعا

Artinya:
Makruh shalat sambil menahan kencing, BAB, atau kentut. Yang sunnah melepaskannya karena mengganggu kekhusyuan. Walaupun takut ketinggalan berjamaah apabila waktunya masih luas.

gambar tak nyambung

Penjelasan Dalam Tasyahud Akhir, Hanya Sholawat Ibrohimiyah Saja yang di Baca

April 13, 2017

BenangmerahDasi.com -Muthola'ah pagi 211216 [tentang sholawat]

Halo:Benangmerah
WA  :081384451265
Fiqih Bab shalat
Oleh : Fathul  El-Rozy


PERTANYAAN
DALAM TASYAHUD AKHIR, KENAPA SHOLAWAT IBROHIMIYAH SAJA YANG DI BACA
allhohumma solli ala sayidina muhammad,wa ala alihi

JAWABAN

Dalam Fat-hul Wahhaab / Hasyiyah Jamal 3/428
.
:وَخَصَّ إبْرَاهِيمَ بِالذِّكْرِ ؛ لِأَنَّ الرَّحْمَةَ وَالْبَرَكَةَ لَمْ تَجْتَمِعَا لِنَبِيٍّ غَيْرِهِ قَالَ تَعَالَى{ رَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْأَهْلَ الْبَيْتِ }( قَوْلُهُ وَخَصَّ إبْرَاهِيمَ بِالذِّكْرِ إلَخْ )عِبَارَةُ الْأُجْهُورِيِّفِي شَرْحِ مُخْتَصَرِابْنِ أَبِي جَمْرَةَ نَصُّهَا وَإِنَّمَاخَصَّ إبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُوَالسَّلَامُ بِذِكْرِهِوَآلِهِ فِي الصَّلَاةِلِوَجْهَيْنِ : أَحَدُهُمَا أَنَّ نَبِيَّنَاعَلَيْهِ الصَّلَاةُوَالسَّلَامُ رَأَى لَيْلَةَ الْمِعْرَاجِ جَمِيعَ الْأَنْبِيَاءِ وَسَلَّمَ عَلَى كُلِّ نَبِيٍّ وَلَمْ يُسَلِّمْ أَحَدٌ مِنْهُمْ عَلَى أُمَّتِهِ غَيْرَ إبْرَاهِيمَ فَأَمَرَنَا نَبِيُّنَاأَنْ نُصَلِّيَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ آخِرَ كُلِّ صَلَاةٍ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ مُجَازَاةًلَهُ عَلَى إحْسَانِهِ
.
Dikhususkannya penuturan Nabi Ibrahim AS karena rahmat dan barokah tidak akan terkumpul pada Nabi selain Nabi Ibrahim, firman Alloh Swt

:'رحمة الله و بركاته عليكم أهل البيت'

Ucapan mushannif wakhussha Ibrahim Ila akhirihi... Ibarot Al Ajhuriy Dalam syarah kitab mukhtasharbin aby jamrah yg telah di nash oleh beliau sesungguhnya dikhususkannya penuturan Nabi Ibrahim As dan keluarganya dlm shalawat karna ada dua wajah,, yg pertama
sesungguhnya Nabi Kita 'alaihi shalaatu wassalam pada malam isra dan mi'raj beliau melihat para Nabi lalu beliau mengucapkan salam pada mreka namun tidak ada satupun dari mereka yg mengucapkn salam pada umat Nabi Muhammad selain Nabi Ibrahim As, maka Nabi kita memerintahkan kpd kita agar kita bershalawat kpd beliau ( Nabi Ibrahim) dan keluarganya disetiap akhir shalat sampai hari kiamat sebagai balasan kebaikan utk beliau.
.
.الثَّانِي : أَنَّ إبْرَاهِيمَ لَمَّا فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْبَيْتِ جَلَسَ مَعَ أَهْلِهِ فَبَكَى وَدَعَا فَقَالَ اللَّهُمَّمَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ مِنْ شُيُوخِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ فَهَبْهُ مِنِّي السَّلَامَفَقَالَ أَهْلُ بَيْتِهِ : آمِينَ ، قَالَ إِسْحَاقُ : اللَّهُمَّمَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ مِنْ كُهُولِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ فَهَبْهُ مِنِّي السَّلَامَفَقَالُوا : آمِينَ ثُمَّ قَالَ إسْمَاعِيلُ : اللَّهُمَّمَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ مِنْ شَبَابِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ فَهَبْهُ مِنِّي السَّلَامَفَقَالُوا : آمِينَ فَقَالَتْ سَارَةُ : اللَّهُمَّمَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ مِنْ نِسَاءِ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ فَهَبْهُ مِنِّي السَّلَامَفَقَالُوا : آمِينَ فَقَالَتْ هَاجَرُ اللَّهُمَّمَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ : مِنْ الْمَوَالِي مِنْ النِّسَاءِوَالرِّجَالِ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ فَهَبْهُ مِنِّي السَّلَامَفَقَالُوا : آمِينَ ، فَلَمَّا سَبَقَ مِنْهُمْ ذَلِكَ أُمِرْنَا بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِمْمُجَازَاةًلَهُمْ انْتَهَتْ .
.
Sesungguhnya nabi Ibrohim manakala selesai dari membangun baitullah duduk beserta keluarganya, maka beliau menangis seraya berdo'a, beliau berkata Yaa Allah barang siapa yg berhaji akan rumah engkau ini (ditempat ini) dr golongan yg tua2 dr umat Muhammad maka berikan (kirimkan)kepadanya salam dariku.maka berkata ahli keluarganya Amiin,,,

Berkata nabi Ishak
ya Allah barang siapa yg berhaji dirumah engkau ini,dr golongan yg setengah baya dr umat muhammad, maka berikan (kirimkan)kepadanya salam dariku, Maka keluarganya berkata Amiin,
Baca juga: Hukum menahan gas dalam shalat
kemudian berkata nabi Ismail:
ya Allah barang siapa berhaji dirumah engkau ini para pemuda dari golongan umat Muhammad,maka berikan (kirimkan)kepadanya salam dariku, Maka keluarnganya berkata Amiin, maka berkata Sarah ya Allah barang siapa berhaji dirumah engkau ini golongan perempuan dari Umat Muhammad ,, maka berikan (kirimkan)kepadanya salam dariku, Maka keluarnganya berkata Amiin, maka berkata siti Hajar;
ya Allah barang siapa berhaji dirumah engkau ini para maula(majikan)dari golongan umat Muhammad, maka berikan (kirimkan)kepadanya salam dariku,Mk keluarnganya berkata Amiin, manakala telah terdahulu dr mereka oleh yg demikian itu(ucapan salam) maka kita diperintahkan dgn shalawat atas mereka sebagai balasan bagi mereka.
Wallahu A'lam...

Penjelasan Tentang Berwaqof Membaca Surah Al-Fatihah

April 11, 2017


BenangmerahDasi - AL QUR'AN BAB HUKUM WAQOF DAN WASHAL [berhenti di tempat yg seharusnya lanjut ]

Hukum waqof
No: 00161
Hallo Benangmerah
WA:081384451265


PERTANYAAN

Di saat sedang sholat, bolehkah berwaqof membaca surah al-fatihah pada ayat shiraathalladziina an'amta 'alaihim, lalu setelah bernafas diteruskan dengan membaca ghoiril-maghdhuubi 'alaihim waladhdhaalliin.
bukankah disana ada larangan untuk berwaqof.

JAWABAN

Berhenti (waqaf) pada bacaan yang dilarang waqaf tidaklah berakibat haram dan berdosa kecuali apabila ada niat dalam hati untuk sengaja merusak makna bacaan.

Abdul Fattah Al-Murshifi dalam kitab Hidayah Al-Qari ila Tajwidi Kalam Al-Bari, hlm. 1/387, menyatakan:

" ما قاله أئمتنا من أنه لا يجوز الوقف على كلمة كذا وكذا إنما يريدون بذلك الوقف الاختياري الذي يحسن في القراءة ويروق في التلاوة ولا يريدون به أنه حرام أو مكروه إذ ليس في القرآن الكريم وقف واجب يأثم القارىء بتركه أو حرام يأثم القارىء بفعله ، لأن الوصل والوقف لا يدلان على معنى حتى يختل بذهابهما ، وإنما يتصف الوقف بالحرمة إذا كان هناك سبب يؤدي إليها فيحرم حينئذ ، كأن قصد القارىء الوقف من غير ضرورة على لفظ " إله " أو على لفظ " لا يستحي " أو على لفظ " لا يهدي " في قوله تعالى : ( وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ ) المائدة / 73 , ( والله لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الحق ) الأحزاب / 53 , ( والله لاَ يَهْدِي القوم الفاسقين ) الصف / 5 . وما شابه ذلك مما تقدم ذكره في الوقف القبيح إذ لا يفعل ذلك مسلم قلبه مطمئن بالإيمان .
وفي هذا المقام يقول الحافظ ابن الجزري في المقدمة الجزرية :
وليسَ في القرآن مِنْ وقْفٍ وجَب ... ولا حرام غير ما له سَبَبْ

Artinya:
Apa yang dikatakan para imam kita bahwa tidak boleh waqaf (menghentikan bacaan) atas kalimat ini dan itu maksudnya adalah waqaf ikhtiyari (pilihan) yang baik dilakukan saat membaca namun tidak dimaksudkan sebagai sesuatu yang haram atau makruh (apabila dilanggar).
Karena, tidak ada waqaf wajib dalam Al-Quran yang membuat pembaca berdosa apabila meninggalkannya atau waqaf haram yang membuat pembaca berdosa apabila melakukannya.
Karena washal (menyambung bacaan) dan waqaf tidak menunjukkan makna apapun sampai kecuali apabila ada atau tidaknya waqaf washal membuat cacat.

Waqaf hukumnya haram apabila ada sebab yang memyebabkan keharaman, maka dalam hal ini hukum waqafnya haram.
Seperti pembaca sengaja menghentikan bacaan tanpa darurat pada kata "ilah" dalam firman Allah QS Al-Maidah 5:73

( وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ ),

atau pada kata
"لا يستحي"
dalam QS Al-Ahzab :53
( والله لاَ يَسْتَحْيِي مِنَ الحق )
atau kata
"لا يهدي"

(tidak memberi hidayah) pada QS As-Shaf :5

( والله لاَ يَهْدِي القوم الفاسقين )

dan yang serupa dengan itu yang termasuk dalam waqaf buruk. Seorang muslim yang beriman tidak mungkin melakukan itu.

Dalam konteks ini Al-Hafidz Ibnu Al-Jazari dalam Al-Muqaddimah Al-Jazariyah menyatakan dalam bentuk syair:

"Dalam Al-Quran tidak ada waqaf yang wajib dan tidak ada waqaf haram kecuali yang ada sebabnya"



Penjelasan Hukumnya Menahan Buang Gas (Kentut, kencing dan BAB), dalam Shalat

April 11, 2017

BenangmerahDasi.com - Fiqih bab sholat (Tentang buang gas)

No: 00157
Fiqih: Bab Sholat
Halo: Benangmerah
WA  : 081384451265
PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA MENAHAN BUANG GAS[kentut] KENCING,DAN BAB DALAM SHOLAT..?
1. Hukumnya makruh menahan kentut, kencing atau buang air besar (BAB).
Makruh artinya boleh walaupun tidak dianjurkan.
Apalagi kalau anda was-was wudhu.
Imam Romli dalam Nihayatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, hlm. 2/60, menyatakan:

( و ) تكره ( الصلاة حاقنا ) بالنون أي بالبول ( أو حاقبا ) بالباء الموحدة : أي بالغائط بأن يدافع ذلك ، أو حازقا بالقاف : أي مدافعا للريح ، أو حاقما بهما بل السنة تفريغ نفسه من ذلك ; لأنه يخل بالخشوع ، وإن خاف فوت الجماعة حيث كان الوقت متسعا
Artinya:
Makruh shalat sambil menahan kencing, BAB, atau kentut. Yang sunnah melepaskannya karena mengganggu kekhusyuan.
Walaupun takut ketinggalan berjamaah apabila waktunya masih luas.
______________________________

Penjelasan Batasan Waktu Menjadi Musafir Ketika Sudah Sampai Tujuan

April 08, 2017

BenangmerahDasi.com - Hasil muthola'ah tgl 15-10-2016

No: 001
Fiqih bab shalat jama' dan qasor
nyambung pertanyaan dari saudara Heru Prastowo_kota ambon

Halo BENANG MERAH
WA:081384451265

DESKRIPSI 1

Assalamualaikum wrwb,
Minta maaf sebelumnya, mau tanya. Ini sekarang kita lagi mengikuti Diklat selama 40 hari, ada sebagian peserta diklat yang datang dari jauh, dan mereka selama mengikuti diklat, menjama' dan mengqashor sholat.
Jazakumulloh...

DESKRIPSI 2

disebuah perkantoran di dikawasan SCBD kuningan jakarta ada sebuah masjid yg setiap pekan di gunakan untuk sholat jum'at,dan seluruh jama'ah adalah karyawan tersebut yang bukan asli warga setempat.
[95 % karyawan dari kota penyangga jakarta BEKASI,BOGOR DEPOK DAN KARAWANG]

PERTANYAAN

1.BERAPA HARIKAH.?
BATASAN WAKTU MENJADI MUSAFIR KETIKA SUDAH SAMPAI TUJUAN.?

2.BOLEHKAH TALFIQ[mencampur] MADZAB DALAM HAL INI.?
batasan musyafir mengikuti madzab hambali,sedangkan sholat mengikuti madzab as-syafi'i

3.BOLEH DAN SAHKAH SHOLAT JUM'AT SEPERTI DESKRIPSI 2 DIATAS....?

JAWABAN

Pertanyaan no satu.
Berapa harikah waktu menjadi musafir ketika sudah sampai tujuan.

 Jawaban-1

Empat hari.

Referensi :
Ianah al tholibin vol 2 hal 194

وقال فى التحفة وهى اى مدة المسافر اربعة ايام لا ثمانية عشر يوما

 jawaban-2

18 hari_

Boleh mengqosor dan menjamak sampai 18 hari jika memang si musafir tidak tau pasti sampai kapan selesai perjalanannya. 
Padahal dia mengira2kan bahwa perjalannya akan sampai sebelum mlewati 4 hari, namun ternyata tidak hingga membutuhkan waktu yang lama.
Ref :

من سافر سفرا مباحا مسافة (81 كم) فأكثر جاز له القصر والجمع إلى أن يحصل واحد من الأمور الآتية :
١. أن ينوي الإقامة المطلقة في المكان الذي وصل إليه، فينتهي في حقه القصر والجمع بمجرد وصوله ذلك المكان.
٢. أن ينوي الإقامة في مكان أربعة أيام فأكثر غير يومي الدخول والخروج، فهذا ينقطع سفره بمجرد وصوله إلى المكان الذي نوى فيه الإقامة، وينتهي في حقه القصر والجمع، أما إذا نوى الإقامة أقل من أربعة أيام غير يومي الدخول والخروج؛ فإنه يقصر ويجمع.
٣. إذا نوى إقامة ثلاثة أيام غير يومي الدخول والخروج، ولكنه اضطر إلى تمديد إقامته أكثر من ذلك، فينقطع سفره بمضي اليوم الثالث، فلا يجوز له القصر والجمع بعد ذلك.
٤. إذا لم يعلم متى تنقضي حاجته من سفره بالضبط، لكنه توقع انقضاءها قبل مضي أربعة أيام، ولم يصدق توقعه فطالت المدة، فيجوز له أن يقصر ويجمع إلى ثمانية عشر يوما.
أما دليل التحديد بثلاثة أيام ؛ فحديث العلاء بن الحضرمي رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (يُقِيمُ الْمُهَاجِرُ بِمَكَّةَ بَعْدَ قَضَاءِ نُسُكِهِ ثَلَاثًا) متفق عليه. قالوا : "وكان يحرم على المهاجرين الإقامة بمكة ومساكنة الكفار ؛ فالترخص في الثلاث يدل على بقاء حكم السفر، بخلاف الأربعة".
وأما دليل التحديد بثمانية عشر يوما في حالة التردد في وقت انقضاء الحاجة؛ فهو مدة إقامة النبي صلى الله عليه وسلم عام الفتح بمكة وهو يقصر قصر الصلاة والله أعلم.
[مغني المحتاج ج ١ ص ٥١٩-٥٢١].

Ref-2:
fathul wahab hal 70.

Ref:
Madzahibul arba'ah, juz 1 hal 407-408,

 pertanyaan ke-2
bolehkah talfiq[mencampur] madzab...?

tidak boleh,

 pertanyaan ke-3
Boleh dan sahkah sholat jumat seperti deskripsi diatas?

-Tidak boleh dan tidak sah, sebab mereka tidak memenuhi syarat sah sholat jum'ah, yaitu mustautin (orang yg bertempat tinggal menetap). 
Dan hukumnya haram bagi mereka melaksanakan sholat jum'at.

الاقناع ج 1 ص 155 
والثانى من شروط الصحة ان يكون العدد اربعين رجلا ولو مرضى ومنهم الامام من اهل الجمعة وهم الذكور الاحرار المكلفون المستوطنون بمحلها لا يظعنون عنه شتآء ولا صيفا الا لحاجة.

بغية المسترشدين ج 1 ص 167 
وعبارة ك. واذا فقدت شروط الجمعة عند الشافعى لم يجب فعلها بل يحرم حينئذ لانه تلبس بعبادة فاسدة

 koreksi_dan_pembanding

pak Mas Sholeh ID
mbah Naja Wafa Bidaroinik
kang Mas Tontowi
kang Daviq Muntaqy
kang Moch Chib
kang Bar Seso
kang Ahmad Alie

 fathul wahab hal 70


Penjelasan Menjama' Takdzim Sholat Ketika Akan Berpergian

September 21, 2016

BenangmerahDasi.com - Fiqih bab shalat Jama (menggabungkan)

DISKRIPSI

Sebut saja kang Azam dari kota kediri yang akan berpergian ke rumah Bu Aliya di Jogjakarta dengan jarak tempuh melebihi 500 km.
Kang Azam berangkat pukul 13.00 dengan menggunakan kendaraan bus PO RAYA dan diperkirakan sekitar pukul 20.00 (setelah isya') WIB baru sampai di tempat tujuan.


PERTANYAAN

Bolehkah kang Azam menjama' Takdzim sholat ashar dengan sholat dzuhur ketika masih di rumah..??

JAWABAN

Menjama' shalat antara dhuhur dan ashar, maghrib dan isya' , menempuh cara taqdhim atau ta'khir pada dasarnya diperkenankan apabila ada hajat ( kebutuhan) tertentu. Tidak hanya alasan perang , hujan lebat atau menahan rasa sakit. Kebolehan tersebut juga berlaku saat seseorang tidak dalam perjalanan (musafir).

بُغْيَةُ الْمُسْتَرْشِدِيْنَ : باعلوي صـ 77حَكَى الْخَطَّابِيُّ عَنْ اَبِي إِسْحَقَ جَوَازَهُ (الْجَمْعَ) فِيْ الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ وَإِنَ لَمْ يَكُنْ خَوْفٌ وَلاَ 
مَطَرٌ وَلاَ مَرَضٌ . وَبِهِ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ


Iman Al- Khaththabi menghikayatkan dari Abu Ishaq akan kebolehan menjama' shalat (di rumah) tidak berpergian karena hajat , meskipun tidak ada ketakutan, tidak ada hujan, dan tidak sakit. Ibnu Mudzir telah berpendapat demikian . Nabi S.A.W pernah menjama' antara dluhur dan ashar, maghrib dan isya' di Madinah tidak terkait suasana perang atau hujan lebat. Kejadian itu dipahami oleh Abdullah bin Abbas sebagai wujud keinginan beliau untuk tidak mempersulit umatnya.

.رَوَى الْجَمَاعَةُ إِلاَّ الْبُخَارِي عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَبَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ 
بِالْمَدِيْنَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ . قِيْلَ لاِبْنِ عَبَّاسٍ مَا أَرَادَ بِذ لِكَ ؟ قَالَ : أَرَادَ أَنْ لاَ يُحَرِّجَ أُمَّتَهُ


Sekelompok ahli hadits, kecualu Bukhari telah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa Nabi SAW menjama' antara sholat dhuhur dan ashar dan antara shalat maghrib dan isya', tanpa ada ketakutan dan hujan.
Dikatakan kepada Ibnu Abbas,

  '' Apa yang di kehendaki dengan demikian itu.??''' Dia menjawab, ''Beliau menginginkan agar tidak menyusahkan umatnya'', Sekalipun ia masih berada di kampung tempat tinggalnya. Namun sebaiknya shalat jama'  tersebut di lakukan di luar rumahnya, yaitu di masjid atau mushola terdekat. Hal ini dimaksudkan agar yang bersangkutan nyata-nyata telah mengawali perjalanannya.

Saran melaksanakan shalat di luar rumah tempat tinggalnya merujuk pada pertimbangan lokasi Madinah yang sangat sepekulatif untuk di artikan sebagai ''rumah kediaaman Nabi SAW ''

Sebab tradisi beliau yang tidak pernah menunaikan shalat maktubah kecuali dengan berjama'ah di masjid yang berada di sebelah barat rumah beliau.
Adapun keinginan meng-qasar shalat rubaiyah, maka peluang mengamalkannya harus telah melintasi tapal batas desa.
Karena kemutlakan shalat qashar harus terkait dengan kondisi berpergian(dharbun fi al-ardi) sebagaimana disebutkan dalam
Al-Quran Surat An-Nisa ayat 101

.فِقْهُ السُّنَّةِ : سَيِّدْ سَابِقْ ، 1 صـ 241قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ : وَلاَ أَعْلَمُ اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَصَرَ فِيْ سَفَرٍ مِنْ أَسْفَارِهِ إِلاَّ بَعْدَ خُرُوْجِهِ مِنَ الْمَدِيْنَةِ


Ibnu Mundzir berkata, '' Saya tidak mengetahui bahwa Nabi SAW meng-qasar shalat dalam satu perjalanan dari perjalanan-perjalanan beliau kecuali dari kota maidnah


"وَقَالَ اَنَسُ بْنُ مَالِكٍ : صَلَّيْتُ الظُّهْرَ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِالْمَدِيْنَةِ اَرْبَعًا ، وَبِذِى الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ [رَوَاهُ 
الْجَمَاعَةُ]وَيَرَى بَعْضُ السَّلَفِ أَنَّ مَنْ نَوَى السَّفَرَ يَقْصُرُ وَلَوْ فِيْ بَيْتِهِ


Anas bin Malik berkata, '' Saya shalat dhuhur beserta Nabi SAW di Madinah empat rakaat dan di Dzul Hulaifah dua rakaat. Hadits  riwayat sekelompok ahli hadits


عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ : شَهِدْتُّ الْفَتْحَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ لاَيُصَلِّي إِلاَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَقُوْلُ ِلأَهْلِ الْبَلَدِ 

صَلُّوْا أَرْبَعًا فَأَنَا مُسَافِرٌ[اَخْرَجَهُ اَبُوْ دَاوُدَ]


Imam bin Hushain berkata,
  '' Saya menyaksikan pembebasan kota Makkah bersama Rasullullah SAW : maka beliau tidak shalat kecuali dua rakaat, kemudian beliau bersabda kepada penduduk Makkah, '' Shalatlah kalian empat rakaat, saya musafir.''
Hadits riwayat Abu Dawud.

(Hasil bahas masa'il ponpes Nurul Huda Malang)



 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes