KAJIAN KITAB

AZWAJA

ASBABUN NUZUL

Latest Updates

Showing posts with label FIQIH. Show all posts
Showing posts with label FIQIH. Show all posts

Fiqih bab Nadzar, Pembagian Nadzar dan Denda Bagi yang Tidak Melakukan Nadzar

April 06, 2018




Fiqih bab Nadzar, Pembagian Nadzar dan Denda Bagi yang Tidak Melakukan Nadzar
Fiqih bab Nadzar, Pembagian Nadzar dan Denda Bagi yang Tidak Melakukan Nadzar 


Benangmerahdasi -Fiqih bab Nadzar (Kafarot Nadzar)  Ada sebagian diantara kita yang mempunyai Nadzar yang lumayan banyak dan belum lunas, namu setiap ingin mencoba melunasinya  satu demi satu mereka jatuh sakit, terkadang hal itu membuat rasa takut karena, ada kekawatiran jika meninggal dunia. dan masih memiliki hutang nadzar. berikut penjelasannya tentang persoalan tersebut.


BENANG MERAH
NO : 00373
FIQIH BAB NADZAR
[ Tentang Kafarot Nadzar ]
Santri DASI

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Deskripsi :

Fadli memiliki nadzar puasa yang lumayan banyak dan belum lunas. Setiap dia mencoba untuk melunasinya satu demi satu dia jatuh sakit. Nadzar itu pun mulai membuat hati dan pikirannya tak tenang. Ia kawatir jika meninggal dunia, ia masih memiliki hutang nadzar.

Pertanyaan :

Apakah ada cara untuk mengganti nadzar itu?

Jawaban:

A. PEMBAGIAN NADZAR

Nadzar terbagi menjadi dua :

1. Nadzar lajaj, yaitu : nadzar yang berupa anjuran pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu, atau pencegahan dari melakukan sesuatu atau karena marah dengan mewajibkan pada dirinya untuk melakukan sesuatu.

Misalnya : pernyataan “jika aku berbicara dengan Zaid, maka aku akan berpuasa satu hari”, dalam pernyataannya “jika aku berbicara dengan Zaid” bisa karena didasari marah kepadanya, atau ingin mencegah dirinya dari berbicara dengannya atau hanya karena ingin mendorong dirinya untuk berpuasa.

2. Nadzar tabarrur, yaitu : nadzar yang tidak digantungkan dengan sesuatu apapun atau digantungkan dengan sesuatu yang disukai.

Misalnya pertama : “aku nadzar puasa hari senin dan kamis” , contoh kedua : “ jika aku sembuh dari penyakitku, maka aku akan bersedekah”
Baca Juga: Hukum telinga yang kemasukan air saat menjalankan ibadah puasa
B. DENDA BAGI YANG TIDAK MELAKUKAN NADZAR

Nadzar wajib untuk dilakukan dan bagi orang yang meninggalkan :

1. Jika berupa nadzar lajaj, si nadzir boleh memilih antara mengerjakan apa yang dinadzari atau membayar kaffaroh yamin yaitu : mengerjakan salah satu dari tiga pilihan berikut :

a) Membebaskan budak muslim, memberi makan 10 orang miskin setiap orang satu mud (± 7,5 ons)

b) atau memberi pakaian kepada 10 orang miskin.

c) Namun jika tidak mampu melaksanakan salah satu dari tiga pilihan di atas, maka wajib puasa tiga hari.

2. Jika nadzar tabarrur, maka wajib melaksanakan apa yang telah dinadzari (tanpa ada pilihan mengerjakan kaffaroh yamin).

Referensi :

1. Al Yaqutun Nafis halaman 214 - 217

النذر لغة : الوعد بخير او شرّ، وشرعا : التزام قربة لم تتعين بصيغة

اقسام النذر اثنان : نذر لجاج ، ونذر تبرر. فالأول : هو الحث او المنع او تحقيق الخبر غضبا بالتزام قربة, والثاني : هو التزام قربة بلا تعليق او بتعليق بمرغوب فيه ويسمى نذر المجازاة ايضا.

حكم نذر اللجاج : تخيير الناذر بين ما التزمه وكفارة اليمين، وحكم نذر التبرر : تعين ما التزمه الناذر.

شروط الناذر اربعة : الإسلام في نذر التبرر، والإختيار ، ونفوذ التصرف فيما ينذره، وامكان فعله للمنذور.

2. Mughnil Muhtaj juz 18 halaman 456

( وَهُوَ ) أَيْ النَّذْرُ ( ضَرْبَانِ ) أَحَدُهُمَا : ( نَذْرُ لَجَاجٍ ) بِفَتْحِ أَوَّلِهِ بِخَطِّهِ ، وَهُوَ التَّمَادِي فِي الْخُصُومَةِ ، سُمِّيَ بِذَلِكَ لِوُقُوعِهِ حَالَ الْغَضَبِ ، وَيُقَالُ لَهُ يَمِينُ اللَّجَاجِ ، وَالْغَضَبِ وَيَمِينُ الْغَلَقِ ، وَنَذْرُ الْغَلَقِ بِفَتْحِ الْغَيْنِ وَاللَّامِ ، وَالْمُرَادُ بِهِ مَا خَرَجَ مَخْرَجَ الْيَمِينِ بِأَنْ يَقْصِدَ النَّاذِرُ مَنْعَ نَفْسِهِ أَوْ غَيْرِهَا مِنْ شَيْءٍ أَوْ يَحُثُّ عَلَيْهِ أَوْ يُحَقِّقُ خَبَرًا أَوْ غَضَبًا بِالْتِزَامِ قُرْبَةٍ ( كَإِنْ كَلَّمْتُهُ ) أَيْ زَيْدًا مَثَلًا ، أَوْ إنْ لَمْ أُكَلِّمْهُ ، أَوْ إنْ لَمْ يَكُنْ الْأَمْرُ كَمَا قُلْته ( فَلِلَّهِ عَلَيَّ ) أَوْ فَعَلَيَّ ( عِتْقٌ أَوْ صَوْمٌ ) أَوْ نَحْوُهُ كَصَدَقَةٍ وَحَجٍّ وَصَلَاةٍ ( وَفِيهِ ) عِنْدَ وُجُودِ الْمُعَلَّقِ عَلَيْهِ ( كَفَّارَةُ يَمِينٍ ) لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { كَفَّارَةُ النَّذْرِ كَفَّارَةُ يَمِينٍ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ ، وَلَا كَفَّارَةَ فِي نَذْرِ التَّبَرُّرِ قَطْعًا فَتَعَيَّنَ أَنْ يَكُونَ الْمُرَادُ بِهِ اللَّجَاجُ ، وَرُوِيَ ذَلِكَ عَنْ عُمَرَ



DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri Dasi
Santri

Fiqih Munakahat Tentang Pemberian Suami yang Menjadi Milik Istri

December 23, 2017

Fiqih Munakahat Tentang Pemberian Suami yang Menjadi Milik Istri
Fiqih Munakahat Tentang Pemberian Suami yang Menjadi Milik Istri

Benangmerahdasi - Fiqih Munakahat Tentang Nafaqoh Suami Kepada Istri

FIQIH MUNAKAHAT
(Nafaqoh suami kepada istri )
Nomer:  00342
Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

PERTANYAAN
Apakah setiap pemberian suami menjadi milik istri ?

JAWABAN
Syaikh Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani di dalam kitabnya (Tausyih ‘Ala Ibni Qasim) menjelaskan bahwa jika seorang suami membeli perhiasan untuk istrinya agar dijadikan alat perias diri selagi bersamanya, maka ia tidak mempunyai hak kepemilikan terhadapnya keculai ada shighat (ungkapan serah-terima; ijab-qabul) dari suami.

Dan demikian juga jika buah hatinya dipakaikan perhiasan tanpa adanya shighat hingga andai si buah hati meninggal dunia, maka ibunya tidak dapat mewarisi perhiasan tersebut darinya, karena barang tersebut tetap atas kepemilikan bapaknya.

Di dalam sebuah literatur Fiqh kontemporer (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah) juga dijelaskan bahwa ketika pemberian (hibah) telah sah dengan syarat-syaratnya terdahulu, maka kepemilikan adalah bagi orang yang menerima pemberian dalam barang yang diberikan.

Baca juga: 

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tidak setiap pemberian suami menjadi milik istri, namun jika pemberian tersebut melalui mekanisme serah terima (ijab-qabul), maka menjadi milik istri. Wallahu a’lam bis shawab.
Dasar pengambilan :

ولو اشترى الزوج لزوجته حليا للتزين به ما دامت عنده، لم تملكه إلا بصيغة ويصدق في ذلك، وكذا لو زين به ولده الصغير من غير صيغة، حتى لو مات الولد لم ترث منه أمه، لأنه باق على ملك أبيه. إهـ. توشيح على ابن قاسم ص 176 دار الفكر

Dasar pengambilan :

ثُبُوتُ الْمِلْكِ لِلْمَوْهُوبِ لَهُ : 38 إِذَا تَمَّتِ الْهِبَةُ صَحِيحَةً بِشُرُوطِهَا الْمُتَقَدِّمَةِ فَإِنَّ الْمِلْكَ يَثْبُتُ لِلْمَوْهُوبِ لَهُ فِي الشَّيْءِ الْمَوْهُوبِ. الموسوعة الفقهية الكويتية - (ج 42 / ص 147)

Daftar Pustaka:
1. Tausyih ‘Ala Ibni Qasim. 176
2. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah. XLII/ 147

DASI Dagelan Santri Indonesia

Penjelasan Fiqih Tentang Pembagian Hak Waris dan Perinciannya

November 21, 2017

Penjelasan Fiqih Tentang Pembagian Hak Waris dan Perinciannya

Benangmerahdasi -Kajian Fiqih

Kitab : Ghoyatul Ikhtisar
(Taqrib)
Bab : Waris
Oleh: Daviq Muthaqi

Penjelasan fiqih tentang ahli waris dari golongan-golongannya setra pembagiannya secara rinci

كتاب الفرائض
والوارثون من الرجال عشرة الابن وابن الابن وإن سفل والأب والجد وإن علا والأخ وأبن الأخ وإن تراخى والعم وابن العم وإن تباعدا والزوج والمولى المعتق والوارثات من النساء سبع البنت وبنت الابن والأم والجدة والأخت والزوجة والمولاة المعتقة ومن لا يسقط بحال خمسة الزوجان والأبوان وولد الصلب ومن لا يرث بحال سبعة العبد والمدبر وأم الولد والمكاتب والقاتل والمرتد وأهل ملتين وأقرب العصبات الابن ثم ابنه ثم الأب ثم أبوه ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم على هذا الترتيب ثم ابنه فإن عدمت العصبات فالمولى المعتق.

Artinya:
Ahli waris dari golongan laki-laki ada 10 (sepuluh)

1. Anak laki-laki
2. Cucuc laki-laki (dari anak laki-laki ke bawah
3. Ayah
4. Kakek ke atas
5. Kaka / adaik laki-laki
6. Kemenakan (keponakan) laki-laki (putra dari kakak/ adik laki-laki) ke bawah.
7. Saudara ayah.
8. Putra dan saudara ayah sekalipun jauh.
9. Suami
10. Tuan yang telah memerdekakan hamba sahaya-nya.
                                            Fiqih hak waris
Orang-orang yang tidak gugur hak warisnya dalam keadaan bagaimanapun ada 5 (lima) yaitu:

1. Suami
2. Isrti
3. Ayah
4. Ibu.
5. Anak kandung laki-laki dan perempuan.

Orang yang tidak berhak mewarisi (peninggalan mayit) dalam keadaan bagaimanapun ada 7 (tujuh) yaitu:

1. Hamba sahaya (budak) baik laki-laki atau perempuan.
2. Hamba sahaya mudabbar (yaitu budak yang disanggupi akan dimerdekakan bila tuannya telah meninggal dunia)
3. Ummul walad yaitu hamba sahaya perempuan yang mempunyai anak dari tuannya.
4. Hamba sahaya mukatab yaitu hamba sahaya yang sedang mengangsur / mencicil menebus dirinya untuk merdeka.
5.  Pembunuh si mayit.
6. Orang murtad atau keluar dari Islam.
7. Pemeluk dua agama yang berlainan (misalnya muslim dan kafir, yang satu tidak berhak mewarisi yang lain).

Ashabah (penerima bagian waris tidak tetap) yang paling dekat adalah anak laki-laki.
Kemudian:

1. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
2. Ayah.
3. Kakek
4. Saudara kandung (seayah dan seibu).
5. Saudara seayah.
6. Putera saudara kandung (seayah seibu) alias keponakan.
7. Putera saudara ayah (seayah alias keponakan).
8. Paman (saudara ayah) menurut urutan di atas.
9. Putra paman (sepupu).

Apabila ahli waris ashabah tersebut sudah tidak ada (sudah meninggal), maka pemilik hamba sahaya (laki-laki / permpuan) yang telah memerdekaan mayit itu yang menerima warisan asabah
                                          Fiqih hak waris
Baca Juga: Kajian Fiqih Kitab Fathul Mu'in No 5
Bagian pasti dalam warisan

(فصل) والفروض المذكورة في كتاب الله تعالى ستة النصف والربع والثمن والثلثان والثلث والسدس فالنصف فرض خمسة البنت وبنت الابن والأخت من الأب والأم والأخت من الأب والزوج إذا لم يكن معه ولد والربع فرض اثنين الزوج مع الولد أو ولد الابن وهو فرض الزوجة والزوجات مع عدم الولد أو ولد الابن والثمن فرض الزوجة والزوجات مع الولد أو ولد الابن والثلثان فرض أربعة البنتين وبنتي الابن والأختين من الأب والأم والأختين من الأب والثلث فرض اثنتين الأم إذا لم تحجب وهو للاثنين فصاعدا من الأخوة
والأخوات من ولد الأم والسدس فرض سبعة الأم مع الولد أو ولد الابن أو اثنين فصاعدا من الأخوة والأخوات وهو للجدة عند عدم الأم ولبنت الابن مع بنت الصلب وهو للأخت من الأب والأم وهو فرض الأب مع الولد أو ولد الابن وفرض الجد عند عدم الأب وهو فرض الواحد من ولد الأم

وتسقط الجدات بالأم والأجداد بالأب ويسقط ولد الأم مع أربعة الولد وولد الابن والأب والجد ويسقط الأخ للأب والأم مع ثلاثة الابن وابن الابن والأب ويسقط ولد الأب ويسقط ولد الأب بهؤلاء الثلاثة وبالأخ للأب والأم وأربعة يعصبون أخواتهم الابن وابن الابن والأخ من الأب والأم والأخ من الأب وأربعة يرثون دون أخواتهم وهم الأعمام وبنو الأعمام وبنو الأخ وعصابات المولى المعتق.

Artinya:
Bagian tetap atau pasti yang di sebut dalam Al-Qur'an ada 6 (enam) yaitu:

1. 1/2 (setengah)
2. 1/4 (seperempat).
3. 1/8 (seperdelapan)
4. 2/3 (dua pertiga)
5. 1/3 (sepertiga)
6. 1/6 (seper enam)

setengah (1/2) adalah bagian untuk (tiap orang) dari 5 (lima) orang di bawah ini:

1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan (dari anak laki-laki)
3. Saudara perempuan kandung (seayah seibu)
4. Saudara perempuan perempuan seayah
5. Suami jika tak ada anak laki-laki atau anak perempuan si mayit.

Seperempat (1/4) adalah bagian untuk (tiap orang dari) dua orang ahli waris di bawah ini:

1. Suami yang bersama anak laki-laki/ perempuan atau bersama cucu laki-laki/ perempuan dari anak laki-laki.

2. Dan 1/4 tersebut adalah bagian untuk seorang istri (bagian) untuk beberapa orang isteri (2-4) yang tak bersama anak laki-laki/ perempuan atau cucu laki-laki/ perempuan dari anak laki-laki si mayit.

Seper delapan (1/8)   adalah bagian untuk:

Seorang isteri dan (bagian) untuk beberapa orang isteri (2-4) yang bersama anak (laki-laki/perempuan) atau cucu laki-laki/perempuan dari anak laki-laki si mayit.
                                                  Fiqih warisan
Baca Juga: Kajian Fiqih Kitab Fathul Mu'in No: 04
Dua pertiga (2/3) adalah bagian untuk  (tiap-tiap golongan ahli waris dari) empat golongan di bawah ini, yaitu:

1. Dua anak perempuan atau lebih.
2. Dua orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) atau lebih
3. Dua orang saudari perempuan seayah seibu (kandung) atau lebih.
4. Dua orang saudari perempuan kandung (seayah seibu).

Sepertiga (1/3) adalah bagian untuk (tiap orang dari) dua orang (di bawah ini):

1. Ibu jika tak terhalang (mahjub).
2. Dan sepertiga (1/3)  adalah untuk dua orang atau lebih saudara laki-laki dan perempuan seibu.

Seper enam (1/6) adalah bagian untuk (tiap orang dari) 7 orang di bawah ini:

1. Ibu yang  beserta anak (laki-laki/perempuan) atau cucu (laki-laki/perempuan dari anak laki-laki) atau yang beserta dua orang atau lebih saudara laki-laki/ perempuan si mayit.

2.  Seper enam (1/6) ini untuk nenek (satu atau lebih) ketika tidak ada ibu si mayit.

3. Untuk cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang beserta anak perempuan si mayit sendiri.

4. Seper enam (1/6) tersebut adalah (juga bagian) untuk saudara perempuan seayah yang beserta saudara perempuan seayah seibu.

5.  Seper enam (1/6)  adalah bagian untuk ayah yang beserta anak laki-laki/perempuan si mayit atau yang beserta cucu laki-laki/perempuan dari anak laki-laki si mayit.

6. Dan bagian untuk kakek ketika tidak ada ayah si mayit.

7. Dan seper enam (1/6) tersebut adalah bagian untuk seorang saudara laki-laki/saudara perempuan seibu.

 
                                                         اللهم صل على سيدنا محمد

Penjelasan Hukum Fiqih Tentang Menari/Tarian/Berjoget

June 07, 2017

BenangmerahDasi -FIQIH MUQORIN [perbandingan madzab] BAB TARI-TARIAN,JOGED.

Fiqih muqorin
No: 00249
Hallo Benangmerah
WA: 081384451265

PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA MENARI/TARIAN/JOGED...?

JAWABAN
Dalam hukum tarian harus di lihat dari berbagai sisi dan tak boleh langsung menjudge bahwa tarian itu mutlaq haram [Generelisasi] di bawah ini pendapat dari berbagai madzab.
Madzab As-syafi'i
Imam ar-Ramli mengatakan :

( لا الرقص ) فلا يحرم ولا يكره لأنه مجرد حركات على استقامة واعوجاج ولإقراره صلى الله عليه وسلم الحبشة عليه في مسجده يوم عيد ، واستثناء بعضهم أرباب الأحوال فلا يكره لهم وإن كره لغيرهم مردود كما أفاده البلقيني بأنه إن كان عن رويتهم فهم كغيرهم وإلا لم يكونوا مكلفين ، ويجب طرد ذلك في سائر ما يحكى عن الصوفية مما يخالف ظاهر الشرع فلا يحتج به .نعم لو كثر الرقص بحيث أسقط المروءة حرم على ما قاله البلقيني ، والأوجه خلافه . (إلا أن يكون فيه تكسر كفعل المخنث ) بكسر النون وهذا أشهر وفتحها وهو أفصح ، فيحرم على الرجال والنساء ، وهو من يتخلق بخلق النساء حركة وهيئة ، وعليه حمل الأحاديث بلعنه ، أما من يفعل ذلك خلقة من غير تكلف فلا يأثم به

“ {Bukan Tarian} maka tidak haram dan tidak makruh, karena tarian itu hanyalah semata-mata gerakan berdasarkan kelurusan dan kebngkokan. Karena Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mengakui perbuatan Habasyah yang menari di dalam masjidnya di hari lebaran. Para ulama mengecualikan orang-orang shalih yang memiliki ahwal (suatu tingkatan keadaan tertentu dalam ilmu tasawwuf), maka bagi mereka tidak dimakruhkan. Walaupun dimakruhkan bagi selain mereka ditolak sebagaimana yang dikatakan al-Balqini bahwasanya jika dari riwayyat mereka, maka mereka seperti yang lainnya, jika tidak, maka mereka tidaklah dibebankan. Dan wajib menolak hal itu di dalam apa yang dihikayatkan oleh kaum shufiyyah yang secara dhahirnya bertentangan dengan syare’at, hal ini tidak boleh dibuat hujah. Ya, jika tarian ini banyak (sering) dilakukan dengan sekiranya dapat menjatuhkan kehormatan diri, maka hal itu menjadi haram sebagaima dikatakan al-Balqini, tapi pendapat yang lebih terarah adalah kebalikannya. {Kecuali jika ada goyangan patah-patahnya seperti perbuatan bencong}, maka hara bagi laki-laki dan perempuan. Bencong (Mukhannits) adalah laki-laki yang berprilaku seperti prilaku wanita dengan gerakan yang lembut, kepadanyalah datang hadits laknat atas mereka. Adapun orang yeng berprilaku seperti itu secara tabiat bawaannya, maka tidaklah berdosa “.
Syaikh Islam Zakariyya al-Anshari mengatakan :

(والرقص ) بلا تكسر ( مباح ) لخبر الصحيحين { أنه صلى الله عليه وسلم وقف لعائشة يسترها حتى تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ويزفنون والزفن الرقص } لأنه مجرد حركات على استقامة أو اعوجاج وعلى الإباحة التي صرح بها المصنف الفوراني والغزالي في وسيطه وهي مقتضى كلام غيرهما وقال القفال بالكراهة وعبارة الأصل محتملة لها حيث قال والرقص ليس بحرام ( وبالتكسر حرام ولو من النساء ) لأنه يشبه أفعال المخنثين

“ {Dan ar-Raqsh/tarian} tanpa goyangan alay hukumnya mubah karena ada dalil dari dua sahih Bukhari dan Muslim, bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk Aisyah dengan menutupinya sehingga Aisyah bias melihat kepada Habaysah yang sedang bermain, berzafin dan menari “, karena hal itu hanyalah semata-mata gerakan kelurusan dan kebengkokan. Dan hukumnya mubah sebagaimana ditegaskan si mushannif al-Faurani dan al-Ghazali dalam kitab al-Wasithnya, itu juga ketentuan kalam lainnya. Al-Ghoffal mengatakannya makruh. Redaksi yang pertama kemungkinan asalnya makruh, dengan sekiranya ia berkata, “ Dan ar-Raqsh tidaklah haram (dan dengan goyangan alay maka hukumnya haram meskipun dari wanita) karena itu menyerupai prilaku para bencong “
Dalam Hasyiah al-Qolyubi dan Umairah disebutkan :

( لا الرقص ) قال ابن أبي الدم لو رفع رجلا وقعد على الأخرى فرحا بنعمة الله تعالى عليه إذا هاج به شيء أخرجه وأزعجه عن مكانه ، فوثب مرارا من غير مراعاة تزين فلا بأس به

“ {Dan bukan ar-Raqsh} Ibnu Abi ad-Dam mengatakan, “ Seandainya seseorang mengangkat satu kakinya dan duduk di atas satu kaki lainnya karena rasa gembira dengan nikmat Allah Ta’ala, jika sesuatu mengobarkan hatinya, maka dia mengeluarkan kaki satunya dan menggoncangkannya dari tempatnya, lalu melompat beberapa kali tanpa memperhatikan perhatian manusia, maka itu tidaklah mengapa “.
Imam an-Nawawi mengatakan :

لا الرقص، إلا أن يكون فيه تكسر كفعل المخنث
“ (Dan tidak haram) ar-Raqhs (tarian) kecuali jika ada goyangan patahnya seperti perilaku bencong “.[4]
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan :

وأما الرقص فلا يحرم لفعل الحبشة له في حضرته مع تقريره عليه
“ Adapun ar-Raqsh maka tidaklah haram karena perbuatan Habasyah di hadapan Nabi disertai pengakuan Nabi kepadanya “.

نعم له أصل فقد رُوى فى الحديث أنّ جعفر بن أبى طالب رضى الله عنه رقص بين يدى النبى صلّى الله عليه و سلّم لمّا قال له ” أشبهت خَلقى وخُلقى ” و ذلك من لذّة الخطاب و لم ينكر عليه صلّى الله عليه و سلّم

“ Ya, tarian memiliki dasar pijakannya. Sungguh telah diriwayatkan dala satu hadits bahwasanya Jakfar bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu menari di hadapan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau bersabda, “ Engkau menyerupaiku dari rupa dan akhlakmu “. Hal itu karena merasakan lezatnya pembicaraan Nabi padanya dan Nabi pun tidak mengingkarinya…”.
Baca juga: Penjelasan fiqih tentang memainkan rebana di dalam masjid
Madzhab Hanbaliyyah.
Menurut ulama Hanabilah, ar-Raqsh hukumnya makruh jika bertujuan permainan, dan mubah jika ada hajat syar’iyyah.

Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang orang-orang shufi dan tarian mereka :

إنّ هؤلاء الصوفية جلسوا فى المساجد على التوكل بغير علم ” فقال الإمام أحمد ” العلم أقعدهم فى المساجد ” فقيل له ” إنّ همّتهم كبيرة ” قال أحمد ” لا أعلم قومًا على وجه الأرض أحسن من قوم همّتُهم كبيرة ” فقيل له ” إنّهم يقومون و يرقصون ” فقال أحمد “دعهم يفرحوا مع الله ساعة

“ Sesungguhnya mereka para shufi duduk di dalam masjid-masjid dengan tawakkal tanpa ilmu ?, maka imam Ahmad menjawab, “ Mereka pakai ilmu, duduklah bersama mereka di masjid-masjid “. Ada juga yang bertanya, “ Semangat mereka besar sekali “, imam Ahmad menjawab, “ Aku tidak mengetahui suatu kaum di muka bumi ini yang lebih baik dari kaum yang semangatnya besar “. Lalu ditanya lagi, “ Sesungguhnya mereka (para shufi) itu berdiri dan menari-nari “, maka imam Ahmad menjawab, “ Biarkan mereka bergembira sesaat bersama Allah “.[7]

Al-Mardawi mengatakan :

وذكر في الوسيلة : يكره الرقص واللعب كله ، ومجالس الشعر
“ Disebutkan dalam al-Wasilah, : Dimakruhkan ar-Raqsh dan semua yang bersifat permainan dan majlis-majlis syi’ir “.[8]

Al-Bahuti mengatakan :

( ويكره الرقص ومجالس الشعر وكل ما يسمى لعبا ) ذكره في الوسيلة لحديث عقبة الآتي ( إلا ما كان معينا على قتال العدو ) لما تقدم
“ Dan dimakruhkan ar-Raqsh dan majlis-majlis syi’ir dan semua yang dinamakan permainan. Telah disebutkan dalam al-Wasilah karena ada hadits Uqbah yang akan datang. Kecuali ar-Raqsh atau permainan yang membantu atas memerangi musuh, sebagaimana telah berlalu “.

Madzhab Malikiyyah.
Imam ash-Shawi mengatakan :

وأما الرقص فاختلف فيه الفقهاء ، فذهبت طائفة إلى الكراهة ، وطائفة إلى الإباحة ، وطائفة إلى التفريق بين أرباب الأحوال وغيرهم فيجوز لأرباب الأحوال ، ويكره لغيرهم ، وهذا القول هو المرتضى ، وعليه أكثر الفقهاء المسوغين لسماع الغناء ، وهو مذهب السادة الصوفية ، قال الإمام عز الدين بن عبد السلام : من ارتكب أمرا فيه خلاف لا يعزر لقوله عليه الصلاة والسلام : { ادرءوا الحدود بالشبهات } ، وقال صلى الله عليه وسلم : { بعثت بالحنيفية السمحة } ، وقال الله تعالى : { وما جعل عليكم في الدين من حرج } أي ضيق

“ Adapun ar-Raqsh, maka para ulama fiqih berbeda pendapat; sekelompok ulama menghukuminya makruh, sekelompok lainnya menghukumi mubah dan sekelompok ulama lainnya membedakannya di Antara orang-orang yang memiliki ahwal dan selainnya, maka hukumnya boleh bagi orang-orang yang memiliki ahwal dan makruh bagi selainnya. Inilah ucapan yang diridhai dan atas pendapat ini mayoritas ulama fiqih yang membolehkan nyanyian, dan inilah madzhab para sadah shufiyyah. Imam Izzuddin bin Abdissalam berkata, “ Barangsiapa yang melakukan suatu perkara yang masih ada perbedaan pendapat di Antara ulama, maka tidak boleh dita’zir, karena Nabi bersabda, “ Hindarilah menghukum dengan perkara yang masih syubhat “, Allah juga berfirman, “ Allah tidak menjadikan kesempitan dalam agama “.

Madzhab Hanafiyyah.
Ibrahim al-Halbi al-Hanafi mengatakan :

وما ذكره البزازي من الإجماع عن تحريم الرقص محمول على ما إذا اقترن بشيء من اللهو كالدفِّ والشبَّابة ، ونحو ذلك ، أو بالتكسر والتمايل ، وأمَّـا مجرد الرقص فمختلف في حرمته
“ Dan apa yang telah disebutkan oleh al-Bazzaazi tentang adanya ijma’ keharaman ar-Raqsh, maka itu diarahkan jika disertai sesuatu yang bersifat permaianan seperti daff dan syabbabah atau dengan adanya goyangan (alay seperti bencong). Adapun hanya ar-Raqsh (tarian) semata, maka hukumnya ada perbedaan di Antara ulama “.[11]

Ibnu Abidin mengatakan :

(قوله وكره كل لهو ) أي كل لعب وعبث فالثلاثة بمعنى واحد كما في شرح التأويلات والإطلاق شامل لنفس الفعل ، واستماعه كالرقص والسخرية والتصفيق وضرب الأوتار من الطنبور والبربط والرباب والقانون والمزمار والصنج والبوق ، فإنها كلها مكروهة لأنها زي الكفار

“ Ucapan : Dan dimakruhkan semua permaianan. Yakni semua permainan, tiga perkara itu bermakna satu sebagaimana dalam syarh at-Takwilat, dan memuthlakkannya mencangkup perbuatan itu sendiri. Mendengarkannya sama seperti ar-Raqsh (menari), ejekan, bertepuk tangan dan memetik senar mandolin, rabab, terompet dam simbal, maka semua itu hukumnya makruh karena itu hiasan kaum kafir “.

PENDAPAT YANG LAIN.
Hukum Wanita Menari di depan Laki - laki Ajnabiy adalah Haram, begitu pun Amrod/cowok Muda Berdendang di depan Laki-laki Penyuka Sesema jenis.

اما رقص النساء امام من لا يحل لهن فانه حرام بالاجماع لما يترتب عليه من اثارة للشهوة والافتنان ولما فيه من التهتك والمحون ومثلهن الغلملن المراد امام من يشتهيهم ويفتتن بهم اه
(المداهب الاربعة ج ٢ ص ٤٣)

Kesimpulan dari pendapat ulama fiqih :
Hukum ar-Raqsh (Tarian), para ulama berbeda pendapat; menurut madzhab Syafi’iyyah hukumnmya

diperinci; jika tidak ada goyangan sebagaimana perilaku bencong (laki-laki yang berpura-pura jadi perempuan), maka hukumnya boleh, jika ada maka hukumnya haram.

Menurut madzhab Hanbaliyyah hukumnya makruh jika ada unsur permainanannya. Menurut madzhab Malikiyyah hukumnya diperinci. Menurut madzhab Hanafiyyah hukumnya makruh. Dan ada sebagian ulama yang menghukumi haram.

Ar-Raqsh masih dalam persoalan ijtihadiyyah furu’iyyah di Antara ulama, maka tidak sepatutnya terjadi perseteruan keras dalam hal ini.
Oleh:
Di olah dari berbagai sumber dan oleh
Alif Hamzah Iyya Wassallamu'alaikum

Fiqih Tentang Batasan Aurat Bagi Laki-laki dan Urgensinya.

April 25, 2017

Benang merah Dasi -FIQIH BAB AURAT [aurat pria dan batasanya]

Fiqih bab aurat
No: 00211
Hallo benangmerah
WA: 081384451265

PERTANTANYAAN
ADAKAH BATASAN AURAT BAGI LAKI-LAKI DAN URGENSINYA..?

JAWABAN
Imam Muhammad bin ‘Amr bin Ali bin Nawawi al-Jawi; Abu Abdul Mu’thi di dalam kitabnya (Nihayah al-Zain) menjelaskan bahwa inti pembahasan terkait dengan aurat, sesungguhnya laki-laki memiliki tiga aurat:

1. Anggota diantara pusar dan lutut, adalah aurat di dalam shalat walaupun ditempat yang sunyi, juga dihadapan sesama laki-laki dan perempuan mahramnya.
2. Kemaluan dan dubur, adalah aurat ditempat yang sunyi.
3. Seluruh badannya hingga potongan kukunya, adalah auratnya dihadapan wanita lain, maka haram atas wanita lain melihat sesuatu dari hal tersebut, dan jika seseorang mengetahui wanita lain melihatnya, maka ia harus menutupinya. 
Baca juga: Batasan usia anak tidur denga orang tuanya (sapih)
Kami tidak menyatakan bahwa wajah laki-laki bagi perempuan lain adalah aurat sebagaimana wajah perempuan bagi laki-laki lain, melaikan seperti wajah anak laki-laki yang memiliki paras menawan bagi laki-laki. Maka haram melihatnya hanya ketika khawatir menimbulkan fitnah, jika tidak, maka tidak.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami di dalam kitabnya (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra) menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “fitnah” adalah perzinahan dan permulaannya, yaitu melihat, menyentuh dan lain sebagainya.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hukum laki-laki keluar dengan tidak memakai baju dihadapan wanita lain adalah haram.
Dasar pengambilan :

:وحاصل القول فيما يتعلق بالعورة أن الرجل له ثلاث عورات إحداها ما بين سرته وركبته وهي عورته في الصلاة ولو في الخلوة وعند الذكور وعند النساء المحارم ثانيتها السوءتان أي القبل والدبر وهي عورته في الخلوة ثالثتها جميع بدنه وشعره حتى قلامة ظفره وهي عورته عند النساء الأجانب فيحرم على المرأة الأجنبية النظر إلى شيء من ذلك ولو علم الشخص أن الأجنبية تنظر إلى شيء من ذلك وجب حجبه عنها ولسنا نقول إن وجه الرجل في حقها عورة كوجه المرأة في حقه بل هو كوجه الصبي الأمرد في حق الرجل فيحرم النظر عند خوف الفتنة فقط. نهاية الزين - (ج 1 / ص 47)
:وَالْمُرَادُ بِالْفِتْنَةِ الزِّنَا وَمُقَدِّمَاته من النَّظَرِ وَالْخَلْوَة وَاللَّمْسِ وَغَيْرِ ذلك. الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 1 / ص 203)

Daftar Pustaka:
1. Nihayah al-Zain. I/ 47
2. Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra. I/ 203

Penjelasan Fiqih Memainkan Rebana dalam Masjid

April 17, 2017


BenangmerahDasi - Fiqih bab masjid [tentang nyanyian dan rebana]

Fiqih bab masjid
No: 00177
Hallo Benangmerah
WA:081384451265

PERTANYAAN
BOLEHKAH MEMAINKAN REBANA DI DALAM MASJID ?

JAWABAN
Boleh hukumnya memainkan rebana (dan diiringi dengan pembacaan shalawat) meskipun di dalam masjid, misalnya untuk kepentingan acara pernikahan. Hal itu diterangkan di dalam kitab:

1. Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyyah, karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami, jilid 4 halaman 356, cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:

وفي الترمذي وسنن ابن ماجه عن عائشة – رضي الله تعالى عنها – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال «أعلنوا هذا النكاح وافعلوه في المساجد واضربوا عليه بالدف» وفيه إيماء
إلى جواز ضرب الدف في المساجد لأجل ذلك فعلى تسليمه يقاس به غيره

Artinya:
“Dan di dalam kitab hadits “At-Tirmidzi” dan “Sunan Ibnu Majah” dari Aisyah, semoga Allah ta’ala meridhoinya !, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Siarkanlah pernikahan ini dan lakukanlah di masjid-masjid, dan mainkanlah dengan rebana ! Di dalam hadits tersebut merupakan isyarat akan dibolehkannya memainkan rebana di masjid-masjid karena acara resepsi pernikahan. Dengan demikian atas ketaslimannya (menerima hukum dibolehkannya memainkan rebana), maka dengan itu diqiyaskan atau dianalogikan kepada memainkan rebana selain untuk acara resepsi pernikahan.”

2. Sunan Ibnu Majah, jilid 1 halaman 611, cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:

حدثنا نصر بن علي الجهضمي و الخليل بن عمرو . قال : حدثنا عيسى ابن يونس , عن خالد بن الياس , عن ربيعة بن أبي عبد الرحمن , عن القاسم , عن عائشة , عن النبي صلى الله عليه و سلم قال: أعلنوا هذا النكاح , و اضربوا عليه بالغربال

Artinya:
=====
“Telah menceritakan kepada kami Nashr bin al-Jahdhomi dan Kholil bin Amr, dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Isya ibnu Yunus, dari Kholid bin Ilyas, dari Robi’ah bin Abi Abdurrahman, dari al-Qasim, dari Aisyah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: Dan siarkanlah pernikahan ini dan mainkanlah rebana !”
د
Baca juga: Hukum Bejualan di area masjid
3. Sunan at-Tirmidzi, jilid 2 halaman 276, cetakan “Darul Fikr” Beirut Libanon dengan keterangan sebagai berikut:

حدثنا أحمد بن منيع . أخبرنا يزيد بن هارون . أخبرنا عيسى بن ميمون عن القاسم بن محمد , عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : أعلنوا هذا النكاح و اجعلوه فى المساجد , و اضربوا عليه بالدفوف . هذا حديث حسن غريب فى هذا الباب

Artinya:
=====
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’. Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun. Telah menceritakan kepada kami Isya bin Maimun dari al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: Siarkanlah pernikahan ini dan lakukanlah di masjid-masjid, dan mainkanlah dengan rebana ! Ini Hadits Hasan Gharib di dalam Bab ini.”

Batas Usia Anak Ketika Tidur Dengan Orang Tua (sapih)

April 12, 2017

BenangmerahDasi -FIQIH KELUARGA batasan orang tua dan anak]

Fiqih keluarga
No: 00168
Hallo Benangmerah
WA :0813 8445 1265


PERTANYAAN
ADAKAH BATASAN ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK-ANAKNYA...?

JAWABAN

1. Hukumnya makruh bagi ayah tidur seranjang dengan putrinya atau ibu tidur seranjang dengan putranya yang sudah akil baligh. Demikian juga antara dua saudara kandung yang lawan jenis. Hukum makruh ini berlaku apabila tidak ada syahwat.
Apabila terjadi syahwat pada salah satunya atau keduanya maka hukumnya #haram.

Dalam sebuah hadits sahih riwayat Abu Dawud, Nabi bersabda:

مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين، واضربوهم عليها وهم أبناء عشر، وفرقوا بينهم في المضاجع

Artinya:
Perintahkan anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun. Pukullah mereka untuk shalat pada usia 10 tahun. Dan pisahlah mereka di tempat tidur. (Hadits ini menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmuk, hlm. 3/12, status sanadnya sahih).

Sebuah hadits serupa dari Abu Rafi' riwayat Al-Bazzar Abu Rafi' berkata: Rasulullah bersabda:

وفرقوا بين مضاجع الغلمان والجواري والأخوة والأخوات لسبع سنين ، واضربوا أبناءكم على الصلاة إذا بلغوا أظنه تسع سنين ،

Artinya:
Pisahlah antara tempat tidur anak-anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan pada usia usia 7 tahun. Dan pukullah anak kalian agar shalat apabila berusia 9 tahun.
Baca juga: Fiqiih tentang menindik hidung bagi laki-laki dan perempuan
Taqiyuddin Al-Subki dalam Qadha' Al-Irb fi As'ilati Hilb, hlm. 248 menjelaskan makna pemisahan sebagai berikut:

التفريق في المضاجع يصدق بطريقين. أحدهما : أن يكون لكل منهما فراش ، والثاني : أن يكونا في فراش ، ولكن متفرقين غير متلاصقين ، )

Artinya:
Pemisahan tempat tidur bisa dibenarkan dengan dua cara. Satu, masing-masing anak memiliki satu tempat tidur. Dua, keduanya dalam satu tempat tidur akan tetapi terpisah dan tidak saling bersentuhan.

Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Matolib, hlm. 1362, menyatakan

قال في التتمة يكره للابن الكبير أن يضاجع أمه وللأب أن يضاجع ابنته الكبيرة بلا حائل

Artinya:
Zarkasyi menyatakan dalam Al-Tatimmah: Makruh hukumnya bagi anak yang besar tidur bersama ibunya, dan makruh bagi bapaknya tidur seranjang bersama putrinya yang besar tanpa penghalang.

Tambahan,
Dan Batasi kontak fisik yang sekiranya tidak sampai bersentuhan secara intim. Yang dimaksud intim seperti berpelukan di sofa, bersentuhan di ranjang, dan semacamnya yang biasa dilakukan oleh lawan jenis yang suami - istri.


 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes