KAJIAN KITAB

AZWAJA

ASBABUN NUZUL

Latest Updates

Showing posts with label MUAMALAT. Show all posts
Showing posts with label MUAMALAT. Show all posts

Penjelasan Bisnis MLM Menurut Hukum Fiqih

April 28, 2017

Benang merah Dasi - NO:224 FIQIH MUAMALAH [tentang bisnis berbasis MLM/MONAY GAME]

PROLOG
Multi Level Marketing (MLM) adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantaidown line, dimana pihak produsen dapat mengurangi biaya marketing sehingga sebagian biaya marketing dipakai untuk bonus bagi orang yang memperoleh jaringan yang besar.
Memang banyak alasan orang yang bergabung dalam bisnis MLM ini, di antaranya karena iming-iming bonus tetapi ada juga yang memang karena motivasi ingin memiliki produknya.

PERTANYAAN

Bagaimana menurut hukum Islam tentang bisnis MLM ini?

JAWABAN

Multi Level Marketing (MLM) adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan).
Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan.MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM.
Kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM.
Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi hukumnya boleh (mubah) sehingga ada argumentasi yang mengharamkannya.
Allah SWT berfirman
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah: 275)
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَان
ِTolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan. (QS Al Maidah: 2)
Rasulullah SAW bersabda
:إنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
المُسْلِمُوْنَ عَلي شُرُوْطِهِم
ْ Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka. (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)
Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut:
1.Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu' yang prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur:
●Riba' Ghoror (penipuan)
●Dhoror (merugikan atau mendhalimi fihak lain)
●Jahalah (tidak transparan).
2.Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut:
●Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak dam hukumnya haram.
●Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.
●Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya.
●Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.
3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah money game atau arisan berantai yang sama dengan judi dan hukumnya haram.
4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Demikan batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat, khususnya dan bagi kaum muslimin Indonesia agar dapat menjadi salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi.Wallahua’lam bishshawab.
 ♥HM Cholil Nafis Lc MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

Fiqih Tentang Jasa Pemeliharaan Sapi

April 26, 2017

BenangmerahDasi.com -Fiqih bab muamalah [tentang akad pemeliharaan sapi]

Fiqih bab muamalah
No: 00226

PERMASALAHAN

Ada seorang pembeli sapi seharga Rp. 100.000, lalu dipeliharakan kepada orang lain dengan perjanjian:

kalau nantinya sapi tersebut dijual, maka keuntungannya dibagi diantara pemilik sapi dan pemeliharanya.

Kalau sapi tersebut betina lalu dalam perjanjian ditetapkan untuk membagi hasil anak sapi tersebut bila sudah beternak.

Tetapi pemilik sapi tersebut bila suatu waktu ingin menjualnya sapi dalam keadaan belum berternak dan bagi hasil, tetap dilakukan dalam mas’alah yang pertama.

Pertanyaan
1. Hal tersebut termasuk aqad apa?
2. Hukumnya sah atau tidak?

Jawaban
Apabila yang dijanjikan itu adalah membagi keuntungan dari hasil penjualan (ribhi), maka hal itu termasuk qirod fasid, menurut ulama Tsalasah.
Apabila yang dimaksud menyewa orang, dengan ongkos membagi hasil, maka dinamakan ijaroh fasidah, yang mempunyai sapi wajib memberi ongkos misil (umum) kepada orang tersebut (amil).

1. Dasar Pengambilan Dalil

Al-Muhadzab juz I, hal. 392

فصل : وَلاَ يَصِحُ ( القِراَضْ ) إِلاَّ عَلَى اْلأَثْماَنِ وَهِيَ الدَّراَهِمُ وَالدَّناَنِيْرُ فَأَماَّ ماَ سِواَهُماَ مِنَ الْعُرُوْضِ وَالْعَقاَرِ وَالسَّباَئِكَ وَالْفُلُوْسِ فَلاَ يَصِحُ القِراَضُ عَلَيْهاَ.

(Fasal): tidak sah Qirodl ( bagi hasil ) kecuali atas atsman ( yang bernilai ) yaitu, Dirham dan Dinar, adapun selain keduanya, seperti : benda, tanah, barang produksi, fulus (uang logam) maka tidak sah Qirodl (bagi hasil) atasnya.

Al-Mizan, II : 88

قَالَ وَأَمَّا مَااخْتَلَفُوْا فِيْهِ ( القِرَاضِ ) فَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ مَالِكَ وَالشَّافِعِىِّ وَأَحْمَدَ : إِنَّهُ لَوْأَعْطَاهُ سِلْعَةً وَقَالَ لَهُ بِعْهَا وَاجْعَلْ ثَمَنَهَا قِرَاضاً فَهُوَ قِراَضٌ فاَسِدٌ مَعَ قَوْلٍ أَبِى حَنيِفَةَ إِنَّهُ قِراَضٌ صَحِيْحٌ، فاَلأَوَّلُ مُشَدَّدٌ وَالثَّانِ مُخَلَّفٌ…الخ

Adapun permasalahan yang dipertentangkan (Qirodl/bagi hasil) diantaranya pendapat imam malik, imam syafi’i dan imam ahmad : sesungguhnya bila seseorang memberikan harta benda dan berkata kepada penerimanya “Juallah ini dan hasilnya kau jadikan Qirodl”, maka itu dinamakan Qirodl fasid (bagi hasil yang rusak). Pendapat yang pertama adalah pendapat yang berat sedangkan yang kedua, adalah pendapat yang ringan.Aqad tersebut tidak sah, sebab anak sapi itu bukan dari pekerjaan pemeihara tersebut.
Baca juga: Hukum fiqih menaikan barang dengan cara di cicil perbulan
2. Dasar Pengambilan Dalil
Al-Bujairimi ala iqna’ III : 115

( تَنْبِيْهٌ ) لوأعطى آخردابة ليعمل عليها أوليتعهدها وفوائدهالم يصح العقد، لأنه فى الأولى إيجار لدابة فلا حاجة إلى إيراد عقد عليها فيه غرر. والثانى الفوائد لاتحصل بعمله ولوأعطاها ليعملها من عنده بنفص درها ففعل ضمن له المالك العلف وضمن الآخر للمالك نصف الدار، وهو القدر المشروط له لحصله بحكم بيع فاسد. ولايضمن الدابة لأنهاغير مقابلة بعوض. وان قال لتعلفها بنصفها ففعل فالنصف المشروط مضمون على العالف لحصوله بحكم الشراء الفاسد دون النصف الآخر.

(Peringatan) jika seseorang memberikan hewan piaraanya kepada orang lain
agar dipekerjakan, atau untuk dipelihara, dan hasilnya dibagi antara keduannya, maka aqad tersebut tidak sah. Karena pada contoh yang pertama menyewakan hewan, maka tidak ada hajat (tidak perlu) mendatangkan aqad lagi atas hewannya yang dapat mengandung ghoror/penipuan.

Yang kedua, hasil dari hewan piaraan, itu bukan pekerjaan.Seandainya seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain untuk dipekerjakan untuk dirinya dengan upah ½ dari hasil susu hasil perahnya, kemudian dipekerjakan oleh orang lain tersebut, maka pemilik hewan harus mengganti biaya pemeliharaan (memberi makan hewan) dan pekerja harus mengganti kepada pemilik atas ½ dari hasil susu perahnya. Pengganti itu karena sudah hasil ukuran yang dijanjikan, dan telah terjadi dengan hukum jual beli yang rusak. dan tidak perlu mengganti rugi hewan piaraan, karena itu tidak ada kesesuaian ganti rugi.

Jika pemilik dalam menyerahkan hewan mengatakan untuk diramut (diberi makan) dengan ongkos separuh hasilnya, kemudian dilaksanakan oleh penerima (pemelihara), maka separuh yang dijanjikan menjadi tanggungan pemelihara, karena dianggap terjadi hukum pembelian yang fasid(rusak) bukan separuh yang lain.

Tuhfatu Al-Habib ala syarhi al-iqna, III : 179

وَلَوْ قَالَ شَخْصٌ لآخَرَ سَمَّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَكَ نِصْفُهاَ أَوْ هاَتَيْنِ عَلىَ أَنَّ لَكَ إِحْداَهُماَ لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ المِثْلِ لِلنَّصْفِ الذِّى سَمَنَّهُ لِلْماَلِكِ.

Apabila ada orang berkata kepada orang lain, “Gemukkan kambing ini, kamu saya beri komisi separo dari laba penjualan”, atau berkata, “Gemukkan dua kambing ini, kamu saya beri yang satu”, maka tidak sah. Dan ia mendapat ongkos misil (umum), sedang hasilnya semua dimiliki yang punya kambing.

Nihayatu Al-Zein, hal. 261

Serba Serbi Bank

April 25, 2017

Benangmerahdasi.com -Serba serbi bank

Ekonomi Syariah Bukan Hanya Soal Riba
.
Sampai saat ini fokus utama diskusi ekonomi Syariah masih berkisar soal riba atau tidak riba. Bahkan setelah MUI tahun 1991 mendirikan Bank Muamalat, dan kemudian keluar Fatwa MUI tahun 2004 yang mengharamkan bunga bank, masih banyak yang tanya ke saya mengenai hukum bunga bank dan status mereka yang bekerja di bank konvensional.

Riba itu jelas haram, tetapi apakah bunga bank termasuk riba? Di sini sebenarnya para ulama berbeda pendapat, sebagaimana persoalan fiqh lainnya. Kalau MUI tegas mengharamkan, di Mesir ceritanya berbeda. Tahun 1965 Majma' al-Buhuts al-Islamiyah mengeluarkan fatwa bunga bank termasuk riba dan karenanya haram. Namun pada tahun 2002 lembaga ini mengeluarkan fatwa baru yang menyatakan bunga bank itu halal. Sayyid Thantawi (saat itu Grand Syekh al-Azhar) dan Syekh Nasr Farid Wasil (saat itu Mufti Mesir) juga berpendapat bunga bank itu halal karena tidak termasuk riba yang diharamkan al-Qur'an. Fatwa Sayyid Thantawi dan Syekh Nasr Farid Wasil ini dipersoalkan oleh ulama kaliber dunia lainnya semisal Syekh Yusuf Qaradhawi dan Syekh Wahbah al-Zuhaili.
.
Mana yang benar fatwanya? Wa Allahu a'lam bi al-shawab. Terserah saja mau ikut fatwa dari Mesir atau dari Indonesia.
.
Menurut saya energi kita terlalu dihabiskan membahas masalah bunga bank itu riba atau bukan riba. Padahal ekonomi syari'ah lebih besar dari sekedar masalah itu. Orientasi kita melulu pada soal dosa atau tidak dosa, bukan pada bagaimana kita memberi kemanfaatan pada manusia. Saya ingin kita menggeser diskusinya pada aspek perlindungan konsumen.
.
Sewaktu saya datang ke Australia tahun 1997 untuk sekolah, saya terkejut mendapati bahwa di negara "kafir" ini hak-hak konsumen dijaga betul. Di tanah air, konsumen dibohongi dengan sale atau diskon 30%-50% setiap hari. Ini gak masuk akal secara kalkulasi ekonomi. Yang terjadi adalah harga sudah dinaikkan dan kemudian dibilang sale atau diskon. Ini pembohongan terhadap konsumen. Di Australia, kalau diskon selama periode tertentu ya jelas memang ada potongan harga, yang kemudian akan kembali ke harga normal setelah masa sale berlalu. Jadi, kita bisa lihat perbedaan harganya.
.
Saya juga terkejut ketika barang yang sudah dibeli di Australia boleh dikembalikan atau ditukar dengan alasan apapun. Barangnya tidak rusak, tapi setelah sampai rumah kita berubah pikiran, maka dengan membawa bukti pembelian barang tersebut bisa kita kembalikan. Prosesnya simpel dan tidak ada kerumitan. Dalam fiqh klasik ini yang disebut hak khiyar. Saya ceritakan kepada Abah saya saat itu: "di tanah air kami belajar hak khiyar dalam fiqh mu'amalah, tapi yang mengimplementasikannya malah negara "kafir".
.
Begitu juga kasus yang pernah saya alami dengan menarik uang lewat ATM, namun uangnya tidak keluar tapi slipnya sudah menunjukkan uang terkurangi. Saat saya komplen, petugas Bank cuma angkat tangan. Kejadian di Australia, hal ini langsung ditangani dengan cepat dan simpel tanpa harus ngomel-ngomel dan makan hati.
Baca juga: Penjelasan bisnis MLM menurut hukum fiqih
Penjual juga sering berbohong mengenai kualitas produknya. Seringkali ini bisa membahayakan konsumen seperti digunakannya bahan kimia tertentu untuk membuat produk tahan lama atau terlihat kinclong atau menjadi lebih murah biaya produksinya. Hal-hal semacam ini mungkin juga harus mendapat perhatian para ulama dan guru-guru kita di MUI, jangan semata-mata fokus pada masalah riba dan sertifikat halal saja, tapi melupakan aspek perlindungan konsumen.
.
Kesannya yang terjadi saat ini: bunga bank haram, tapi membohongi konsumen itu halal. Babi dan alkohol haram, tapi menaruh bahan kimia yang membahayakan konsumen itu halal. Buah dan sayuran yang semula halal, kalau sudah disemprot pestisida apa tetap halal? Konsumen berhak tahu mana produk yang berbahaya atau tidak.
.
Maka pembahasan fiqh kita orientasinya mesti digeser tidak melulu soal halal-haram; surga-neraka: dosa-pahala, tapi juga memasukkan nilai etika. Pegawai bank syari'ah yang kerjanya menyulitkan customer dan pelayanannya tidak profesional, dia bisa dianggap berdosa meski bekerja di bank syar'ah dengan hijab syar'i-nya.
.
Tabik,
Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan dosen senior Monash Law School
---
Akhmad Musta'in: Saya teringat pernyataan Gus Dur ketika ditanya majalah Tempo tentang euforia kalangan Islam Kanan menanggapi ekonomi syariah (dikonsep orang-orang ICMI) pada awal 1990-an, "Ekonomi syariah (maksudnya yang dikonsep ICMI)? Itu ga ada bedanya dari ekonomi kapitalistik yang diberi label syariah!"
.
Saya nderek dawuh Rais Syuriah PW Nahdlatul Ulama Jawa Tengah Kiai Ubaidulloh Shodaqoh (Kang Turob Mantsur), "Ekonomi syariah itu ya ekonomi yang mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin, tidak membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin kian miskin."
Oleh:ahmad musta'in

Hukum Fiqih Tentang Jual Beli di Area Masjid

April 25, 2017

BenangmerahDasi - FIQIH BAB MASJID [ tentan jualan di area masjid ]

Fiqih bab masjid
No: 00223
Hallo benangmerah
WA:081384451265


PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA JUAL BELI DI AREA MASJID..,?

JAWABAN
Imam Syihabuddin; Ahmad bin Ahmad bin Salamah al-Qalyubi di dalam kitabnya (Hasyiyah al Qalyubi) mengutip pernyataan Imam al-Adzra’i yang menyatakan bahwa seperti halnya jalan, yaitu tempat-tempat yang harus dipelihara, diantaranya adalah tempat terpeliharanya Masjid, bukan halamannya.
Baca juga: fiqih tentang memainkan rebana di dalam masjid
Dan tidak diperbolehkan bagi seseorang mengusir orang yang sedang duduk di tempat tersebut sekira tidak membahayakan, karena ia lebih berhak dengan tempat duduknya selama ia berada disitu.
Dan tidak boleh bagi orang yang sedang duduk melarang orang menjual semisal barang dagangannya walaupun berada disampingnya, dan ia boleh mencegah orang yang mempersempitnya.

Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf al-Nawawi di dalam kitab (al-Majmu’) juga menjelaskan bahwa Imam Syafi’i di dalam kitab “al-Buwaithi” menyatakan makruh melakukan jual beli di dalam Masjid.

Penulis kitab “al-Syamil” menyatakan bahwa dalam masalah ini ada dua pendapat:
1. Pendapat yang lebih autentik menyatakan makruh.
2. Pendapat kedua menyatakan tidak makruh.

Dengan demikian, hukum berjualan di area Masjid adalah boleh selama tidak mengganggu orang lain. Wallahu a’lam bis shawab.
Dasar pengambilan :

:قال الأذرعي . ويقال بمثله في الحريم ونحوه مما تقدم ومنه حريم المسجد لا رحبته وليس لأحد إزعاج جالس في شيء من ذلك حيث لا ضرر وهو أحق بمجلسه مدة دوامه فيه , ولا يجوز إزعاجه مع الضرر وليس لجالس منع من يبيع مثل بضاعته مثلا , ولو بجانبه وله منع من يضيق عليه . حاشية قليوبي - (ج 3 / ص 94)
:وقال في البويطى وأكره البيع والشراء في المسجد قال صاحب الشامل فالمسألة علي قولين (أصحهما) يكره البيع والشراء في المسجد ) والثانى( لا يكره قال فان كان محتاجا الي شراء قوته وما لا بد له منه لم يكره. المجموع شرح المهذب - (ج 6 / ص 529)

Daftar Pustaka:
1. Hasyiyah al Qalyubi. III/ 94
2. Al-Majmu’. VI/ 529

Pandangan Fiqih Tentang Penjualan Wilayah Usaha

April 25, 2017

BenangmerahDasi -Fiqih Mmuamalah [jual beli area bisnis]

Fiqih muamalah
No :00218

DESKRIPSI

Sebut saja bang Amin, seorang penjual tempe yang kesehariannya menjajakan dagangannya hanya di kawasan Pesantren, karena daerah luar Pesantren sudah menjadi wilayahnya penjual tempe yang lain.
Untuk memperluas wilayah dagang, tak jarang para pedagang melakukan transaksi “jual beli wilayah”, sebagaimana yang dilakukan oleh bang Amin, ia ditawari untuk menjual wilayahnya oleh sesama penjual tempe dengan syarat bang Amin tidak boleh lagi mangkal atau berkeliling menjual tempe di tempat tersebut.

PERTANYAAN
1. Termasuk aqad apa penjualan wilayah tersebut?

2. Sahkah penjualan wilayah dalam deskripsi diatas..?

JAWABAN
1:Termasuk jual beli atau nuzul ‘anil wazhaif (pengalihan hak) yang tidak sah

2. Idem jawaban nomer satu.
Baca juga: Hukum budidaya kroto (rang-rang) dalam pandangan fiqih
Referensi
1. Al-Fiqh al-Manhaji, hal.162.
Fatawa al-Ramli, juz.3, hal.208, dll

الفقه المنهجي ص: 16
ومن شروط البيع: ان يكون للعاقد سلطان عليه بولاية اوملك فيصح بيع المالك لمال نفسه وشراؤه به لان الشرع جعل له سلطانا على ماله وكذلك يصح بيع الولي اوالوصي لمال من تحت ولاياته من القاصرين وشراؤه به كما يصح بيع الواكيل لمال موكله وشراؤه به لان لهؤلاء جميعا سلطانا على المال اما بتسليط الشرع كالاولياء والاوصاء واما بتسليط الماليك نفسه كالوكلاء فاذا تصرف بالمال بيعا وشراء من لا سلطان له عليه وهو يسمىفي عرف الفقهاء الفضولي كان تصرفه باطلا

فتاوى الرملي الجزء الثالث ص:208 – 209
(سئل) هل يجوز أخذ العوض عن النزول عن الوظائف أو لا كما صرح به الحصني في شرح أبي شجاع؟ (فأجاب) بأنه قد اختلف فيه المتأخرون والراجح ما ذكره السبكي فيه فقد قال أخذت من جواز خلع الأجنبي جواز بذل المال لمن بيده وظيفة لينزل عنها له أو لغيره أو لمجرد استنقاذها منه وكان لا يمكن نزعها منه إلا بذلك فإن كان غير أهل لها حرم عليه الأخذ لوجوب الترك عليه وإلا جاز قال وما برحت أفكر فيه لعموم البلوى به والذي استقر رأيي عليه هذا لكن بالنسبة إلى الحل بين الباذل والآخذ لإسقاط حقه منها وأما تعلق حق المنزول له بها فلا بل الأمر فيه إلى الناظر يفعل المصلحة من امتناع وإمضاء فلو شرط الباذل على النازل حصولها له لم يجز فلو رضي النازل والمنزول له والناظر بذلك العوض من غير شرط جاز قلته استنباطا من مسألة الخلع وقواه عندي جعل الماوردي رغبة الأجنبي في نكاح تلك المرأة غرضا صحيحا في مخالعته إياها

تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (25 / 212)
ولا يجوز لأحد أخذ عوض ممن يجلس به مطلقا ومن ثم قال ابن الرفعة فيما يفعله وكلاء بيت المال من بيع بعضه زاعمين أنه فاضل عن حاجة الناس لا أدري بأي وجه يلقى الله تعالى فاعل ذلك( قوله : ولا يجوز ) إلى قوله بخلاف رحبته في المغني إلا قوله وشنع إلى قال ، وكذا في النهاية إلا قوله فإنها من المرافق إلى ؛ لأن الأصح عندنا ( قوله : لأحد ) أي للإمام ولا لغيره من الولاة نهاية ومغني ( قوله : ممن يجلس به إلخ ) صادق بأخذ المستحق للجلوس به لسبقه وقياس تجويز أخذ العوض على النزول عن الوظائف تجويزه فليتأمل .ا هـ .سيد عمر أقول لعل الأول هو المتعين فإن الثاني يخرجه بمرور الزمان من الاشتراك إلى الاختصاص ، بل إلى التملك كما هو المشاهد ( قوله : مطلقا ) أي سواء أكان ببيع أم لا لاستدعاء البيع تقدم الملك وهو منتف ولو جاز ذلك لجاز بيع الموات ولا قائل به

نهاية ومغنيالأشباه والنظائر – شافعي – (1 / 304)
القاعدة الخامسة هل العبرة بصيغ العقود أو بمعانيها ؟ خلاف و الترجيح مختلف في الفروع :فمنها : إذا قال : اشتريت منك ثوبا صفته كذا بهذه الدراهم فقال : بعتك ؟ فرجح الشيخان : أنه ينعقد بيعا اعتبارا باللفظ و الثاني و رجحه السبكي سلما اعتبارا بالمعنى و منها : إذا و هب بشرط الثواب فهل يكون بيعا اعتبارا بالمعنى أو هبة اعتبارا باللفظ ؟ الأصح : الأول

Forum Musyawaroh
Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur
Di Pondok Pesantren al-Fathimiyyah Bahrul Ulum
Tambakberas Jombang Jawa Timur

Fiqih Tentang Barang Rongsokan yang Tanpa Shigot

April 25, 2017

BenangmerahDasi - Fiqih Umum:217

Fiqih umum
No: 217
Hallo benangmerah
WA: 081384451265
[tentang rongsok & sampah]

DESRIPSI
Bagi kebanyakan orang, sampah hanyalah sesuatu yang membuat kotor lingkungan dan membuat pandangan semrawut. Berbeda dengan seorang pemulung atau bos rongsokan yang biasa bergelut dengan berbagai macam sampah yang bisa menghasilkan banyak keuntungan.
Jenis rongsokan pun bemacam-macam, mulai dari barang yang tidak bernilai sampai barang yang cukup berharga. Hal tersebut terjadi karena orang yang membuang sampah memiliki taraf ekonomi yang berbeda-beda.
Terkadang ada juga barang yang masih berharga tanpa disengaja terbuang ke tong sampah.
Saat mencari rongsokan, banyak di antara para pemulung yang masuk tanpa izin, bahkan ke area yang sudah ada larangannya.

PERTANYAAN
1. Apa status barang rongsokan sebagaimana dalam deskripsi..?
2. Adakah batasan tertentu untuk barang-barang yang boleh dimiliki tanpa
shigot ?

JAWABAN
1. Statusnya adalah harta yang tidak bertuan dan boleh dimiliki oleh orang yang mengambilnya
Catatan: Apabila ada qarinah atau terdapat keraguan pemiliknya tidak membuangnya secara sengaja, maka tergolong harta luqathah dengan segala ketentuannya.
Baca juga: Fiqih tentang jasa pemeliharaan sapi
2. Merujuk jawaban pertanyaan no:1 barang yang dapat dimiliki tanpaDeskripsi Penelusuran
 shighat sebagaimana dalam deskripsi adalah setiap benda yang terdapat indikasi kuat diabaikan oleh pemiliknya. Dan apabila pemiliknya nyata-nyata tidak rela, maka wajib dikembalikan.
Referensi
1. Tuhfah al-Muhtaj, juz 41, hal.62. Al-Tasyri’ al-Jana’i fi al-Islam, juz.4, hal.1643. Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz.4, hal.249, dll.

♥تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (41 / 6)
فرع يزول ملكه بالإعراض عن نحو كسرة خبز من رشيد ، وعن سنابل الحصادين ، وبرادة الحدادين ، ونحو ذلك مما يعرض عنه عادة فيملكه آخذه ، وينفذ تصرفه فيه أخذا بظاهر أحوال السلف ومنه يؤخذ أنه لا فرق في ذلك بين ما تتعلق به الزكاة ، وغيره مسامحة بذلك لحقارته عادة لكن بحث الزركشي ، ومن تبعه التقييد بما لا تتعلق به ؛ لأنها تتعلق بجميع السنابل ، والمالك مأمور بجمعها ، وإخراج نصيب المستحقين منها ؛ إذ لا يحل له التصرف قبل إخراجها كالشريك في المشترك بغير إذن شريكه فلا يصح إعراضه قال : ولعل الجواز محمول على ما لا زكاة فيه ، أو على ما إذا زادت أجرة جمعها على ما يؤخذ منها ا هـ .
( قوله : وينفذ تصرفه فيه ) بالبيع وغيره نهاية ، ومغني ، وقضية نفوذ التصرف أنه ملكها بنفس الأخذ وعليه فلو طلب مالكها ردها إليه لم يجب دفعها له ، وهو ظاهر ع
♥شالتشريع الجنائي في الإسلام الجزء 4 صحـ: 164 مكتبة الشاملة الإصدار الثاا
لأشياء المباحة: هى التى لا مالك لها أصلاً وتكون ملكًا لمن يضع يده عليها ويحتازها, كالماء فهو مباح أصلاً, ولكنه يصبح مملوكًا لمن يحتازه ويضع يده عليه, وكاللآلئ فى قاع البحر, وكالطيور والحيوانات البرية, وكالأسماك, فهذه كلها مباحة أصلاً, إذ لا مالك لها ولكنها تصبح مملوكة لمن يحتازها. والاستيلاء على الأشياء المباحة لا يعتبر فى الشريعة سرقة لأنها مال لا مالك له ولأن شروط الأخذ خفية لا تتوفر فيها, فهى لا تؤخذ من حرز ولا تخرج من حيازة شخص إلى حيازة الجانى. 614 – الأشياء المتروكة: هى الأشياء التى كانت مملوكة للغير ثم تخلى عنها مالكها كالملابس المستهلكة وبقايا الطعام وكناسة المنازل, وحكم الأشياء المتروكة هو حكم الأشياء المباحة, لأن الأشياء المتروكة تصبح بتركها لا مالك لها, وملك الشيء للغير واجب لاعتبار السرقة. 615 – اللقطة: وهى ما يلتقط من مال ضائع, أو مال متروك على ملك تاركه, أو مال ضال, أو هى ما وجد من حق ضائع محترم لا يعرف الواجد مستحقه, أو هى المال الساقط أو الحيوان الضال لا يعرف مالكه, ويقابل تعبير اللقطة فى الشريعة ما نسميه اصطلاحًا بالأموال الفاقدة أو الضائعة.
♥الفتاوى الفقهية الكبرى (4/ 249)
وسئل نفعنا الله تعالى بعلومه عما لو لقي شيئا مطروحا وشك أهو معرض عنه فيأخذه أم لا فيتركه هل يحل له الأخذ أم لا فأجاب رحمه الله تبارك وتعالى بأن الذي يتجه في ذلك أنه يراعى في ذلك القرائن الدالة في العادة على أن مثل ذلك الشيء المطروح مما يعرض عنه أو لا فإن اقتضت أنه مما يعرض عنه جاز أخذه والتصرف فيه كما يصرح به قول الروضة والأرجح أنه يملك الكسرة والسنابل ونحوها ويصح تصرفه فيها بالبيع ونحوه وهذا ظاهر حال السلف رضي الله تبارك وتعالى عنهم ولم يحك أنهم منعوا من أخذ شيء من ذلك والتصرف فيه ا هـ قال البلقيني وقوله الأرجح يقتضي إثبات خلاف في السنابل بين أن يكون الزرع لصغير أو نحوه ممن لا يعتبر إذنه وكذلك في صورة الماء على الوجه المذكور والذي ذكره في الماء هو قوله وأما الشرب من الماء فإن كان يجري على وجه لا يحتفل به ملاكه ولا يمنعون منه أحدا وعادته المطردة كذلك فهذا يجوز الشرب منه ولو كان في ملاكه في الأصل الصغير وغيره ممن لا يعتبر إذنه وليس هذا كما إذا أعرض عن كسره لأن ذلك في الذي يعتبر إعراضه وأما التقاط السنابل فهو قريب مما نحن فيه ا هـ
وكلامه صريح فيما ذكرته من النظر إلى العادة والعمل بما دلت عليه ألا ترى أنه لا فرق بين الكسرة والسنابل في أن الأولى لا بد في المعرض عنها أن يكون مطلق التصرف بخلاف الثانية وإن اقتضت أنه مما لا يعرض عنه أو لم تقتض شيئا لم يجز أخذه إلا على جهة الالتقاط فيجب عليه تعريفه سنة أو ما يليق به وقد قال القفال لو وجد درهما في بيته لا يدري أهو له أو لمن دخل بيته فعليه تعريفه لمن يدخل بيته كاللقطة أي الموجودة في غير بيته والله سبحانه وتعالى أعلم
♥حاشية الشرواني الجزء التاسع صـ 510
(وله) أي الضيف مثلا (أخذ ما) يشمل الطعام والنقد وغيرهما وتخصيصه بالطعام رده في شرح مسلم فتفطن له ولا تغتر بمن وهم فيه (يعلم) أو يظن أي بقرينة قوية بحيث لا يختلف الرضا عنها عادة كما هو ظاهر (رضاه به) لأن المدار على طيب نفس المالك فإذا قضت القرينة القوية به حل وتختلف قرائن الرضا في ذلك باختلاف الأحوال ومقادير الأم وال وإذا جوزنا له الأخذ فالذي يظهر أنه إن ظن الأخذ بالبدل كان قرضا ضمينا أو بلا بدل توقف الملك على ما ظنه لا يقال قياس ما مر في توقف الملك على الازدراد أنه هنا يتوقف على التصرف فيه فلا يملكه بمجرد قبضه له لأنا نقول الفرق بينهما واضح لأن قرينة التقديم للأكل ثم قصرت الملك على حقيقته ولا يتم إلا بالازدراد وهنا المدار على ظن الرضا فأنيط بحسب ذلك الظن فإن ظن رضاه بأنه يملكه بالأخذ أو بالتصرف أو بغيرهما عمل بمقتضى ذلك وعلم مما تقرر أنه يحرم التطفل وهو الدخول إلى محل الغير لتناول طعامه بغير إذنه ولا علم رضاه أو ظنه بقرينة معتبرة بل يفسق بهذا إن تكرر منه للحديث المشهور أنه يدخل سارقا ويخرج مغيرا
( قوله باختلاف الأحوال إلخ) وبحال المضيف بالدعوة فإن شك في وقوعه في محل المسامحة فالصحيح في أصل الروضة التحريم ا هـ مغني .
♥حاشية الجمل الجزء الرابع صـ 277 دار الفكر
(قوله وله أخذ ما يعلم إلخ) ظاهره رجوع الضمائر للضيف والمضيف له ولا يختص هذا الحكم بهما بل لكل أحد أن يأخذ من مال غيره حاضرا أو غائبا نقدا أو مطعوما أو غيرهما ما يظن رضاه به ولو بقرينة قوية فالمراد بالعلم ما يشمل الظن بدليل مقابلته بالشك وقد يظن الرضا لشخص دون آخر وفي نوع أو وقت أو مكان دون آخر فلكل حكمه ويتقيد التصرف في المأخوذ بما يظن جوازه فيه من مالكه من أكل أو غيره وما نقل عن بعضهم هنا مما يخالف شيئا من ذلك مؤول على هذا أو غير مراد فراجعه وتأمله
♥فتح المعين الجزء الثالث ص: 292
ويجوز أخذ نحو سنابل الحصادين التي اعتيد الاعراض عنها، ولو مما فيه زكاة – خلافا للزركشي – وكذا برادة الحدادين وكسرة الخبز من رشيد ونحو ذلك مما يعرض عنه عادة، فيملكه آخذه، وينفذ تصرفه فيه أخذا بظاهر أحوال السلف. ويحرم أخذ ثمر تساقط إن حوط عليه وسقط داخل الجدار. قال في المجموع: ما سقط خارج الجدار إن لم يعتد إباحته حرم، وإن اعتيدت حل، عملا بالعادة المستمرة المغلبة على الظن إباحتهم له.
♥حاشية الجمل (15/ 96)
( فرع ) يجوز التقاط السنابل وقت الحصاد إن علم إعراض المالك عنها أو رضاه بأخذها وإلا فلا ولا فرق في الجواز في الأول بين أن يكون المال زكويا أو لا ؛ لأنها لما كانت في محل الإعراض من المالك الذي حصته أكثر جعلت في محل الإعراض من المستحقين تبعا لقلة حصتهم ا هـ م ر .( فرع ) وقع السؤال في الدرس عما يوجد من الأمتعة والمساغ في عش الحدأة والغراب و نحوهما ما حكمه والجواب الظاهر أنه لقطة فيعرفه واجده سواء كان مالك النخل أم غيره ويحتمل أنه كالذي ألقته الريح في داره أو حجره ، وقد تقدم أول الباب أنه ليس بلقطة ولعله الأقرب فيكون من الأموال الضائعة أمره لبيت المال انتهى ع ش على م ر
♥الفتاوى الكبرى الفقهية الجزء الرابع صـ 116 … دار الفكر
(وسئل) بما لفظه هل جواز الأخذ بعلم الرضا من كل شيء أم مخصوص بطعام الضيافة (فأجاب) بقوله الذى دل عليه كلامهم أنه غير مخصوص بذلك وصرحوا بأن غلبة الظن كالعلم فى ذلك وحينئذ فمتى غلب على ظنه أن المالك يسمح له بأخذ شىء معين من ماله جاز له أخذه ثم إن بان خلاف ظنه لزمه ضمانه وإلا فلا اهـ
♥بغية المسترشدين – (1 / 547)
(مسألة : ش) : الزرع النابت في الأرض لا يخلو أن تكون سنابله مما يعرض عنه غالباً كسنابل الحصادين ، والمعرض مطلق التصرف وهو المكلف الحر الرشيد ، فهذا يزول الملك عنه بالإعراض على الأصح في الروضة ، فتكون غلته حينئذ ملك صاحب الأرض ، أي من له اليد عليها من مالك أو مستأجر أو مستعير أو غيرهم ، كموقوف عليه وموصى له بالمنفعة ومنذور له بها ، أو مما لا يعرض عنه غالباً لكثرته أو لعدم شيوعه في تلك الجهة ، فهو باق على ملك صاحب البذر قطعاً ، كما لو كان المحجور عليه مطلقاً ، فلو ادعى صاحب الأرض الإعراض فأنكر مالك البذر صدق بيمينه ، ثم إن لم تكن لصاحب البذر يد على الأرض فلصاحبها قطعه مجاناً لأنه لم يأذن فيه

MUSHAHIH
♥PERUMUS
1. KH. Atho’illah S. Anwar
2. KH. Abdur Rozaq
3. K. Saifuddin Zuhri
4. KH. Munir Akromin
5. K. Anang Darunnaja
6. K A Fauzi Hamzah
7. K. Sunandi Zubaidi
♥MODERATOR
1. Ust Darul Azka
2. Ust Hizbulloh al-Haq
3. Ust Dhuhri
4. Ust Fadloli
5. Ust M.Masyruhan
6. Ust Muntaha AM
7. Ust M.Efendi
8. Ust Sholeh
9. Ust Abd Rifa’an
10. Ust M. Mubasysyarum Bih
11. Ustdzh. Hurriyah Latifah
NOTULENU
stdzh. Lailiyyah Karimah
Forum Musyawaroh
Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur
Di Pondok Pesantren al-Fathimiyyah Bahrul UlumTambakberas Jombang Jawa Timur

Hukum Fiqih Menaikan Barang Dengan Cara Bayar di Cicil Perbulan

April 07, 2017


BenangmerahDasi - FIQIH BAB RIBA [tentang kridit barang]

Fiqih bab riba
No :0013
PERTANYAAN
MENAIKAN HARGA BARANG DENGAN CARA BAYAR DI CICIL PER BULAN APAKAH TERMASUK RIBA..?
misal: baju satu bila dibayar cash/tunai 100,000 .
Namun bila di bayar cicil berjumlah 120.000 [selama 4 bulan]

JAWABAN
Coba kita telaah dulu pengertian jua'alah,salah satunya sy kutif dr kitab Hasyiyah Al Bujairomi Alal Khotib, Juz : 3, Hal : 220.
(فصل)
فى الجعالة وجيمها مثلثة كما قاله ابن مالك وهو لغة اسم لما يجعل للإنسان على فعل شىء وشرعا التزام عوض معلوم على عمل معين معلوم أو مجهول عسر علمه
“(Fasal) tentang ju’alah. Huruf jim dari lafadz ju’alah tersebut boleh dibaca tiga harakat, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Malik ini, secara etimologi adalah nama dari sebuah ongkos yang diberikan kepada seseorang atas pekerjaannya. Adapun dalam terminologi fikih, ju’alah adalah sebuah ketetapan (ongkos) pengganti yang sudah diketahui atas sebuah pekerjaan yang telah ditentukan atau belum ditentukan dan sulit untuk mengetahuinya”
Menjual barang dengan sistem kredit dalam fikih dikenal dengan bai’ bi tsaman ajil (menjual barang dengan harga tempo).
Penjualan model seperti ini hukumnya sah-sah saja.
Namun yang perlu diperhatikan adalah adanya pilihan harga yang jelas dari kedua belah pihak, sehingga tidak terjadi penjualan satu barang dengan dua harga (bai’atun fi bai’ataini) yang dilarang dalam Hadits riwayat at-Tirmidzi.
Semisal penjual bilang pada pembeli,
“Aku jual barang ini kepada kamu dengan harga 1.000 kontan atau dengan harga 2.000 dengan tempo (kredit).
Terserah kamu pilih harga yang mana.”
Keterangan:
Umpama di antara dua belah pihak (penjual-pembeli) saling rela dengan transaksi (barang masing-masing) yang mereka lakukan itu tidak berpengaruh, artinya transaksinya tetap dianggap batal dan berkosekwensi wajibnya mengembalikan barang yang telah mereka terima.
Lihat:
Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuh, V/147;
Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil-Minhaj, 17/54
[Hasil bats masa'il pp sidogiri]

Penjelasan Fiqih Tentang Bekerja Kepada Non Muslim

April 07, 2017

BenangmerahDasi -Fiqih Bab Muamalah [tentang bekerja kepada non muslim]

Fiqih bab muamalah
No: 0025

PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA BEKERJA KEPADA NON MUSLIM...?

JAWABAN
Hukumnya BOLEH
Referensi
Kitab digital
فرع
يجوز أن يستأجر الكافر مسلماً على عمل في الذمة كدين في ويجوز أن يستأجره بعينه على الأصح حراً كان أو عبدا
“Diperbolehkan non muslim menyewa orang muslim untuk mengerjakan sesuatu yang masih ada dalam tanggungan (masih akan dikerjakan kemudian) sebagaimana orang muslim boleh membeli sesuatu dari orang non muslim dengan bayaran yang masih ada dalam tanggungan (hutang), dan diperbolehkan orang muslim boleh menyewakan dirinya (tubuh/tenaganya) kepada orang non muslim menurut pendapat yang paling shahih baik ia merdeka atau sahaya”
Raudhah at-Thoolibiin I/403

(فرع)
قال أصحانبا يجوز أن يستأجر الكافر مسلما على عمل في الذمة بلا خلاف كما يجوز للمسلم أن يشترى منه شيئا بثمن في الذمة وهل يجوز للمسلم أن يؤجر نفسه لكافر إجارة على عينه فيه طريقان مشهوران ذكرهما المصنف في أول كتاب الاجارة (أصحهما) الجواز

“Para pengikut imam Syafi’i berpendapat bahwa orang non muslim boleh menyewa orang muslim untuk mengerjakan sesuatu yang masih ada dalam tanggungan (masih akan dikerjakan kemudian) sebagaimana orang muslim boleh membeli sesuatu dari orang non muslim dengan bayaran yang masih ada dalam tanggungan (hutang).
Baca juga: hukum mencampur beras pulen dengan beras non pulen
Tentang kebolehan sewa menyewa ini, tidak ada seorangpun yang berbeda pendapat. Lalu, apakah orang muslim boleh menyewakan dirinya (tubuh/tenaganya) kepada orang non muslim? Dalam permasalah ini ada dua pendapat yang masyhur. Kedua pendapat itu disebutkan oleh mushannif di awal kirab Ijârah. Akan tetapi, pendapat yang paling shahih adalah pendapat yang mengatakan boleh."
Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhadzdzab IX/359

 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes