KAJIAN KITAB

AZWAJA

ASBABUN NUZUL

Latest Updates

Showing posts with label KULINER. Show all posts
Showing posts with label KULINER. Show all posts

Fiqih bab Ath'imah (Tentang hukum memakan hewan buruan)

April 10, 2018

Santridasi menjawab -Fiqih bab Ath'imah (Tentang hukum memakan hewan buruan) Referensi dari Fathul Mu'in wa Khasyiyah Tarsyikhul Mustafidin Halaman 50, Khasyiyah ad-Dasuqi Juz 2 halaman 103 dan Syarah Shohih Muslim Fi Hamisy Irsyad as-Sari Juz 2 Halaman 136


Fiqih bab Ath'imah (Tentang hukum memakan hewan buruan)
Fiqih bab Ath'imah (Tentang hukum memakan hewan buruan)

Benangmerahdasi - Fiqih bab Ath'imah (Tentang hukum memakan hewan buruan).banyak teman-teman yang mempertanyakan bagaimana hukum memakan hewan buruan yang mati di tembak. berikut ini akan kita bahas hal tersebut dengan mengambil referensi dari Fathul Mu'in wa Khasyiyah Tarsyikhul Mustafidin Halaman 50, Khasyiyah ad-Dasuqi Juz 2 halaman 103 dan Syarah Shohih Muslim Fi Hamisy Irsyad as-Sari Juz 2 Halaman 136


BENANG MERAH
Santridasi
NO : 00377
FIQIH BAB ATH'IMAH

[ Tentang Hukum Memakan Hewan Buruan ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999
___________________

Sail : M. Misbahuddin

Pertanyaan :
Bagaimana hukum memakan hewan buruan yang mati karena di tembak ?
___________________

Mujawib : Rido Nasukha

Jawaban :

Hukum memakan hewan buruan yang mati karena ditembak adalah Khilaf.

1. Menurut Syafi'iyah, jika langsung terbunuh tanpa di sembelih dengan benda tajam maka hukum memakannya adalah haram.

2. Sedangkan menurut sebagian ulama' Malikiah, hukumnya halal asalkan membaca basmalah.

NB : basmalah merupakan sarat wajib sembelihan dalam madzhab Maliki.
___________________

Referensi :

1. Fathul Mu'in wa Khasyiyah Tarsyikhul Mustafidin Halaman 50

وَيَحْرُمُ قَطْعًا رَمْيُ الصَّيْدِ بِالْبُنْدُقِ الْمُعْتَادِ الْانَ وَهُوَ مَا يَضَعُ بِالْحَدِيْدِ وَيَرْمِيْ بِالنَّارِ لِأَنَّهُ مُحْرِقٌ مُدَقِّقٌ سَرِيْعًا غَالِبًا قَوْلُهُ ( قَطْعًا ) أَيْ بِلاَ خِلاَفٍ عِنْدَنَا بِخِلاَفِ الرَّمْيِ بِبُنْدُقِ الطِّيْنِ فَفِيْهِ خِلاَفٌ يَأْتِيْ.

وَقَالَ الْمَالِكِيَّةُ بِجَوَازِ الرَّمْيِ بِبُنْدُقِ الرَّصَاصِ الْمَعْرُوْفِ الَْأَنَ وَحِلٌّ أَكْلُ مَا صِيْدَ بِهِ بِشَرْطِ التَّسْمِيَّةِ بِهِ عَنْدَ ( الرَمْيِ ) فَإِنْ تَرَكَهَا سَهْوًا لَمْ يَضُرَّ.

Dan haram secara pasti menembak binatang buruan dengan senapan yang sudah biasa sekarang ini, yaitu apa yang diletakkan dengan besi dan dilemparkan dengan api karena senapan itu membakar dan menghancurkan dengan cepat pada umumnya.

Ucapan mushonnif secara pasti artinya tanpa ada perbedaan pendapat diantara kitab berbeda dengan melempar, menembak dengan senapan tanah dalam hal ini ada perbedaan pendapat yang akan datang.

Madzhab Maliki berpendapat mengenai kebolehan menembak dengan senapan timah yang telah diketahui sekarang ( senapan angin ) dan halal memakan apa yang diburu dengannya dengan syarat membaca basmalah pada waktu menembak. Jika meninggalkan bacaan basmalah karena lupa tidak berbahaya.
Baca Juga: Fiqih bab sembelihan (tentang ucapan basmalah ketika menyembelih hewan)
2. Khasyiyah ad-Dasuqi Juz 2 halaman 103

اَلْحَاصِلُ أَنَّ الصَّيْدَ بِبُنْدُقِ الرَّصَاصِ لَمْ يُوْجَدْ فِيْهِ نَصٌّ لِلْمُتَقَدِّمِيْنَ لِحُدُوْثِ الرَّمْيِ بِهِ لِحُدُوْثِ الْبَارُوْدِ فِيْ وَسَطِ الْمِائَةِ الثَّامِنَةِ

وَاخْتَلَفَ فِيْهِ الْمُتَأَخِّرُوْنَ فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِالْمَنْعِ قِيَاسًا عَلَى بُنْدُقِ الطِّيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ بِالْجَوَازِ كَأَبِيْ عَبْدِ اللهِ الْقُوْرِيْ وَابْنِ الْمَنْجُوْرِ وَسَيِّدِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْفَاسِيْ لِمَا فِيْهِ مِنَ الْإِنْهَارِ وَالْإِجْهَازِ بِسُرْعَةٍ الّذِيْ شُرِعَتِ الذَّكَاةُ لِأَجْلِهِ

وَقِيَاسُهُ عَلَى بُنْدُقِِ الطِّيْنِ فَاسِدٌ لِوُجُوْدِ الْفَارِقِ وَهُوَ وُجُوْدُ الْخَرْقِ وَالنُّقُوْدِ فِي الرِّصَاصِ تَحْقِيْقًا وَعَدَمُ ذَالِكَ فِي بُنْدُقِ الطِّيْنِ وَإِنَّمَا شَأْنُهُ الرَّضُّ وَالْكَسْرُ وَمَاكَانَ هَذَا لَا يُسْتَعْمَلُ لِأَنَّهُ مِنَ الْوَفْدِ الْحَرَامِ بِنَصِّ الْقُرْأَنِ ِ.ا ه.

Pada hasilnya bahwa berburu dengan senapan angin tidak didapati padanya nash/ketetapan hukum daripada ulama terdahulu karena menembak dengan senapan angin itu adalah hal yang baru karena kebaharuan bahan peledak pada pertengahan abad kedua.

Dalam hal ini ulama' mutaakhir berbeda pendapat, diantara mereka ada yang berpendapat dengan kebolehan seperti Abu Abdillah al-Fauri Ibnul Manjur, Sayyid Abdur Rohman, Abdul Qodir al-Fasi, karena dalam peluru timah tersebut ada pengaliran darah dan pembunuhan yang cepat yang penyembelihan disyariatkan karenanya.

Pengqiasan peluru timah dengan peluru tanah adalah rusak (tidak benar) karena wujud perbedaan yaitu wujud lubang dan pecah pada peluru timah secara nyata dan ketiadaan hal tersebut pada peluru tanah. Kepentingan peluru tanah adalah meremukkan dan apa yang ada seperti ini tidak boleh dipergunakan karena peluru tanah itu melemparkan benda yang diharamkan menurut nash al-Qur'an.

3. Syarah Shohih Muslim Fi Hamisy Irsyad as-Sari Juz 2 Halaman 136

وَقَالَ مَحْكُوْلٌ وَالْأَوْزَعِيِّ وَغَيْرُهُمَا مِنْ فُقَهَاءِ الشَّافِعِيِّ بِحِلٍّ مُطْلَقًا كَذَا قَالَ هَؤُلاَءِ وَابْنُ أَبِيْ لَيْلَى أَنَّهُ يَحِلُّ مَاقَتَلَهُ بِالْبُنْدُقَةِ. إلخ

Makhqul, Auzai'i dan selainnya berkata tentang kehalalan secara mutlak demikian pula pendapat mereka dan Ibnu Abi Laila bahwa sesungguhnya halal memakan binatang yang dibunuh dengan peluru.


DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri DASI
Santri

Fiqih bab Sembelihan (Tentang ucapan Basmalah ketika menyembelih hewan)

April 02, 2018


Fiqih bab Sembelihan (Tentang ucapan Basmalah ketika menyembelih hewan)
Fiqih bab Sembelihan (Tentang ucapan Basmalah ketika menyembelih hewan) 

Benangmerahdasi -Fiqih bab sembelihan (tentang ucapan Basmalah dalam penyembelihan) dan hukum daging yang disembelih

BENANG MERAH
Santridasi

NO : 00372
FIQIH BAB SEMBELIHAN
[ Tentang Ucapan Basmalah dalam Penyembelihan ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999

Sail : Abdullah Kafa

Pertanyaan :
Jika orang Islam tidak mengucapkan basmalah ketika menyembelih hewan, halal kah sembelihan tersebut ?

Mujawib : Nala Al Hadziq, Sholeh ID

Jawaban :

1. Menurut Syafiiyah hukum membaca basmalah saat menyembelih itu sunnah.

2. Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah menetapkan bahwa membaca basmalah merupakan syarat sah penyembelihan.

Sehingga hewan yang pada saat penyembelihan tidak diucapkan nama Allah atau diucapkan basmalah, baik karena lupa atau karena sengaja, hukumnya tidak sah.

Dalilnya adalah firman Allah:

وَلاَ تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)

Begitu juga hal ini berdasarkan hadis Rafi’ bin Khudaij bahwa Nabi SAW bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ

Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan. (HR. Bukhari)
Baca Juga: Perbedan biawak dan dhabb serta hukum daging keduanya
Adapun pendapat yang menyatakan sembelihan itu halal adalah berdasarkan QS. Al An'am : 121

ولا تاكلوا مما لم يذكر اسم الله
عليه،
Tafsirnya :

بان مات او ذبح على اسم غيره ،،،والا فما ذبحه المسلم ولم يسم فيه عمدا او نسيا فهو حلال، قاله ابن عباس وعليه
الشافعى.

Asalkan yang menyembelih adalah orang islam, meninggalkan membaca basmalah dalam penyembelihan,, baik disengaja tidak membaca ataupun lupa, maka hukum hewan tersebut halal untuk dimakan

Referensi :

1. Tafsir jalalain halaman 124-125

2. Hasyiyatul Bajuri juz 2 halaman 300

قوله فلو لم يسم حل المذبوح اى مع الكراهة.

3. Bujairomi juz 2 halaman 237

والاجماع قام على ان من اكل ذبيحة مسلم لم يسم الله عليها ليس بفسق .

4. Kifayatul Akhyar juz 2 halaman 240

يستحب عندالذبح خمسة اشياء التسمية الى ان قال فلو لم يسم حلت لان الله تعالى اباح ذبائح اهل الكتاب وهم لا يسمون غالبا.


DASI Dagelan Santri Indonesia
Santri dasi
santri

Fiqih Bab Kuliner (perbedaan biawak dan dhabb serta hukum daging keduanya)

March 22, 2018


Santridasi  -Fiqih Bab Kuliner (perbedaan biyawak dan dhabb serta hukum daging keduanya)

Fiqih Bab Kuliner (perbedaan biyawak dan dhabb serta hukum daging keduanya)
Fiqih Bab Kuliner (perbedaan biyawak dan dhabb serta hukum daging keduanya)


Benangmerahdasi  -Fiqih Bab Kuliner (perbedaan biyawak dan dhabb serta hukum daging keduanya)


BENANG MERAH NO:0032
FIQIH BAB KULINER
[tentang Dhab dan biawak/sliro]

Hallo Benang merah
WA : 081384451265

Biawak

BIAWAK adalah sebangsa reptil yang masuk ke dalam golongan kadal besar, suku biawak-biawakan (Varanidae). Biawak dalam bahasa lain disebut sebagai bayawak (Sunda), menyawak atau nyambik (Jawa), berekai (Madura), dan monitor lizard atau goanna (Inggris).

Biawak banyak macamnya. Yang terbesar dan terkenal ialah biawak komodo (Varanus komodoensis), yang panjangnya dapat melebihi 3 m. Biawak ini, karena besarnya, dapat memburu rusa, babi hutan dan anak kerbau. Bahkan ada kasus-kasus di mana biawak komodo menyerang manusia, meskipun jarang. Biawak ini hanya menyebar terbatas di beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara.

Biawak yang kerap ditemui di desa-desa dan perkotaan di Indonesia barat kebanyakan adalah biawak air dari jenis Varanus salvator. Panjang tubuhnya (moncong hingga ujung ekor) umumnya hanya sekitar 1 m lebih sedikit, meskipun ada pula yang dapat mencapai 2,5 m.

Dhabb
DHAB (Uromastyx aegyptia) adalah sejenis biawak yang terdapat di padang pasir dan sebagai salah satu anggota terbesar dari genus Uromastyx. Dhab dapat di temui di Mesir, Libya dan seluruh daerah Timur Tengah tetapi sangat jarang ditemui saat kini karena penurunan habitatnya.

Kulitnya yang sangat keras sering digunakan oleh Arab Badui, sementara dagingnya dimakan sebagai salah satu alternatif sumber protein dan mereka bisa menunjukkan cara untuk menyembelihnya. Nama Inggrisnya Egyptian Mastigure atau Egyptian dab lizard atau Egyptian spiny-tailed lizard. Menurut keyakinan umat Islam, dhab ini halal dimakan dan dikatakan merupakan sejenis obat perangsang tenaga batin tradisional.

Gambar-gambar di bawah ini jelas sekali tampak perbedaannya antara dhabb dan biawak. Meski secara fisik menunjukan ada kesamaan dan memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhabb dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut.

Perbedaan yang paling menonjol adalah terutama dalam hal makanannya, dimana dhabb merupakan hewan yang jinak (tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan (rerumputan) berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan.
Baca Juga: Penjelasan larangan memakan hewan amfibi dalam Islam
Selain menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut.

Selain itu biawak juga suka merebut lubang dhabb, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.

PERTANYAAN

Apakah yang dinamakan binatang biawak (seliro atau mencawak) itu?
Apakah binatang tersebut ialah binatang dhabb yang halal dimakan?

JAWABAN

Binatang biawak (seliro atau mencawak) itu bukan binatang dhabb, oleh karenanya maka haram dimakan.

Keterangan dari kitab Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala Syarh al-Minhaaj 4/259, cetakan al Haramain sebagai berikut:

قَوْلُهُ وَضَبٌّ: هُوَ حَيَوَانٌ يُشْبِهُ الْوَرَلَ يَعِيشُ نَحْوِ سَبْعَمِائَةِ سَنَةٍ وَمِنْ شَأْنِهِ أَنَّهُ لَا يَشْرَبُ الْمَاءَ وَأَنَّهُ يَبُولُ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ يَوْمًا مَرَّةً وَلَا يَسْقُطُ لَهُ سِنٌّ وَلِلْأُنْثَى مِنْهُ فَرْجَانِ وَلِلذَّكَرِ ذَكَرَانِ

"Keterangan binatang dhab: binatang dhab adalah binatang yang menyerupaibiawak yang mampu hidup sekitar tujuh ratus tahun, binatang ini tidak minum air dan ia kencing sekali dalam 40 hari, betinanya memiliki dua alat kelamin betina dan yang jantan pun juga memiliki dua alat kelamin jantan."

Jadi, jangan disangka bahwa hukum memakan daging biawak (waral) yang termasuk binatang buas itu sama dengan makan daging dhabb (hewan mirip biawak). Daging biawak hukumnya haram dimakan, sedangkan daging dhabb sendiri dihalalkan oleh Nabi saw, sebagaimana dalam hadits Khalid bin Walid ra:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging dhabb yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, “Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”.

Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, “Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, “Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]

Kesimpulan:
▪Dhabb berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus, kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa Arab disebut waral (الوَرَلُ), bukan dhabb (الضَّبّ)/ hewan mirip biawak.

▪Dhabb merupakan hewan yang halal untuk dimakan meskipun ada sebagian ulama yang mengharamkannya, akan tetapi lebih kuat hujjah yang menghalalkan.

▪Sedangkan biawak adalah hewan yang haram untuk dimakan dikarenakan: biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits), biawak merupakan hewan buas, para ulama mutaqaddimin pun telah mengharamkan biawak, para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak.

DASI Dagelan Santri Indonesia

Tentang Hukumnya Mengonsumsi Kopi Luwak

March 01, 2018

Tentang Hukumnya Mengonsumsi Kopi Luwak
Tentang Hukumnya Mengonsumsi Kopi Luwak
Benangmerahdasi - Fiqih bab najis ( Hukum mengonsumsi kopi luwak)

NO:00351
FIQIH BAB NAJIS
[ Tentang Hukumnya Mengonsumsi Kopi Luwak ]

Hallo Benang merah
WA : 0813 8445 1265
WA : 0899 8605 999
Sail : Shobat'd Menujju Thobat'd

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya mengonsumsi kopi luwak (kopi yang dimakan oleh binatang luwak lalu keluar bersama dengan kotorannya) ?

Mujawib :
1. Sholeh ID
2.Dimazt Niponkk TheFather'ofAzka

Jawaban :
Mengonsumsi kopi luwak (sesuai dengan deskripsi pertanyaan di atas) adalah HALAL

Kaidah fiqih yang berkaitan dengan masalah ini adalah:

الْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ عِلَّتِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا

“Hukum itu berputar bersama sebabnya, ada dan tidaknya.”

Dalam masalah kopi luwak, alasan bagi yang melarangnya adalah adanya najis. Namun, tatkala najis tersebut sudah hilang dan dibersihkan maka hukumnya pun menjadi suci.
Baca Juga: Hukum mengonsumsi daging di pasar yang tidak tau cara mbelihannya 
Kaidah yang juga sangat berkaitan erat dengan masalah ini adalah kaidah istihalah dan membersihkan benda yang terkena najis:

النَّجَاسَةُ إِذَا زَالَتْ بِأَيِّ مُزِيْلٍ طَهُرَ الْمَحَلُّ

“Benda najis apabila dibersihkan dengan pembersih apa pun maka menjadi suci.” (Majmu’ Fatawa 21/474, Hasyiyah Ibni Abidin 1/311, asy-Syarh al-Mumthi’ 1/424.)

juga di Kitab Al-Mughni Karya ibn qudamah hal 1 juz 101.

وَإِنْ مَاتَتْ الدَّجَاجَةُ ، وَفِي بَطْنِهَا بَيْضَةٌ قَدْ صَلُبَ قِشْرُهَا ، فَهِيَ طَاهِرَةٌ . وَهٰذَا قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ وَبَعْضِ الشَّافِعِيَّةِ وَابْنِ الْمُنْذِرِ وَلَنَا أَنَّهَا بَيْضَةٌ صُلْبَةُ الْقِشْرِ، طَرَأَتْ النَّجَاسَةُ عَلَيْهَا، فَأَشْبَهَ مَا لَوْ وَقَعَتْ فِي مَاءٍ نَجِسٍ .

“Apabila ada ayam mati (bangkai) dan di perutnya ada telur yang sudah mengeras kulitnya maka (telur tersebut) hukumnya suci. Inilah pendapat Abu Hanifah dan sebagian Syafi’iyyah dan Ibnu Mundzir. Alasan kami karena telur yang sudah berkulit keras tadi terkena najis, mirip kalau seandainya ia jatuh pada air yang najis (lalu dibersihkan maka jadi bersih).”

قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللّٰهُ : إِذَا أَكََلَتِ الْبَهِيْمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيْحًا ، فَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ ، فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لٰكِنْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ

“Para sahabat kami (ulama madzhab Syafi’i)—semoga Allah merahmati mereka— mengatakan: ‘Jika ada hewan memakan biji tumbuhan kemudian dapat dikeluarkan dari perut, jika kekerasannya tetap dalam kondisi semula, yang sekiranya jika ditanam dapat tumbuh maka tetap suci tetapi harus disucikan bagian luarnya karena terkena najis…

Al-Majmu’ Syarh Muahadzab 2/409.

DASI Dagelan Santri Indonesia 

Hukum Membeli Daging di Pasar yang tidak Diketahui Cara Menyembelihnya

April 20, 2017


BenangmerahDasi -  NO:00195 FIQIH BAB UDKHIYAH [tentang sembelihan yang semu]

Fiqih bab udkhiyah
No : 00195
Hallo Benangmerah
WA:081384451265


PERTANYAAN

Bagaimana hukum membeli daging ayam, kambing, sapi kerbau di pasar yang tidak diketahui cara menyembelihnya?
Apakah halal atau haram atau makruh atau mubah?

JAWABAN

Hukum dagingnya halal dan sembelihannya dianggap sah kalau memang di lingkungan Islam yang mana penyembelihnya umumnya dilakukan seorang muslim.
Karena setiap muslim dianggap tahu cara menyebut nama Allah saat menyembelih.

Dalam sebuah hadits riwayat dari Aisyah ia berkata:

أن قوما قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم : إِنَّ قَومًا ( وفي رواية مالك " من البادية " ) يَأتُونَنَا بِلَحمٍ لَا نَدرِي أَذُكِرَ اسمُ اللَّهِ عَلَيهِ أَم لَا ؟ ، فَقَالَ : سَمُّوا عَلَيهِ أَنتُم وَكُلُوهُ ) ، قَالَت : وَكَانُوا حَدِيثِي عَهدٍ بِالكُفرِ "

Artinya:
Suatu kaum bertanya pada Nabi, "Suatu kaum (dari pedalaman) datang pada kami dengan membawa daging yang tidak kami ketahui apakah menyebut nama Allah atau tidak (saat menyembelih)?" Nabi bersabda, "Sebutlah nama Allah dan makanlah." Aisyah berkata, "Mereka baru dari kekufuran."

Baca juga: Hukun fiqih  daging yang disembelih tanpa melafadzkan Basmallah
Menjelaskan hatis ini Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, hlm. 9/786, menyatakan:

ويستفاد منه أن كل ما يوجد في أسواق المسلمين محمول على الصحة ، وكذا ما ذبحه أعراب المسلمين ؛ لأن الغالب أنهم عرفوا التسمية ، وبهذا الأخير جزم ابن عبد البر فقال : فيه أن ما ذبحه المسلم يؤكل ويحمل على أنه سمَّى ؛ لأن المسلم لا يظن به في كل شيء إلا الخير ، حتى يتبين خلاف ذلك

Artinya:
Difahami dari hadis ini adalah bahwa segala sesuatu yang terdapat di pasar umat Islam dianggap sah. Begitu juga hewan yang disembelih oleh muslim pedalaman karena umumnya mereka tahu baca bismilah. Pendapat terakhir ini ditetapkan oleh Ibnu Abdil Bar di mana ia berkata:
"Hewan yang disembelih oleh muslim maka boleh dimakan dan dianggap ia sudah membaca nama Allah karena muslim tidak diduga kecuali dengan dugaan kebaikan kecuali ada bukti yang menunjukkan sebaliknya.

Hukum Daging yang di Sembelih Tanpa Melafadzkan Basmallah

April 19, 2017

BenangmerahDasi - Fikih bab Udkhiyah [tentang sembelihan tanpa bismilah]

Fiqih bab Udkiyah
No: 00185
Hallo Benangmerah
WA:081384451265

PERTANYAAN
BOLEHKAH MEMAKAN DAGING AYAM YANG DIPOTONG TANPA MELAFADZKAN BASMALAH ?

[pertanyaan dari saudara DASI di tanah eropa]

JAWABAN
Dalam hal ini yang mewajibkan adalah jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah. Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah hanya mensunnahkan saja dan tidak sampai mewajibkan.

A. Jumhur ulama : Wajib
Jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah menetapkan bahwa membaca basmalah merupakan syarat sah penyembelihan.

Membaca lafadz basmalah (بسم الله) merupakan hal yang umumnya dijadikan syarat sahnya penyembelihan oleh jumhur ulama itu. Dalilnya adalah firman Allah:

وَلاَ تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am: 121)

Begitu juga hal ini berdasarkan hadis Rafi’ bin Khudaij bahwa Nabi SAW bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ

Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan. (HR. Bukhari)

Sehingga hewan yang pada saat penyembelihan tidak diucapkan nama Allah atau diucapkan basmalah, baik karena lupa atau karena sengaja, hukumnya tidak sah menurut jumhur ulama.

B. Mazhab As-Syafi'iyah : Sunnah

Namun lain lagi dengan pendapat mazhab Asy Syafi’iyah. Mazhab ini dan juga salah satu pendapat dari mazhab Al-Hanabilah menyatakan bahwa hukum membaca basmalah (tasmiyah) adalah sunah yang bersifat anjuran dan bukan syarat sah penyembelihan.

Sehingga sembelihan yang tidak didahului dengan pembacaan basmalah hukumnya tetap sah dan bukan termasuk bangkai yang haram dimakan. Meninggalkan basmalah baik disengaja atau tidak sengaja, tidak berpengaruh pada hasil sembelihan. Keduanya tetap menghasilkan sembelihan yang halal, syar'i dan boleh dimakan.

Mungkin buat kebanyakan kita, pendapat seperti agak aneh di telinga. Sebab yang umumnya kita tahu, basmalah itu mutlak diharuskan ketika menyembelih. Bahkan umumnya para penceramah yang kita dengar di berbagai forum pengajian selalu mengingatkan kita untuk tidak makan sembelihan yang tidak dibacakan basmalah sebelumnya. Seolah-olah kewajiban membaca basmalah ini sudah menjadi ijma' yang bulat.

Ternyata justu mazhab As-Syafi'iyah sebagai mazhab mayoritas bangsa Indonesia malah mengatakan sebaliknya. Ternyata kita dibolehkan makan daging sembelihan yang tidak dibacakan basmalah. Yang penting penyembelihnya beragama Islam, atau sekurang-kurangnya termasuk ahli kitab.

Lalu timbul pertanyaan berikutnya, yaitu apa dalil dari kebolehan memakan daging yang disembelih tanpa basmalah? Adakah ayat atau hadits yang menjelaskan kebolehannya?

Tentu saja para ulama mazhab Asy-syafi'iyah punya banyak sekali dalil-dalil yang menyatakan kebolehan sembelihan tanpa basmalah. Setidaknya ada tiga alasan mengapa mazhab ini tidak mensyaratkan basmalah sebagai keharusan dalam penyembelihan.

1. Pertama

Para ulama mazhab Asy-syafi'iyah berdalil dengan hadis shahih riwayat Ummul-Mukminin ‘Aisyah radhiyallahuanha :

أَنَّ قَوْمًا قَالُوا لِلنَّبِىِّ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَا بِاللَّحْمِ لاَ نَدْرِى أَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لاَ فَقَالَ : سَمُّوا عَلَيْهِ أَنْتُمْ وَكُلُوهُ . قَالَتْ وَكَانُوا حَدِيثِى عَهْدٍ بِالْكُفْرِ .

Ada satu kaum berkata kepada Nabi SAW, “Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi SAW mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk Islam.(HR. Bukhari)

Hadits ini tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak terlalu peduli apakah hewan itu disembelih dengan membaca basmalah atau tidak oleh penyembelihnya. Bahkan jelas sekali beliau memerintahkan untuk memakannya saja, dan sambil membaca basamalah.

Seandainya bacaan basmalah itu syarat sahnya penyembelihan, maka seharusnya kalau tidak yakin waktu disembelih dibacakan basmalah apa tidak, Rasulullah SAW melarang para shahabat memakannya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, beliau SAW malah memerintahkan untuk memakan saja.

2. Kedua

Mazhab ini beralasan bahwa dalil ayat Quran yang melarang memakan hewan yang tidak disebut nama Allah di atas (ولا تأكلوا مما لم يذكر اسم الله عليه), mereka tafsirkan bahwa yang dimaksud adalah hewan yang niat penyembelihannya ditujukan untuk dipersembahkan kepada selain Allah.

Maksud kata "disebut nama selain Allah" adalah diniatkan buat sesaji kepada berhala, dan bukan bermakna "tidak membaca basmalah".

3. Ketiga

Halalnya sembelihan ahli kitab yang disebutkan dengan tegas di dalam surat Al-Maidah ayat 5.

وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ

Dan sembelihan ahli kitab hukumnya halal bagimu. (QS. Al-Maidah : 5)

Padahal para ahli kitab itu belum tentu membaca basmalah, atau malah sama sekali tidak ada yang membacanya. Namun Al-Quran sendiri yang menegaskan kehalalannya.

Sumber Rujukan : Kitab Mazhab Asy-Syafi'iyah
Anda mungkin akan balik lagi bertanya, apa benar mazhab Asy-syafi'iyah punya pendapat seperti itu? Dari mana sumber rujukannya? Atau jangan-jangan ini cuma mengada-ada saja.

Jawabnya tentu pasti ada rujukannya. Sebab ketika kita menyebutkan bahwa seseorang atau suatu mazhab tertentu berpendapat dengan pendapat tertentu, kita wajib merujuk ke sumber-sumber literaturnya. Agar jangan sampai disebut sebagai pemalsu atau mudallis.
Salah satu kitab rujukan dalam mazhab Asy-Syafi'i dan banyak digunakan oleh para ulamanya adalah kitab Nihayatul Muhtaj Ila Syarhil Minhaj karya Muhammad bin Abi Al-Abbas Ahmad bin Hamzah bin Syihabuddin Ar-Ramli. Beliau lebih sering disebut sebagai Al-Imam Ar-Ramli saja. Beliau termasuk ulama yang lumayan banyak dijadikan rujukan dalam mazhab Asy-Syafi'iyah.

Silahkan buka kitab beliau yang satu ini, khususnya pada jilid 8 halaman 112. Disana disebutkan masalah ketidak-harusan basmalah ketika kita menyembelih hewan.
Perhatikan redaksi yang digunakan oleh penulis kitabnya, Ar-Ramli sebagai berikut :

فَلَوْ تَرَكَهَا وَلَوْ عَمْدًا حَلَّ لأَنَّ اللَّهَ أَبَاحَ ذَبَائِحَ أَهْلِ الْكِتَابِ بِقَوْلِهِ { وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ } وَهُمْ لا يَذْكُرُونَهَا

Seandainya (basmalah) itu ditinggalkan, baik secara sengaja, hukumnya halal. Karena Allah SWT telah menghalalkan sembelihan ahli kitab dengan firmannya (Dan sembelihan ahli kitab halal untukmu). Padahal mereka tidak membaca basmalah.

وَأَمَّا قوله تعالى { وَلا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرْ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ } فَالْمُرَادُ مَا ذُكِرَ عَلَيْهِ غَيْرُ اسْمِ اللَّهِ : يَعْنِي مَا ذُبِحَ لِلأَصْنَامِ بِدَلِيلِ قوله تعالى { وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ }

Sedangkan firman Allah (Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah), maksudnya adalah hewan yang ketika disembelih dibaca nama selain Allah, yaitu dipersembahkan untuk berhala sebagaimana dalilnya (Dan yang disembelih untuk selain Allah).

وَسِيَاقُ الآيَةِ دَلَّ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ قَالَ { وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ } وَالْحَالَةُ الَّتِي يَكُونُ فِيهَا فِسْقًا هِيَ الإِهْلالُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى { أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ } وَالإِجْمَاعُ قَامَ عَلَى أَنَّ مَنْ أَكَلَ ذَبِيحَةَ مُسْلِمٍ لَمْ يُسَمِّ عَلَيْهَا لَيْسَ بِفِسْقٍ

Dan dari sisi retorika bahasa memang menunjukkan hal itu. Sebab firman Allah menyebutkan (karena hal itu fasik). Dan keadaan yang bisa membuat orang menjadi fasik adalah menyembelih untuk berhala selain Allah. Dan secara ijma' telah disepakati bahwa orang yang memakan sembelihan seorang muslim tidak akan disebut fasik.

Baca juga: Hukun daging kambing yang menyusu anjing
Namun demikian, mazhab Asy-Syafi'iyah tetap memakruhkan orang yang menyembelih hewan bila secara sengaja tidak membaca lafadz basmalah. Tetapi walau pun sengaja tidak dibacakan basmalah, tetap saja dalam pandangan mazhab ini sembelihan itu tetap sah.
Itulah ketentuan sah atau tidak sahnya sebuah penyembelihan yang sesuai dengan syariah. Ketentuan lain merupakan adab atau etika yang hanya bersifat anjuran dan tidak memengaruhi kehalalan dan keharaman hewan itu.

Mana Pendapat Yang Benar?

Pertanyaan seperti ini menjadi ciri khas para penanya. Setelah diterangkan sekian banyak perbedaan pendapat para ulama beserta dalil-dalilnya, maka pertanyaan pamungkasnya adalah : mana yang paling benar, mana yang paling kuat dan mana yang paling rajih.

Dan jawabannya sebagaimana umumnya jawaban-jawaban lainnya, bahwa kami tidak berada pada posisi sebagai 'tukang menyalahkan' atau 'tukang membenarkan' pendapat para ulama. Sebab kedudukan mereka sangat tinggi, jauh di atas kemampuan kita sebagai orang awam.

Apalah hak kita yang awam dan sama sekali tidak mengerti ilmu istimbath hukum, kok bisa merasa 'sok pintar' dan 'sok jago' dibandingkan para ulama itu. Seorang Ibnu Rusydi yang derajatnya keilmuannya sangat tinggi sekalipun 'tidak berani' membuat tarjih dengan menyalahkan suatu pendapat atau membenarkan pendapat lain. Semua itu bukan karena beliau tidak berilmu, melainkan karena beliau adalah seorang alim dan mujtahid yang amat sangat berakhlak mulia dan menjunjung tinggi para ualma.

Kalau seorang Ibnu Rusyd yang sangat kawakan saja masih punya sopan santun untuk tidak mentarjih, maka apalagi kita sebagai orang awam, tentu saja jadi sangat kurang-ajar kalau berani menyalahkan suatu pendapat yang keluar dari mulut para ulama.

Jadi jawabannya tidak akan menyalahkan salah satunya. Semua hasil ijtihad para fuqaha itu benar, karena sudah melewati proses ijtihad yang panjang yang dilakukan oleh para ekspert di bidangnya.

oleh: fiqih muqorrin

Hukum Daging Kambing yang Menyusu Anjing

April 19, 2017

BenangmerahDasi - Fiqih bab udkiyah [tentang anjing yang menyusui kambing]

Fiqih bab Udkiyah
No: 00178
Hallo Benangmerah
WA:081384451265


PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA DAGIING KAMBING YANG MENYUSU KEPADA ANJING

JAWABAN
Menurut qaul Ashoh, apabila ada anak kambing menyusu kepada anjing atau babi kemudian kambing tersebut menjadi tumbuh besar dan gemuk, maka hukumnya tetap suci.

.كاشفة السجا ٤١لو ارتضع جدى وهو الذكر من اولاد المعز كلبة او خنزيرة فنبت لحمه على لبنها اى تربى و سمن منه لم ينجس على الاصح

Kambing yang menyusu pada anjing hukumnya halal tapi makruh bila berubah / ada bekas najis di salah satu :
>rasa
>warna dan
>baunya
bila tidak ada bekas najis dari salah satu di atas maka tidak makruh. :

وإذا ظهر تغير لحم جلالة أى طعمه أو لونه أو ريحه كما ذكره الجويني واعتمده جمع متأخرونومن اقتصر على الأخير أراد الغالب فإن لم يظهر ما ذكر فلا كراهة وإن كانت لا تأكل إلا النجاسة والسخلة المرباة بلبن كلبة أو نحوها كالجلالة فيما ذكر. إعانة الطالبين ٢/٣٥١-وعند الشافعية تفصيل بناء على اختلافهم في الجلالة فمنهم من قال : الجلالة هي التي غالب علفها النجاسة ، ومنهم من قال : لا اعتبار بالعلف ، بل الاعتبار بظهور نتن النجاسة في عرقهاولحمها ، وهذا ما رجحه النووي وغيره، وبناء عليه فالراجح عندهم كراهة لحمها كراهة تنزيهية ، فإن حبست بعد ظهور النتن وعلفت شيئا طاهراً ، فزالت الرائحة زالت الكراهة في

اللحم ، واللبن ، والبيض ، والعرق ( المجموع للنووي

Halal namun dihukumi Makruh jika memang terdapat bekas bau Najis anjing pada kambing..

Baca juga: Sebab musabab kenapa tidak boleh makan hewan amfibi
Sulamul Munajat pada Halaman 7 karangan Kiayi Nawawi Banten sebagai berikut:

:والكلب ولو معلما والخنزير وفرع أحد هما نسبا لا رضاعا

Ada tambahan ilmu menyinggung”Jilalah” yaitu hewan atau ikan yang di kasih pakan najis/kotoran manusia, makruh…

seperti ikan lele di empang seperti biasanya, agar tidak makruh sebaiknya sebelum dikonsumsi, ikan lele tersebut dipindahkan dulu dan di taruh dalam kolam sampai bau kotoran empangnya hilang sekitar 4-7 hari.

 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes