Pemahaman Fiqih dan Sunnah



BenangmerahDasi - Sunah tanpa fiqih? Islam tanpa madzhab

OlehUstad Abdi Kurnia Djohan : PAHAMI SUNNAH TIDAK BUTUH FIQIH?

Al-faqir Abdi Kurnia

Secara pribadi, kalimat di atas sering saya dengar dari beberapa orang yang mengikuti kajian "sunnah" di beberapa tempat atau melalui media komunikasi tertentu. Kalimat itu menurut mereka didapat dari penyampaian para ustadz, yang menurut mereka "memahami" sunnah-sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Berdasarkan penjelasan dari para ustadz itu, umat Islam tidak diwajibkan mempelajari fiqih. Tapi, yang diwajibkan bagi umat adalah mempelajari sunnah. Sehingga dengan begitu, yang diikuti hanyalah sunnah, sebagaimana maksud dari firman Allah di dalam Surat Ali Imran ayat 31:

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Katakanlah (wahai Nabi), " jika kalian benar-benar cinta kepada Allah, ikutilah aku. Pasti Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.

Menurut para ustadz itu, yang diwajibkan bagi umat Islam adalah mengikuti sunnah, bukan mengikuti pendapat fiqih, pendapat mazhab, apalagi mengikuti pendapat tokoh agama, seperti kyai dan ustadz. Tidak sampai di situ, sebagian ustadz itu juga ada yang berpendapat bahwa di antara kebiasaan pelaku bid'ah adalah lebih menyukai pendapat fiqih ketimbang mengikuti sunnah.

Berpijak kepada argumentasi di atas, kini kita saksikan sikap sebagian kalangan yang awam dalam ilmu agama, berani melecehkan fiqih dan juga ulama fiqih. Betapa kagetnya saya, ketika mendengar seseorang yang baru saja satu bulan mengikuti sebuah kajian di majelis salah satu radio, mengkritik Imam Assyafi'i. Dengan yakin, dia mengatakan bahwa Imam Assyafi'i telah keliru memahami sunnah. Dalil kekeliruan itu, menurutnya, adalah menetapkan doa qunut sebagai perbuatan sunnah di dalam sholat subuh. Padahal, tidak dijumpai ijma' para ulama tentang keshahihan hadits tentang membaca doa qunut di sholat subuh.

Sikap melecehkan itu pun kemudian dilebarkan hingga ke ranah muamalah. Di berbagai komunitas atau perkumpulan lain, para aktivis "sunnah" ini mengkampanyekan propaganda anti fikih, sebagai upaya untuk menghidupkan sunnah.

Meskipun tampak seperti memperjuangkan yang benar, bukan berarti tindakan-tindakan yang dilakukan para aktivis "sunnah" itu bisa dibenarkan. Banyak hal yang masih perlu dipertanyakan dan diklarifikasi kebenarannya, termasuk kalimat yang terdapat di dalam judul di atas.
Apakah benar memahami sunnah tidak membutuhkan fiqih? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan memahami lebih dulu makna fiqih itu sendiri. Menurut tinjauan bahasa, fiqih atau fiqh maknanya memahami. Makna ini bisa dipahami dari hadits Nabi:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ

Siapa yang diinginkan oleh Allah dengan suatu kebaikan, maka ia akan diberi kepahaman di dalam masalah agama.
Menurut tinjauan ilmu, fiqih diartikan sebagai:

مَعْرِفَةُ الْاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ مِنْ اَدِلَّتِهَا التَّفْصِيلِيَّة بِطَرِيْقَةِ اْلاِسْتِنْبَاطِ اَوِ اْلاِسْتِدْلاَلِ

Mengetahui hukum-hukum syariat dari dalil-dalil yang terperinci dengan jalan istinbath (penarikan simpulan hukum), atau istidlal (penggunaan dalil)
Definisi tentang fiqih di atas sudah menjelaskan posisi fiqih terhadap sunnah sebagai sumber dari syariat. Tentu, yang akan dipertanyakan selanjutnya adalah kenapa harus menggunakan jalan/metode istinbath dan istidlal? Kedua metode itu dibutuhkan karena apa yang tertulis di dalam Al-Qur'an dan juga sunnah belum menjangkau persoalan-persoalan yang berkembang di antara manusia.

Al-Qur'an sebagai kitab suci, hanya memuat prinsip-prinsip umum yang berlaku di dalam kehidupan manusia. Al-Qur'an tidaklah berbicara tentang detail masalah. Sebab, detail masalah itu berubah-ubah di dalam kehidupan manusia, mengikuti perkembangan zaman dan pemikiran. Jika Al-Qur'an memberi fokus kepada detail masalah, bisa terjadi kemungkinan Al-Qur'an akan lapuk dimakan perkembangan zaman. Maka dari itu, Al-Qur'an hanya berbicara tentang prinsip-prinsip umum, yang dijelaskan dengan Sunnah Nabi.

Lalu, bagaimana dengan sunnah Nabi? Apakah sunnah Nabi memiliki karakter yang sama dengan Al-Qur'an dari aspek penerapan? Penjelasan di atas telah sedikit menjelaskan fungsi Sunnah terhadap Al-Qur'an. Hanya yang perlu ditegaskan bahwa sunnah Nabi di satu sisi berbicara tentang prinsip-prinsip umum, sebagaimana halnya Al-Qur'an. Sementara di sisi lain, sunnah Nabi berbicara tentang realitas/kenyataan yang terjadi pada masanya.

Fiqih mempunyai peran menjelaskan masalah yang tidak tertulis di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Peran itu diambil oleh fiqih, dalam rangka mengkontekstualkan semangat syariah yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga dengan begitu, keberlakuan syariah tetaplah berlanjut, meskipun pola kehidupan manusia berubah-ubah menurut masanya.

Fiqih tidaklah mengubah syariat atau bahkan menggantikannya. Dalam sudut pandang fiqih, sholat tetap wajib dilakukan oleh setiap muslim sesuai dengan waktu-waktunya. Namun, menjadi pertanyaan bagaimana melaksanakan sholat lima waktu di atas pesawat yang melintasi negara-negara yang mempunyai waktu yang berbeda-beda. Atau dalam kasus membayar zakat. Fiqih tetap memandang zakat sebagai kewajiban yang harus dibayarkan oleh setiap muslim yang hartanya mengalami pertambahan karena sebab yang halal menurut syariat. Lalu muncul masalah, bagaimana jika orang kaya yang selalu membayar zakat, karena sebab tertentu mengalami kebangkrutan sehingga untuk membayar zakatul fithri pun tidak mampu. Masalah seperti ini tidak dibahas baik di dalam Al-Qur'an maupun sunnah, dan fiqih mempunyai peran menjelaskan.

Dengan posisi seperti itu, terlihat peran fiqih terhadap syariat, khususnya terhadap sunnah. Sehingga alangkah keliru jika meyakini pendapat bahwa memahami sunnah itu tidak perlu fiqih. Justru yang semestinya terjadi adalah kebalikannya. Fiqih diperlukan untuk memahami Sunnah. Maka dari itu, bermazhablah...

Wallohul Muwaffiq ilaa Aqwamit Thariq

aktivis Pengajian Aswaja tinggal di Jakarta
Allahuma sholi 'ala sayidina Muhammad nabiyil umiyi wa 'ala 'alihi wa shohbihi wa salim

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes