Hukum Fiqih Tentang Najisnya Anjing dari Lintas Madzhab


Benang merah Dasi - Fiqih bab najis [tentang najiznya anjing]

Fiqih bab Najis
Hallo Benang
081384451265


PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA ANJING DARI LINTAS MADZAB ? [Fiqih pem-banding]

JAWABAN
Sebelum lebih jauh menjawab, kita sepakati terlebih dahulu duduk masalahnya. Para ulama sepakat bahwa air liur anjing itu hukumnya najis. Namun mereka agak berbeda ketika menyebutkan apakah kalau air liuarnya najis, lantas tubuhnya juga najis.
A. Yang Disepakati Dalam Najisnya Anjing :
Air Liur
Para ulama tidak berbeda pendapat ketika menyebutkan najisnya air liur anjing. Sebab ada banyak hadits shahih terkait kenajisan air liur anjing. Oleh karena itu bila sebatas air liuarnya, umumnya para ulama menyepakati kenajisannya.

عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ ‏ ‏‏أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا شَرِبَ الكَلْبُ فيِ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا‏-‏متفق عليه ‏‏ ‏

Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahw Rasulullah SAW bersabda"Bila anjing minum dari wadah air milikmu harus dicuci tujuh kali.(HR. Bukhari dan Muslim).

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُم إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ

Rasulullah SAW bersabda"Sucinya wadah minummu yang telah diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah. (HR. Muslim dan Ahmad)

أَنَّهُ دُعِيَ إلَى دَارِ قَوْمٍ فَأَجَابَ ثُمَّ دُعِيَ إلَى دَارٍ أُخْرَى فَلَمْ يُجِبْ فَقِيلَ لَهُ فِي ذَلِكَ فَقَالَ: إنَّ فِي دَارِ فُلانٍ كَلْبًا، قِيلَ لَهُ: وَإِنَّ فِي دَارِ فُلانٍ هِرَّةً فَقَالَ: إنَّ الْهِرَّةَ لَيْسَتْ بِنَجِسَةٍ

Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua beliau bersabda"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis". (HR. Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).
B. Yang Tidak Sepakat : Apakah Tubuh Anjing Ikut Najis Juga?
Namun ketika berbicara masalah hukum kenajisan badannya, mereka terpecah setidaknya menjadi dua pendapat yang berbeda. Sebagian mengatakan bahwa tubuh anjing bukan termasuk najis, sementara sebagian yang lain menetapkan kenajisannya.

1. Mazhab Al-Hanafiyah
Para ulama mazhab Al-Hanafiyah umumnya berpendapat bahwa tubuh anjing yang masih hidup itu bukan merupakan najis 'ain. Yang najis dari anjing hanyalah air liur mulut dan kotorannya saja.
Al-Kasani (w. 587 H), salah satu dari ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam kitabnya, Badai' Ash-Shanai' sebagai berikut :

وَمَنْ قَالَ: إنَّهُ لَيْسَ بِنَجِسِ الْعَيْنِ فَقَدْ جَعَلَهُ مِثْلَ سَائِرِ الْحَيَوَانَاتِ سِوَى الْخِنْزِيرِ وَهَذَا هُوَ الصَّحِيحُ لِمَا نَذْكُرُ

Dan yang mengatakan bahwa (anjing) itu tidak termasuk najis ain, maka mereka menjadikannya seperti semua hewan lainnya kecual babi. Dan inilah yang shahih dari pendapat kami.
[Al-Kasani, Badai' Ash-Shanai', jilid 1 hal. 63]
Ibnu Abdin (w. 1252 H) juga dari mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya, Radd Al-Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar, atau yang juga lebih dikenal dengan nama Hasyiyatu Ibnu Abdin, menuliskan sebagai berikut :

لَيْسَ الْكَلْبُ بِنَجِسِ الْعَيْنِ) بَلْ نَجَاسَتُهُ بِنَجَاسَةِ لَحْمِهِ وَدَمِهِ، وَلَا يَظْهَرُ حُكْمُهَا وَهُوَ حَيٌّ مَا دَامَتْ فِي مَعْدِنِهَا كَنَجَاسَةِ بَاطِنِ الْمُصَلِّي فَهُوَ كَغَيْرِهِ مِنْ الْحَيَوَانَاتِ (قَوْلُهُ وَعَلَيْهِ الْفَتْوَى) وَهُوَ الصَّحِيحُ وَالْأَقْرَبُ إلَى الصَّوَابِ

Anjing bukan termasuk najis 'ain, kenajisannya karena daging dan darahnya yang belum menjadi najis ketika masih hidup selama ada dalam tubuhnya. Kenajisannya sebagaimana najis yang ada dalam perut orang yang shalat. Hukum anjing sebagai hukum hewan lainnya. [Dan itulah fatwanya], itulah yang shahih dan lebih dekat pada kebenaran.
[ Ibnu Abdin, Radd Al-Muhtar 'ala Ad-Dur Al-Mukhtar , jilid 1 hal 209]

2. Mazhab Al-Malikiyah
Al-Mazhab Al-Malikiyah juga mengatakan bahwa badan anjing itu tidak najis kecuali hanya air liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, maka wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya.
Ibnu Abdil Barr An-Namiri (w. 463 H) salah satu ulama dari mazhab Al-Malikiyah menuliskan dalam kitabnya, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, sebagai berikut :

ومذهب مالك في الكلب أنه طاهر

Dan pendapat mazhab Malik tentang anjing adalah bahwa anjing itu suci.
[ Ibnu Abdil Barr An-Namiri, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, jilid 1 hal. 161]
Ibnu Juzai Al-Kalbi (w. 741 H) di dalam kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyah juga menuliskan hal yang sejalan bahwa semua hewan yang masih hidup termasuk anjing hukumnya suci.
[Ibnu Juzai Al-Kalbi, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, jilid 1 hal. 27]

وَأما الْحَيَوَان فَإِن كَانَ حَيا فَهُوَ طَاهِر مُطلقًا

Sedangkan semua hewan yang hidup maka hukumnya suci secara mutlak.

3. Mazhab Asy-Syafi'iyah
Para ulama di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis, tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat.
Al-Mawardi (w. 450 H) yang bisa jadi representasi dari mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan dalam kitabnya, Al-Hawi Al-Kabir fi Fiqhi Al-Imam Asy-Syafi'i sebagai berikut :

أَنَّ الْحَيَوَانَ كُلَّهُ طَاهِرٌ إِلَّا خَمْسَةً: وَهِيَ الْكَلْبُ، وَالْخِنْزِيرُ، وَمَا تَوَلَّدَ مِنْ كَلْبٍ وَخِنْزِيرٍ، وَمَا تَوَلَّدَ مِنْ كَلْبٍ وَحَيَوَانٍ طَاهِرٍ، وَمَا تَوَلَّدَ مِنْ خِنْزِيرٍ وَحَيَوَانٍ طَاهِرٍ

Semua hewan itu hukumnya suci kecuali lima jenis, yaitu anjing, babi, anak perkawinan anjing dan babi, anak perkawinan anjing dengan hewan suci, anak perkawinan babi dengan hewan suci.
[Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir fi Fiqhi Al-Imam Asy-Syafi'i, jilid 1 hal. 56]
Al-Imam An-Nawawi (w. 676 H) yang juga merupakan icon mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya, Raudhatu Ath-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin juga menetapkan kenajisan anjing.

وَأَمَّا الْحَيَوَانَاتُ، فَطَاهِرَةٌ، إِلَّا الْكَلْبَ، وَالْخِنْزِيرَ، وَمَا تَوَلَّدَ مِنْ أَحَدِهِمَا

Adapun hewan-hewan semuanya suci kecuali anjing, babi dan yang lahir dari salah satunya.
[Al-Imam An-Nawawi, Raudhatu Ath-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin jilid 1 hal. 13]
Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjing pun ikut hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Logika yang digunakan oleh mazhab ini adalah tidak mungkin kita hanya mengatakan bahwa yang najis dari anjing hanya mulut dan air liurnya saja. Sebab sumber air liur itu dari badannya.
Maka badannya itu juga merupakan sumber najis. Termasuk air yang keluar dari tubuh itu pun secara logika juga najis, baik air kencing, kotoran atau keringatnya.
Baca juga: hukum fiqih najis tanah di jalan yang dilewati anjing
4. Mazhab Al-Hanabilah
Dalam masalah kenajisan tubuh hewan, umumnya para ulama di dalam mazhab Al-Hanabilah punya pendapat yang sejalan dengan pendapat para ulama mazhab Asy-Syafi'iyah,yaitu bahwa tubuh anjing yang masih hidup itu najis.
Ibnu Qudamah (w. 620H) dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam salah satu kitabnya, Al-Kafi fi Fiqhi Al-Imam Ahmad menuliskan hewan itu ada tiga macam. Pertama adalah hewan suci, kedua hewan najis dan ketiga hewan yang para ulama berikhtilaf atas kenajisannya. Pada saat menyebutkan hewan yang najis, beliau memulainya dengan anjing.

القسم الثاني: نجس وهو: الكلب والخنزير وما تولد منهما فسؤره نجس وجميع أجزائه

Jenis kedua adalah hewan najis, yaitu anjing, babi dan yang lahir dari hasil perkawinannya. Semua bagian tubuhnya najis.
[Ibnu Qudamah, Al-Kafi fi Fiqhi Al-Imam Ahmad, jilid 1 hal. 40]
Syamsuddin Abul Farraj Ibnu Qudamah [w. 682 ] menuliskan dalam kitab Asy-Syarhul Kabir 'ala Matnil Muqni' sebagai berikut :

لا يختلف المذهب في نجاسة الكلب والخنزير وما تولد منهما أنه نجس عينه وسؤره وعرقه وكل ما خرج منه

Dan tidak ada perbedaan pendapat dalam mazhab (Hanbali) atas najisnya anjing dan babi serta hewan yang lahir dari keduanya. Bahwa semuanya najis ain, termasuk liur, keringat dan apa-apa yang keluar dari tubuhnya.
[ Syamsuddin Abul Farraj Ibnu Qudamah, Asy-Syarhul Kabir 'ala Matnil Muqni', jilid 1 hal. 284]
Demikian sedikit hasil penelitian di dalam kitab fiqih para ulama terkait dengan perbedaan pendapat kenajisan anjing.
Oleh: Ahmad Sarwat, Lc., MA
By Fiqih muqorrin.

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes