Peran KH. Nachrowi di Nahdlatul Ulama Sekaligus Pendiri Madrasah Nahdlatul Ulama


BenangmerahDasi.com - KH. Nachrowi Thohir -Bungkuk (1900-1980). "Ketahuilah kelak, suatu saat nanti tidak hanya santri-santri saja yang menjadi anggota NU. Tapi harus ada sarjana, insinyur, dokter dan yang berpendidikan umum lainya. Semua itu dibutuhkan untuk menunjang keberadaan NU yang luar biasa besar. Pada saat nanti.''Pesan Kiai Nachrowi kepada Kiai Saifudin Zuhri pada tahun 1928.

Dimalang, pernah ada Kiai kharismatik yang mempunyai peran penting dalam pembangunan pendidikan keislaman di Indonesia. Beliau adalah Kiai Nachrowi Tohir yang pertama kali telah mendirikan Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan. Kelak madrasah ini menginspirasi daerah lain untuk mendirikan madrasassahh serupa. Seperti apa perjalanan hidup Kiai Nachrowi, dan apa perannya dalam mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia? Berikut catatanya.

Kiai Nachrowi Thohir adalah putra bungsu dari ulama kharismatik bernama kiai Muhammad Thohir atau dikenal dengan sebutan Mbah Bungkuk. Selama ini, Mbah Bungkuk dikenal sebagai ulama yang 'abid (ahli ibadah) dan mempunyai karomah. Peninggalannya adalah pesantrean Miftahul Falah Bungkuk Singosari Malang. kiai Nachrowi dilahirkan di Bungkuk Singosari padaa tahun 1900M/1317 H. Kiprahnya sudah terlihat sejak masih muda dan ketika dewasapun masih menaruh perhatian yang sangat tinggi untuk dunia pendidikan, Khususnya bagi masyarakat muslim.

Semasa muda, Kiai Nachrowi menghabiskan waktunya untuk belajar agama kepada ayahnya. saat itu pesantren yang di asuh Mbah Bungkuk menjadi rujukan tokoh Nahdlatul Ulama dan beberapa tokoh pejuang lainya. Dari Mbah Bungkuk, Kiai Nachrowi mempelajari dasar-dasar agama islam seperti membaca al-Qur'an dan mengaji kitab-kitab tauhid (Aqidatul Awam), Ilmu alat seperti Jurmiyah dan Imrithi. Setelah mengaji kepada ayahnya, Kiai Nachrowi Tohir melanjutkan pengembaraan keilmuaanya ke Jampes Kediri untuk belajar kepada seorang kiai kharismatik yang alimul allamah, arif billah, dan tammuq (mendalam) ilmunya bernama Kiai Ihsan Muhammad Dahlan Jampes.

Setelah beberapa waktu di Jampes, Kiai Nachrowi berpamitan kepada gurunya untuk melajutkan pengembaraan pengembaraan ngangsu kaweruh ke pondok pesantren Silawalanpanji Sidoarjo yang diasuh oleh Kiai Ya'qub. Pesantren ini di dikenal sebagai basis pelabuhan para ulama-ulama yang nantinya terlibat dalam pendirian Nahdlatul Ulama seperti Kiai M. Hasyim Asy'ari, Kiai Yaqub sendiri merupakan mertua dari Kiai M. Hasyim Asy'ri. Juga tidak ada keterangan lengkap mengenai waktu yang ditempuh Kiai Nachrowi di pesantren ini. Kemudian, Kiai Nachrowi beranjak ke pesantren Jamsaren Solo yang di asuh oleh Kiai Idris (w.1923). Dikisahkan ketika berada di pondok Jamsaren ini Kiai Nnachrowi bersama teman-teman sesama santri membentuk kelompok diskusi. Kelak, kelompok inilah nantinya yang turut membantu Kiai Nachrowi dalam mengembangkan pendidikan di Jagalan.

Dari Jamsaren , kiai Nachrowi kemudian ngangsu kaweroh kepondok pesatren Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Pesantren ini yang menjadi pelabuhan terakhir dalam pengembaraan keilmuan Kiai Nachrowi Thohir. Namun ada dua keterangan lain mengenai pondok pesantren yang menjadi pelabuhan Kiai Nachrowi Thohir setelah dari Jamsaren Solo dan sebelum ke Bangkalan yaitu pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang di asuh Kiai M. Hasyim Asy'ari dan diceritakan pula sempat nyantri di Makkah Mukarramah. Hanya saja mengenai kedua pesantren tersebut belum ada keterangan yang lebih lengkap.

Hadir dan berjuang di Jagalan

Setelah memutuskan untuk pulang kampus dan tinggal di malang utuk mengabdi kepada masyarakat. seperti gayung bersambut, Kiai Nachowi diambil menantu oleh seorang tokoh agama sekaligus saudagar kaya asal Jagalan Kota Madya Malang yang bernama Kiai Abdul Hadi. Kiai Abdul Hadi merupakan orang yang juga memiliki perhatian tinggi dalam dakwah Islam dan pembangunan pendidikan, Atas izin Allah SWT dan inisiatif dari menantunya tersebut, Kiai Abdul Hadi membangun gedung yang akan di gunakan sebagai lembaga pendidikan di atas tanah waqaf dari Ibu Hj. Maryam. Bangunan dua lantai tersebut tak jauh dari kediaman Kiai Abdul Hadi dan Kiai Nachrowi dikemudian hari menjadi kantor sekertariat Muslimat NU.

Kiai Abdul Hadi memberikan wewenang dalam mengelola sepenuhnya kepada mantunya tersebut. Kiai Nachrowi sendiri dikenal sebagai tokoh muda yang peduli terhadap pendidikan.Sebagai seseorang yang hidup pada masa akhir pemerintah kolonial, ia melihat banyak sekali ketimpangan dan perbedaan yang sangat mencolok antara komunitas Islam dengan masyarakat lainya terutama di bidang pendidikan. inilah yang memicu semangat perjuangan Kiai Nachrowi. Padahal beliau sendiri tidak pernah tercatat sebagai siswa dari sekolah-sekolah yang di dirikan oleh pemerintah kolonial. Sementara kemahiranya dalam tulis menulis aksara latin didapatkannya ketika nyantri di pesantren Jamsaren Solo.

Sebagai langkah pertama, pada tahun 1921, kiai Nachrowi Thohir mendirikan Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan. Nama Nahdlatul Wathan sendiri dinisbatkan dari gerakan yang dilakukan oleh para ulama nusantara yang dimulai pada tahun 1916. Walaupun tidak ada keterangan lebih lengkap mengenai hal ini, penisbatan nama Nahdlatul Wathan ini tentu bukan tidak beralasan, melainkan menujukan jejaringan yang dilakukan oleh para ulama dahulu dalam melakukan gerakan untuk tanah air dan mengajarkan Islam secara tersetruktur. terlebih karena Kiai Nachrowi sendiri merupakan jebolan pondok pesantren yang sama dengan para ulama-ulama tersebut.

Keinginan untuk mendirikan madrasah bukan berarti bahwa Kiai Nachrowi tidak mempercayai pendidikan pesantren yang dikenal dengan pendidikan tradisional. Melainkan, ingin melengkapinya dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Prinsip dan kaidah almuhafadzatu ala qodimis shohih wal akhdzu bil jadidil ashlah (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik) selalu dipegang teguh oleh Kiai Nachrowi Thohir dalam menapaki langkah-langkah perjuangannya. pada waktu itu, berkembang anggapan bahwa model model pendidikan pesantren itu tidak lagi mengakomodir kebutuhan pendidikan generasi muda. Dalam keyakinan kiai Nachrowi, sistem pendidikan dan materi yang diterapkan di pesantren bukanlah hal buruk bahkan tidak dapat dikesampingkan sebab pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling penting untuk mendidik manusia menurut fitrahnya. Namun, alangkah lebih baiknya apabila komunitas pesantren mendapatkan materi tambahan mengenai materi-materi umum lainya. Salah satu materi umum yang di perlukan oleh masyarakat muslim terutama generasi muda yang mengenyam pendidikan di pesantren hanya mengerti dan bisa menulis dengan bahasa arab saja dan tidak untuk bahasa-bahasa lain seperti latin yang di gunakan dalam buku yang beredar, surat menyurat dan segala keperluan administratif lainya.

Akhirnya, kiai Nachrowi betul-betul merealisasikan idenya untuk mengadakan penyempurnaan dalam pendidikan yang mencakup sistem pendidikan, materi metode belajar, dan evaluasi pembelajaran demi tercapainya tujuan, Oleh karenanya, Kiai Nachrowi mendirikan Madrasah Nahdlatul Whatan sebagai tonggak Madrasah Muslimin Nahdlatul  Whathan (1921), Madrasah Muslimat Nahdlatul Whathan (dirintis sejak tahun 1924) dan Hollandsch Inlandsch School (HIS) Nahdlatul Oelama (1939) di daerah Sawahan. Madrasah HIS NO ini merupakan satu-satunya sekolah milik NU di Indonesia. Dari madrasah yang didirikan oleh Kiai Nachrowi Thohir inilah muncul berbagai madrasah lainya yang tersebar baik di Malang Maupun di luar Malang, Sederet nama tokoh pun muncul sebagai jebolan madrasah ini. di antaranya Prof, Dr KH. Tolhah Mansoer. Mayor KH. Osman Mansur, Ibu Khusnul Chotimah Sali sekertaris pertama Fatayat NU, Chotib Sali ( kakak dari Khusnul Chotimah), Ahmad Hudan Dardiri dan lain-lainya.

Mendirikan Madrasah di Jagalan

Sebagai modal awal mendirikan madrasah yaitu berupa pengalaman, kiai Nachrowi dan bangunan dua lantai yang terdiri dari beberapa ruangan kantor, papan, dampar (meja pendek), dan tikar (alas untuk tempat duduk. sementara waktu itu masih  jarang bangunan yang terdiri dari dua lantai. yang ada  salah satunya, adalah bangunan balai Kota yang terdiri dari 2 lantai juga.

Sebagai putra dari sosok kiai kharismatik asal Singosari dan menantu dari saudagar kaya ternyata tidak menjadi ''karpet merah" dalam menjalankan peran sosial di tengah masyarakat. Banyak cerita mengenai hal ini. Misalnya cerita ketika kiai Nachrowi nggin mendirikan sholat madrasah untuk anak-anak permepuan.

Berawal dari  kesadaran bahwa pendidikan dibutuhkan tidak hanua oleh kaum laki-laki melainkan juga perempuan. Maka, pada tahun 1924 mulailah merintis kelas untuk anak-anak perempuan. Akan tetapi, rupanya keinginan untuk merintis kelas untuk anak-anak perempua ini banyak pihak yang menentang. Penolakan tersebut berawal ketika Kiai Nachrowi meminta pendapat (sowan) ke kiai-kiai se Malang. Adapun bentuk penolakannya berupa tidak ada tanggapan (diam) sampai penolakan secara langsung. Sebab waktu itu masih belum lazim bagi anak permpuan menerima pendidikan di sekolah formal.

Melihat tidak ada dukungan, Kiai Nachrawi kemudian mengumpulkan masyarakat terutama para orang tua murid (laki-laki) yang sudah menjadi santri di madrasah, Tentu tanggapan negatif pun muncul. Berbagai respon negatif tersebut bermacam-macam. Ada yang hanya  sekedar bergumam dalam bahasa jawa, ''arek wedok onok nak pawon, lapo kathek sekolah barang (anak perempuan tempatnya di dapur, buat apa di sekolahkan)''. Bahkan ada pula yang mengancam secara kasar yakni dengan senjata tajam,''lek sampek onok anak wedok di sekolahno, temenan iki sing ate melayangn (kalau sampai ada anak perempuan yang di sekolahkan, maka ini bakal melayang)'', sambil menunjukan golok/parang.

Menyikapi berbagai tanggapan tersebut, kiai Nachrowi tak patah semangat dan terus bersabar. Beliau kembali berkonsultasi kepada Kiai dan guru-gurunya. Salah satu Kiai Abdul Wahab Hasullah di Tambakberas Jombang, mendapatkan perintah tersebut, Kiai Nnachrowi langsung berangkat ke Jombang. Di tengah perjalanan dari Malang ke Jombang Kiai Nachrowi kemalamn dan beristirahat di sebuah masjid dan tertidur. Di tengah tidurnya Kiai Nachrowi bermimpi didatangi seorang dan berkata dengan bahasa jawa,''tirokno  dungo iki", kemudian seseorang tersebut melanjutnya dengan bacaan do'a '' Allahuma inna nas'aluka al afwa wa al afiyah wa al mu'afah ad da'imah fi ad dini wa ad dunyan wal akhriroh. Allahuma ahsin 'aqibatana fi umuri kulliha wa ajirna min hissyi ad dunya wa  dzahabi al akhiroh wa finatihima wa baliyyatihima inna 'ala kulli syai'in qodir''. ''Wes cukup. Nanti sesampainya di jombang, kamu akan melihat seseorang yang sedang menggerek burung, dialah yang bernama Kiai Abdul Wahab Hasbullah'', kata orang tersebut mengakiri percakapan. Kiai Nachrowi kemudian terbangun dan keesokan harinya melanjutkan perjalan menuju Tambakberas Jombang.

Setibanya di Jombang, beliau kemudian bertanya kepada masyarakat sekitar dan menuju komplek pondok yang di tunjukan orang-orang. begitu masuk komplek pondok pesantren Tambakberas, ternyata benar-benat terlihat, seseorang yang sedang mengerek burung. Kiai Nachrowi kemudian langsung menyapa  dan mengucapkan salam. Kemudian bertanya orang tersebut apakah benar Kiai Wahab Hasbullah. Setelah mendapatkan jawaban bahwa orang tersebut adalah Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Kiai Nachrowi langsung mengenalkan dirinya yang berasal dari Malang. Belum bicara banyak, serentak Kiai Nachrowi Thohir kaget ketika Kiai Abadul Wahab Hasbullah menanyakan do'a yang diberikan kepadanya dalam perjalanan dan meminta Kiai Nachrowi untuk membacanya. Setelah selseai membacanya, Kiai Abdul Wahab Hasbullah berkata ''Iya benar, insya allah tujuan sampean berhasil."

Sepulang dari Jombang, ide pendirian sekolah untuk anak-anak permpuan tersebut sudah menyebar kemana-mana bahkan sampai keluar Malang. Dan mulai banyak anak-anak perempuan yang di titipkan sebagai santri. Karena tidak sedikit yang berasal dari luar Malang, maka Kiai Nachrowi membuka kelas di kediamannya  sendiri. Kamar-kamar yang di gunakan untuk keluarganya juga di gunakan sebagai tempat menginap para santri putri sekaligus menjadi ruang kelas. Santri putri tersebut diantaranya Aminah dan Maryam binti H. Manshur asal Sidoarjo, Khusnul Chotimah Sali asal Jagalan, Marfu'ah asal Sukorejo Pasuruan, Aliyah binti H. Ma'ruf dari Singosari, Malihah dari Karangploso yang nantinya diperistri oleh Jendral Mukhlas Rowi, serta Banyak lagi nama-nama lainya.

Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak yang mendaftarkan diri sebagai santri di madrasah ini, akhirnya Kiai Nachrowi pergi ke pondok pesantren Jamsaren Solo dang menghubungi teman-temannya ketika dirinya berada di Jamsaren. Alasan lainya karena Kiai Nachrowi aktif juga dalam konsolidasi pembentukan NU di daerah-daerah sebagaimana tercatat sebagai pendiri dan ketua NU yang pertama di Malang. Kepergian Kiai Nachrowi ke Jamsaren tersebut tampaknya membuahkan hasil yaitu di datangkannya para tenaga pengajar untuk membantu pengembangan pendidikan di Jagalan. Mereka tak lain adalah teman-teman Kiai Nachrowi dalam kelompok diskusi ketika di Jamsaren, antara lain Syaikh Abbas Syato dari Mesir, Kiai Syukri Ghozali dari Salatiga, Kiai Badrussalam dari Solo, Kiai Damanhuri dari Yogyakarta, Kiai Mustafid dari Solo, Kiai Syamsuri dari Solo, Kiai Murtadji Bisri Yaman dari Semarang, Kiai Mas'ud dari Blitar. ''Menir''Hasan dan Bapak Nur Yaman ditempatkan sebagai pengajar di HIS NO Sawahan.

Seiring dengan berdirinya Nahdlatul Ulama pada tahun 1926 dimana Kiai Nachrowi Thohir menjadi salah satu muassisnya, maka Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan tersebut berubah menjadi madrasah Muslimin Nahdlatul Ulama. Begitu pula dengan madrasah untuk anak-anak permpuan berubah menjadi Madrasah Muslimat Nahdlatul Ulama. Dan pada waktu selanjutnya. ketika pemerintah memberlakukan pendidikan dasar berupa  Sekolah Rakyat (SR) tahun 1945. maka sekolah-sekolah yang berada pada level dasar lebih dikenal dengan sebutan SR. Begitu juga Madrasah milik Nahdlatul Oelama (NO) dikenal dengan sebutan SR.NO.

Penting untuk di ketahui bahwa jauh sebelum sekolah-sekolah milik pemerintah memberlakukan peraturan guru harus rajin mengenakan pakaian rapi seperti dasi, sepatu, dan kopyah, madrasah/SR NO Jagalan sudah memberlakukan tradisi-tradisi tersebut guru harus rajin mengajar, disiplin dan rapi dalam berpakaian.

Sumber:
Wawancara dengan KH Drs.A. Buchori Amiin ( santri dan khodim KH. Nachrowi Thohir)

Wawancara dengan KH. Drs. Moensif Nachrowi ( Putra KH. Nachrowi Thohir)

Dasiku Dasimu DasiNU



Share this:

Post a Comment

 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes