BenangmerahDasi -FIQIH MUQORIN [perbandingan madzab] BAB TARI-TARIAN,JOGED.
Fiqih muqorin
No: 00249
Hallo Benangmerah
WA: 081384451265
PERTANYAAN
BAGAIMANA HUKUMNYA MENARI/TARIAN/JOGED...?
JAWABAN
Dalam hukum tarian harus di lihat dari berbagai sisi dan tak boleh langsung menjudge bahwa tarian itu mutlaq haram [Generelisasi] di bawah ini pendapat dari berbagai madzab.
Madzab As-syafi'i
Imam ar-Ramli mengatakan :
( لا الرقص ) فلا يحرم ولا يكره لأنه مجرد حركات على استقامة واعوجاج ولإقراره صلى الله عليه وسلم الحبشة عليه في مسجده يوم عيد ، واستثناء بعضهم أرباب الأحوال فلا يكره لهم وإن كره لغيرهم مردود كما أفاده البلقيني بأنه إن كان عن رويتهم فهم كغيرهم وإلا لم يكونوا مكلفين ، ويجب طرد ذلك في سائر ما يحكى عن الصوفية مما يخالف ظاهر الشرع فلا يحتج به .نعم لو كثر الرقص بحيث أسقط المروءة حرم على ما قاله البلقيني ، والأوجه خلافه . (إلا أن يكون فيه تكسر كفعل المخنث ) بكسر النون وهذا أشهر وفتحها وهو أفصح ، فيحرم على الرجال والنساء ، وهو من يتخلق بخلق النساء حركة وهيئة ، وعليه حمل الأحاديث بلعنه ، أما من يفعل ذلك خلقة من غير تكلف فلا يأثم به
“ {Bukan Tarian} maka tidak haram dan tidak makruh, karena tarian itu hanyalah semata-mata gerakan berdasarkan kelurusan dan kebngkokan. Karena Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mengakui perbuatan Habasyah yang menari di dalam masjidnya di hari lebaran. Para ulama mengecualikan orang-orang shalih yang memiliki ahwal (suatu tingkatan keadaan tertentu dalam ilmu tasawwuf), maka bagi mereka tidak dimakruhkan. Walaupun dimakruhkan bagi selain mereka ditolak sebagaimana yang dikatakan al-Balqini bahwasanya jika dari riwayyat mereka, maka mereka seperti yang lainnya, jika tidak, maka mereka tidaklah dibebankan. Dan wajib menolak hal itu di dalam apa yang dihikayatkan oleh kaum shufiyyah yang secara dhahirnya bertentangan dengan syare’at, hal ini tidak boleh dibuat hujah. Ya, jika tarian ini banyak (sering) dilakukan dengan sekiranya dapat menjatuhkan kehormatan diri, maka hal itu menjadi haram sebagaima dikatakan al-Balqini, tapi pendapat yang lebih terarah adalah kebalikannya. {Kecuali jika ada goyangan patah-patahnya seperti perbuatan bencong}, maka hara bagi laki-laki dan perempuan. Bencong (Mukhannits) adalah laki-laki yang berprilaku seperti prilaku wanita dengan gerakan yang lembut, kepadanyalah datang hadits laknat atas mereka. Adapun orang yeng berprilaku seperti itu secara tabiat bawaannya, maka tidaklah berdosa “.
Syaikh Islam Zakariyya al-Anshari mengatakan :
(والرقص ) بلا تكسر ( مباح ) لخبر الصحيحين { أنه صلى الله عليه وسلم وقف لعائشة يسترها حتى تنظر إلى الحبشة وهم يلعبون ويزفنون والزفن الرقص } لأنه مجرد حركات على استقامة أو اعوجاج وعلى الإباحة التي صرح بها المصنف الفوراني والغزالي في وسيطه وهي مقتضى كلام غيرهما وقال القفال بالكراهة وعبارة الأصل محتملة لها حيث قال والرقص ليس بحرام ( وبالتكسر حرام ولو من النساء ) لأنه يشبه أفعال المخنثين
“ {Dan ar-Raqsh/tarian} tanpa goyangan alay hukumnya mubah karena ada dalil dari dua sahih Bukhari dan Muslim, bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk Aisyah dengan menutupinya sehingga Aisyah bias melihat kepada Habaysah yang sedang bermain, berzafin dan menari “, karena hal itu hanyalah semata-mata gerakan kelurusan dan kebengkokan. Dan hukumnya mubah sebagaimana ditegaskan si mushannif al-Faurani dan al-Ghazali dalam kitab al-Wasithnya, itu juga ketentuan kalam lainnya. Al-Ghoffal mengatakannya makruh. Redaksi yang pertama kemungkinan asalnya makruh, dengan sekiranya ia berkata, “ Dan ar-Raqsh tidaklah haram (dan dengan goyangan alay maka hukumnya haram meskipun dari wanita) karena itu menyerupai prilaku para bencong “
Dalam Hasyiah al-Qolyubi dan Umairah disebutkan :
( لا الرقص ) قال ابن أبي الدم لو رفع رجلا وقعد على الأخرى فرحا بنعمة الله تعالى عليه إذا هاج به شيء أخرجه وأزعجه عن مكانه ، فوثب مرارا من غير مراعاة تزين فلا بأس به
“ {Dan bukan ar-Raqsh} Ibnu Abi ad-Dam mengatakan, “ Seandainya seseorang mengangkat satu kakinya dan duduk di atas satu kaki lainnya karena rasa gembira dengan nikmat Allah Ta’ala, jika sesuatu mengobarkan hatinya, maka dia mengeluarkan kaki satunya dan menggoncangkannya dari tempatnya, lalu melompat beberapa kali tanpa memperhatikan perhatian manusia, maka itu tidaklah mengapa “.
Imam an-Nawawi mengatakan :
لا الرقص، إلا أن يكون فيه تكسر كفعل المخنث
“ (Dan tidak haram) ar-Raqhs (tarian) kecuali jika ada goyangan patahnya seperti perilaku bencong “.[4]
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan :
وأما الرقص فلا يحرم لفعل الحبشة له في حضرته مع تقريره عليه
“ Adapun ar-Raqsh maka tidaklah haram karena perbuatan Habasyah di hadapan Nabi disertai pengakuan Nabi kepadanya “.
نعم له أصل فقد رُوى فى الحديث أنّ جعفر بن أبى طالب رضى الله عنه رقص بين يدى النبى صلّى الله عليه و سلّم لمّا قال له ” أشبهت خَلقى وخُلقى ” و ذلك من لذّة الخطاب و لم ينكر عليه صلّى الله عليه و سلّم
“ Ya, tarian memiliki dasar pijakannya. Sungguh telah diriwayatkan dala satu hadits bahwasanya Jakfar bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu menari di hadapan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau bersabda, “ Engkau menyerupaiku dari rupa dan akhlakmu “. Hal itu karena merasakan lezatnya pembicaraan Nabi padanya dan Nabi pun tidak mengingkarinya…”.
Baca juga: Penjelasan fiqih tentang memainkan rebana di dalam masjid
Madzhab Hanbaliyyah.
Menurut ulama Hanabilah, ar-Raqsh hukumnya makruh jika bertujuan permainan, dan mubah jika ada hajat syar’iyyah.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang orang-orang shufi dan tarian mereka :
إنّ هؤلاء الصوفية جلسوا فى المساجد على التوكل بغير علم ” فقال الإمام أحمد ” العلم أقعدهم فى المساجد ” فقيل له ” إنّ همّتهم كبيرة ” قال أحمد ” لا أعلم قومًا على وجه الأرض أحسن من قوم همّتُهم كبيرة ” فقيل له ” إنّهم يقومون و يرقصون ” فقال أحمد “دعهم يفرحوا مع الله ساعة
“ Sesungguhnya mereka para shufi duduk di dalam masjid-masjid dengan tawakkal tanpa ilmu ?, maka imam Ahmad menjawab, “ Mereka pakai ilmu, duduklah bersama mereka di masjid-masjid “. Ada juga yang bertanya, “ Semangat mereka besar sekali “, imam Ahmad menjawab, “ Aku tidak mengetahui suatu kaum di muka bumi ini yang lebih baik dari kaum yang semangatnya besar “. Lalu ditanya lagi, “ Sesungguhnya mereka (para shufi) itu berdiri dan menari-nari “, maka imam Ahmad menjawab, “ Biarkan mereka bergembira sesaat bersama Allah “.[7]
Al-Mardawi mengatakan :
وذكر في الوسيلة : يكره الرقص واللعب كله ، ومجالس الشعر
“ Disebutkan dalam al-Wasilah, : Dimakruhkan ar-Raqsh dan semua yang bersifat permainan dan majlis-majlis syi’ir “.[8]
Al-Bahuti mengatakan :
( ويكره الرقص ومجالس الشعر وكل ما يسمى لعبا ) ذكره في الوسيلة لحديث عقبة الآتي ( إلا ما كان معينا على قتال العدو ) لما تقدم
“ Dan dimakruhkan ar-Raqsh dan majlis-majlis syi’ir dan semua yang dinamakan permainan. Telah disebutkan dalam al-Wasilah karena ada hadits Uqbah yang akan datang. Kecuali ar-Raqsh atau permainan yang membantu atas memerangi musuh, sebagaimana telah berlalu “.
Madzhab Malikiyyah.
Imam ash-Shawi mengatakan :
وأما الرقص فاختلف فيه الفقهاء ، فذهبت طائفة إلى الكراهة ، وطائفة إلى الإباحة ، وطائفة إلى التفريق بين أرباب الأحوال وغيرهم فيجوز لأرباب الأحوال ، ويكره لغيرهم ، وهذا القول هو المرتضى ، وعليه أكثر الفقهاء المسوغين لسماع الغناء ، وهو مذهب السادة الصوفية ، قال الإمام عز الدين بن عبد السلام : من ارتكب أمرا فيه خلاف لا يعزر لقوله عليه الصلاة والسلام : { ادرءوا الحدود بالشبهات } ، وقال صلى الله عليه وسلم : { بعثت بالحنيفية السمحة } ، وقال الله تعالى : { وما جعل عليكم في الدين من حرج } أي ضيق
“ Adapun ar-Raqsh, maka para ulama fiqih berbeda pendapat; sekelompok ulama menghukuminya makruh, sekelompok lainnya menghukumi mubah dan sekelompok ulama lainnya membedakannya di Antara orang-orang yang memiliki ahwal dan selainnya, maka hukumnya boleh bagi orang-orang yang memiliki ahwal dan makruh bagi selainnya. Inilah ucapan yang diridhai dan atas pendapat ini mayoritas ulama fiqih yang membolehkan nyanyian, dan inilah madzhab para sadah shufiyyah. Imam Izzuddin bin Abdissalam berkata, “ Barangsiapa yang melakukan suatu perkara yang masih ada perbedaan pendapat di Antara ulama, maka tidak boleh dita’zir, karena Nabi bersabda, “ Hindarilah menghukum dengan perkara yang masih syubhat “, Allah juga berfirman, “ Allah tidak menjadikan kesempitan dalam agama “.
Madzhab Hanafiyyah.
Ibrahim al-Halbi al-Hanafi mengatakan :
وما ذكره البزازي من الإجماع عن تحريم الرقص محمول على ما إذا اقترن بشيء من اللهو كالدفِّ والشبَّابة ، ونحو ذلك ، أو بالتكسر والتمايل ، وأمَّـا مجرد الرقص فمختلف في حرمته
“ Dan apa yang telah disebutkan oleh al-Bazzaazi tentang adanya ijma’ keharaman ar-Raqsh, maka itu diarahkan jika disertai sesuatu yang bersifat permaianan seperti daff dan syabbabah atau dengan adanya goyangan (alay seperti bencong). Adapun hanya ar-Raqsh (tarian) semata, maka hukumnya ada perbedaan di Antara ulama “.[11]
Ibnu Abidin mengatakan :
(قوله وكره كل لهو ) أي كل لعب وعبث فالثلاثة بمعنى واحد كما في شرح التأويلات والإطلاق شامل لنفس الفعل ، واستماعه كالرقص والسخرية والتصفيق وضرب الأوتار من الطنبور والبربط والرباب والقانون والمزمار والصنج والبوق ، فإنها كلها مكروهة لأنها زي الكفار
“ Ucapan : Dan dimakruhkan semua permaianan. Yakni semua permainan, tiga perkara itu bermakna satu sebagaimana dalam syarh at-Takwilat, dan memuthlakkannya mencangkup perbuatan itu sendiri. Mendengarkannya sama seperti ar-Raqsh (menari), ejekan, bertepuk tangan dan memetik senar mandolin, rabab, terompet dam simbal, maka semua itu hukumnya makruh karena itu hiasan kaum kafir “.
PENDAPAT YANG LAIN.
Hukum Wanita Menari di depan Laki - laki Ajnabiy adalah Haram, begitu pun Amrod/cowok Muda Berdendang di depan Laki-laki Penyuka Sesema jenis.
اما رقص النساء امام من لا يحل لهن فانه حرام بالاجماع لما يترتب عليه من اثارة للشهوة والافتنان ولما فيه من التهتك والمحون ومثلهن الغلملن المراد امام من يشتهيهم ويفتتن بهم اه
(المداهب الاربعة ج ٢ ص ٤٣)
Kesimpulan dari pendapat ulama fiqih :
Hukum ar-Raqsh (Tarian), para ulama berbeda pendapat; menurut madzhab Syafi’iyyah hukumnmya
diperinci; jika tidak ada goyangan sebagaimana perilaku bencong (laki-laki yang berpura-pura jadi perempuan), maka hukumnya boleh, jika ada maka hukumnya haram.
Menurut madzhab Hanbaliyyah hukumnya makruh jika ada unsur permainanannya. Menurut madzhab Malikiyyah hukumnya diperinci. Menurut madzhab Hanafiyyah hukumnya makruh. Dan ada sebagian ulama yang menghukumi haram.
Ar-Raqsh masih dalam persoalan ijtihadiyyah furu’iyyah di Antara ulama, maka tidak sepatutnya terjadi perseteruan keras dalam hal ini.
Oleh:
Di olah dari berbagai sumber dan oleh
Alif Hamzah Iyya Wassallamu'alaikum