Kajian Fiqih Wanita Kitab Risalatul Mahidh Tentang Hukumd Darah yang Terputus, Kewajiban Wanita Saat Mengeluarkan Darah Haid

Kajian Fiqih Wanita Kitab Risalatul Mahidh Tentang Hukumd Darah yang Terputus, Kewajiban Wanita Saat Mengeluarkan Darah Haid

Benangmerahdasi  -Kajian Fiqih Wanita

Kitab  : Risalatul Mahidh
Bagian: 04
Oleh: Lia Maziyyah

بسم الله الرحمن الرحيم

HUKUM DARAH YANG DIRAGUKAN APAKAH MENCAPAI 24 JAM ATAU BELUM

Menyikapi wanita yang ragu apakah darah yg ia keluarkan mencapai 24 jam atau belum? Dalam hal ini Imam Romli tidak sependapat dengan Imam Ibnu Hajar. Imam Romli menghukumi haidh karena menimbang asal, bahwa darah yang dikeluarkan oleh wanita adalah darah haidh dan pendapat ini pula yang disepakati oleh kebanyakan ulama, sebaliknya Imam Ibnu Hajar berpendat bahwa darah yang di keluarkan statusnya bukanlah darah haidh.

Referensi :

حاشية الشيخ سليمان الجمل ج ١ ص ٢٤٧ دار الفكر
واما إذا شكت في أنه يبلغ ذلك فهل يحكم عليه بأنه حيض لأنه الأصل فيما تراه أو لا فيه نظر والأقرب الأول لأنهم صر حوا بأنه يحكم على ما تراه المرأة أنه حيض إهى
إثمد العينين ص ١٤ طه فوترا
(مسئلة ) ما شك في بلوغه يوما وليلة من الدم ليس بحيض عند حج وحيض عند م ر قاله في العدد ولومفرقا في خمسة عشر يوما ولو بألوان إهى

JADWAL DARAH YANG TERPUTUS PUTUS

Perempuan yang baru pertama kali keluar darah atau sudah pernah haidh dan suci sebelumnya, disaat darahnya terhenti sebelum mencapai kadar 24 jam maka ia harus menjalankan rutinitas/aktifitas sebagaimana yang diwajibkan kepada orang yang suci, seperti sholat, puasa atau yang lain dan juga diperbolehkan melakukan hal-hal yang boleh dilakukan oleh orang yang suci seperti jimak (bagi yg bersuami), membaca qur’an dll.

Namun apabila saat mampet/darah berhenti darah sudah mencapai kadar 24 jam maka wajib bagi perempuan tersebut untuk mandi besar terlebih dahulu sebelum melakukan rutinitas-rutinitas tadi seperti sholat, puasa dll.

Kemudian jika darahnya keluar lagi, maka ia harus meninggalkan apa saja yang semestinya ditinggalkan oleh orang yang haidh.
Contoh :

Seorang perempuan dihari ke 3 haidhnya, jam 12.00 siang darahnya berhenti dan darah yang ia keluarkan sudah mencapai 24 jam, maka ia wajib untuk mandi dan melaksanakan sholat dzhuhur, serta kewajiban lain selama darahnya tidak keluar lagi. Dan apabila darahnya ternyata keluar lagi ia harus meninggalkan segala rutinitas yg memang diharamkan dilakukan oleh orang yang haidh.
Adapun mengenai sholat yg ia telah lakukan hukumnya tidak sah menurut qoul sahbi, dan tidak dihukumi berdosa meskipun mengerjakannya di waktu haidh.

Sedangkan hukumnya sah menurut qoul Laqti sebab naqo (masa berhentinya darah) hukumnya suci menurut qoul ini. Begitupun diberlakukan hukum yang sama ketika terjadi inqito’/mampet lagi di dalam 15 hr tersebut.
Sebaliknya jika darah belum mencapai minimal haidh, maka ia hanya berkewajiban wudhu tidak berkewajiban mandi seperti ketika akan melakukan sholat, membaca qur’an dll.

Adapun menurut pendapat yg lebih kuat bahwa di bulan selanjutnya jika ternyata mengalami inqito’/mampet yang sama seperti bulan sebelumnya maka secara dzohir dihukumi seperti bulan sebelumnya dengan demikian setelah inqito’ tidak perlu langsung mandi melainkan menunggu terlebih dahulu ditakutkan darah susulan keluar lagi seperti halnya di bulan sebelumnya.
Jelasnya seperti ini:

Baca Juga: Kajian kitab Risalatul Mahidh tanda-tanda baligh pada perempuan dan masanya haidnya


Di bulan muharram seorang perempuan mengeluarkan darah selama 3 hr kemudian di hari ke 4 nya inqito’/mampet kemudian keluar lagi di hari ke 5-7 kemudian mampet tidak keluar lagi sama sekali, maka kesemua darah tersebut begitu juga inqito’nya dihukumi haidh, dan wajib mandi setelah inqito’ di hari ke 7 nya.

Dan di bulan shafarnya ternyata mengalami seperti yang terjadi di bulan muharram, yaitu keluar darah 3 hr dan di hari ke 4 nya mengalami inqito’/mampet, maka dalam masalah ini menurut pendapat yg kuat secara dzohir dihukumi seperti bulan muharramnya (dalam artian ada kemungkinan darah keluar lagi setelah inqito’ di hari ke 4 pada bulan shafarnya) sehingga di bulan shafar ini setelah inqito’ di hari ke 4 tidak perlu langsung mandi, melainkan menunggu kemungkinan datangnya darah, setelah menunggu dan ternyata darah benar-benar tidak keluar lagi barulah si perempuan mandi besar.

Referensi:
أسنى المطالب ج ١ ص ١١٢:
(فَرْعٌ الْمُبْتَدَأَةُ وَغَيْرُهَا بَعْدَ) رُؤْيَةِ الدَّمِ قَدْرَ (يَوْمٍ وَلَيْلَة تَغْتَسِلُ) وُجُوبًا (لِكُلِّ انْقِطَاعٍ وَتَسْتَبِيحُ الصَّلَاةَ وَالْوَطْءَ وَنَحْوَهُمَا) مِمَّا يَمْتَنِعُ بِالْحَيْضِ لِأَنَّ الظَّاهِرَ عَدَمُ عَوْدِ الدَّمِ (فَإِذَا انْقَطَعَ) الدَّمُ (قَبْلَ خَمْسَةَ عَشَرَ) يَوْمًا (فَالْكُلُّ) أَيْ فَكُلٌّ مِنْ الدَّمِ وَالنَّقَاءِ الْمُحْتَوَشِ (حَيْضٌ فَلَا تُصَلِّي) وَلَا تَفْعَلُ شَيْئًا مِمَّا ذَكَرَ (فِي الشَّهْرِ الثَّانِي لِلِانْقِطَاعِ) لِأَنَّ الظَّاهِرَ أَنَّهَا فِيهِ كَالشَّهْرِ الْأَوَّلِ وَهَذَا مَا فِي الرَّوْضَةِ عَنْ تَصْحِيحِ الرَّافِعِيِّ لَكِنَّهُ تَعَقَّبَهُ بِأَنَّ الْأَصَحَّ أَنَّهَا فِيمَا عَدَا الشَّهْرَ الْأَوَّلَ كَهِيَ فِيهِ وَصَحَّحَهُ فِي التَّحْقِيقِ وَالْأَوَّلُ أَوْجَهُ
روضة الطالبين وععمدة المفتين ج ١ ص ١٦٥:

إذا انقطع دم المبتدأة، فعند انقطاعه وهو بالغ أقل الحيض، يلزمها على القولين الغسل والصلاة والصوم ولها الطواف والجماع.
وفي وجه: لا يحل الجماع إذا قلنا بالسحب. ثم إذا عاد الدم تركت الصوم والصلاة والجماع وغيرها، وبينا على قول السحب وقوع العبادات والجماع في الحيض. لكن لا تأثم وتقضي الصوم والطواف دون الصلاة.
وعلى قول التلفيق: ما مضى صحيح ولا قضاء.
وهكذا حكم الانقطاع الثاني، والثالث، وما بعدهما في الخمسة عشر.

PERHITUNGAN DARAH YANG KELUAR SAAT WANITA TIDUR

Jika seorang wanita tidur dalam keadaan suci dan bangun telah mengeluarkan darah, maka penghitungan keluarnya darah dimulai dari ia bangun, begitupun sebaliknya ketika seorang wanita tidur dalam keadaan haidh dan ketika terbangun dalam keadaan mampet/bersih maka mampet/inqito’ tersebut terhitung sejak mulai ia tidur karena alasan ihtiyath (kehati-hatian) yang hubungannya adalah dengan sholat.

Baca juaga: Kajian Kitab Risalatul Mahidh tentang nama-nama darah haidh dan sifatnya

Contoh: wanita mulai tidur jam 12 malam dalam keadaan suci kemudian bangun jam 05 pagi dan darah telah keluar maka keluarnya darah terhitung mulai jam 05 pagi bukan jam 12 malam, dan semisal masuk waktu subuh adalah pukul setengah 05 pagi maka ia wajib qodho sholat subuh setelah suci.

Begitupun sebaliknya seorang wanita tidur jam 12 malam dalam keadaan haidh kemudian bangun jam 05 pagi dalam keadaan darah sudah berhenti, maka berhentinya darah terhitung sejak ia tertidur yaitu pukul 12 malam bukan 05 pagi, karena terhitung darah berhenti sejak pukul 12 malamnya maka dari pukul 12 malam tersebut sampai akhir waktu isya ia sudah di anggap sebagai orang yg suci, sehingga perempuan tersebut wajib qodho sholat isya, dan karena isya bisa dijamak dengan maghrib maka maghribnya pun wajib di qodho juga.

Referensi :

دار المختار وحاشية ابن عابدين رد المختار ج ١ ص ٢٩١:
وَفِي الْفَيْضِ: لَوْ نَامَتْ طَاهِرَةً وَقَامَتْ حَائِضَةً حُكِمَ بِحَيْضِهَا مُنْذُ قَامَتْ وَبِعَكْسِهِ مُنْذُ نَامَتْ احْتِيَاطًا.
(قَوْلُهُ وَبِعَكْسِهِ) أَيْ عَكْسِ التَّصْوِيرِ الْمَذْكُورِ، بِأَنْ نَامَتْ حَائِضًا وَقَامَتْ طَاهِرَةً: أَيْ وَضَعَتْ الْكُرْسُفَ وَنَامَتْ فَلَمَّا أَصْبَحَتْ رَأَتْ عَلَيْهِ الطُّهْرَ لَا عَكْسُ الْحُكْمِ؛ لِأَنَّهُ بَيَّنَهُ بِقَوْلِهِ مُنْذُ نَامَتْ: أَيْ حُكِمَ بِحَيْضِهَا مِنْ حِينِ نَامَتْ فَافْهَمْ (قَوْلُهُ احْتِيَاطًا) أَيْ فِي الصُّورَتَيْنِ، فَتَقْضِي الْعِشَاءَ فِيهِمَا إنْ لَمْ تَكُنْ صَلَّتْهَا كَمَا فِي الْبَحْرِ؛ حَتَّى لَوْ نَامَتْ قَبْلَ انْقِضَاءِ الْوَقْتِ ثُمَّ انْتَبَهَتْ بَعْدَ خُرُوجِهِ حَائِضًا يَجِبُ عَلَيْهَا قَضَاءُ تِلْكَ الصَّلَاةِ؛ لِأَنَّا جَعَلْنَاهَا طَاهِرَةً فِي آخِرِ الْوَقْتِ حَيْثُ لَمْ نَحْكُمْ بِحَيْضِهَا إلَّا بَعْدَ خُرُوجِهِ، وَلَوْ نَامَتْ حَائِضًا وَانْتَبَهَتْ طَاهِرَةً بَعْدَ الْوَقْتِ يَجِبُ عَلَيْهَا قَضَاءُ تِلْكَ الصَّلَاةِ الَّتِي نَامَتْ عَنْهَا؛ لِأَنَّا جَعَلْنَاهَا طَاهِرَةً مِنْ حِينِ نَامَتْ، وَحَيْثُ حَكَمْنَا بِطَهَارَتِهَا فِي آخِرِ الْوَقْتِ وَجَبَ الْقَضَاءُ وَلِأَنَّ الدَّمَ حَادِثٌ وَالْأَصْلُ فِيهِ أَنْ يُضَافَ إلَى أَقْرَبِ أَوْقَاتِهِ فَتُجْعَلُ حَائِضًا مُنْذُ قَامَتْ؛ وَالِانْقِطَاعُ عَدَمٌ وَهُوَ الْأَصْلُ فَلَا يُحْكَمُ بِخِلَافِهِ إلَّا بِدَلِيلٍ وَلَمْ يُعْلَمْ دُرُورُ الدَّمِ فِي نَوْمِهَا فَجُعِلَتْ طَاهِرَةً مُنْذُ نَامَتْ، فَقَدْ ظَهَرَ أَنَّ الِاحْتِيَاطَ فِي الْوَجْهَيْنِ لَا فِي الْعَكْسِ فَقَطْ رَحْمَتِيٌّ فَافْهَمْ، نَعَمْ فِي قَوْلِ الشَّارِحِ وَبِعَكْسِهِ مُذْ نَامَتْ إيهَامٌ، وَالْمُرَادُ أَنَّهُ يُحْكَمُ بِأَنَّهَا كَانَتْ حَائِضًا حِينَ نَوْمِهَا وَطَهُرَتْ قَبْلَ خُرُوجِ الْوَقْتِ، وَلَوْ قَالَ حُكِمَ بِطُهْرِهَا مُذْ نَامَتْ وَكَذَا فِي عَكْسِهِ لَكَانَ أَوْضَحَ

APAKAH ORANG HAMIL MENGALAMI MENSTRUASI ?

Menurul qoul adzhar dari syafiiyah dan malikiyah, darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil dihukumi haidh jika memenuhi kriterianya seperti mencapai kadar 24 jam dan meski darah tersebut keluar di akhir kehamilannya, sedangkan umumnya wanita hamil itu tidak mengalami haidh.
Referensi
:
:الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي ج ١ ص ٦١٢
وهل تحيض الحامل؟ للفقهاء فيه رأيان
فذهب المالكية، والشافعية في الأظهر الجديد ( 3): إلى أن الحامل قد تحيض، وقد يعتريها الدم أحياناً ولو في آخر أيام الحمل، والغالب عدم نزول الدم بها، ودليلهم إطلاق الآية السابقة، والأخبار الدالة على أن الحيض من طبيعة المرأة، ولأنه دم صادف عادة، فكان حيضاً كغير الحامل.

Baca juga: Kajian kitab Risalatul mahidh definisi hadih, dasar hukum haidh, dan usia haidh

KEWAJIBAN WANITA DISAAT MENGELUARKAN DARAH DI USIA HAIDH

Jika wanita di usia dan waktu yang memungkinkan haidh mengeluarkan darah, maka ia harus menjalani apa yang semestinya di jalani wanita haidh, seperti meninggalkan sholat, keharaman bagi suami untuk menjatuhkan talaq, dan lain lain. Karena secara dhohir di saat darah keluar di hukumi haidh, namun jika darah tiba-tiba berhenti, sementara belum mencapai kadar 24 jam, maka darah yang keluar dihukumi darah fasad.

Sebaliknya jika berhentinya darah setelah mencapai 24 jam dan tidak melebihi 15 hari berarti semua darah adalah haidh meskipun keluarnya darah tidak seperti warna umumnya yaitu merah dalam artian darah yang keluar berwarna kuning atau keruh, dan meski masa keluarnya darah tidak seperti biasanya namun selama masih dalam lingkup 15 hari maka semuanya dihukumi haidh.

Referensi:

المهذب الجزء الأول ص ٣٩ طه فوترا
(فصل) إذا رأت المرأة الدم لسن يجوز أن تحيض فيه أمسكت عما تمسك عنه الحائض فإن انقطع لدون اليوم والليلة كان ذلك دم فساد فتتوضأ و تصلي وإن انقطع ليوم وليلة إو لخمسة غشر يوما أو لما بينهما فهو حيض فتغتسل عند انقطاعه سواء كان الدم على صفة دم الحيض أو على غير صفته وسواء كان لها عادة فخالف عادتها أو لم يكن .

والله أعلم بالصواب..................

Bersambung..

DASI Dagelan Santri Indonesia

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes