Pandangan Fiqih Tentang Penggusuran Oleh Pemerintah


BenangmerahDasi - Fiqih umum [tentang penggusuran oleh pemerintah]

Fiqih umum
No : 00207
Hallo Benangmerah
WA:081384451265

DESKRIPSI

PEMBANGUNAN biasanya menimbulkan efek pada masyarakat. Di antaranya yang cukup serius dan merugikan kepentingan rakyat adalah penggusuran tanah untuk kepentingan pembangunan. Dalih penggusuran tersebut biasanya untuk kepentingan umum. Tetapi, tak jarang diktum kepentingan umum itu adalah selubung saja untuk menutupi kepentingan beberapa oknum tertentu. Hal ini diperparah lagi oleh kenyataan bahwa ganti rugi penggusuran biasanya tidak sesuai dengan yang dikehendaki rakyat.

PERTANYAAN
1, Bagaimana hukum menggusur tanah rakyat untuk kepentingan umum?
2. Bagaimana cara terbaik untuk menentukan ganti rugi penggusuran menurut Fiqh?

JAWABAN
1. Hukum penggusuran tanah oleh pemerintah demi kepentingan umum (al- maslahah al-ammah) boleh, dengan syarat betul-betul pemanfaatannya oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang dibenarkan oleh Syara’ dan dengan ganti rugi yang memadai.

2. Cara yang terbaik dalam menentukan ganti rugi penggusuran tanah menurut Fiqh ditempuh melalui musyawarah atas dasar keadilan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan
 Keterangan dari kitab:Al-Ahkam al-Shulthaniya

hفَلَمَّا اُسْتُخْلِفَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَكَثُرَ النَّاسُ وَسَّعَ الْمَسْجِدَ وَاشْتَرَى دُوْرًا هَدَمَهَا وَزَادَهَا فِيْهِ وَهَدَمَ عَلَى قَوْمٍ مِنْ جِيْرَانِ الْمَسْجِدِ أَبَوْا أَنْ يَبِيْعُوْا وَوَضَعَ لَهُمْ اْلأَثْمَانَ حَتَّى أَخَذُوْهَا بَعْدَ ذَلِكَ وَاتَّخَذَ لِلْمَسْجِدِ جِدَارًا قَصِيْرًا دُوْنَ الْقَامَِة وَكَانَتْ الْمَصَابِيْحُ تُوْضَعُ عَلَيْهِ. وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَوَّلَ مَنْ يَتَّخِذُ جِدَارًا لِلْمَسْجِدِ. فَلَمَّا اسْتُخْلِفَ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ابْتَاعَ مَنَازِلَ فَوَسَّعَ بِهَا الْمَسْجِدَ وَاَخَذَ مَنَازِلَ أَقْوَامٍ وَوَضَعَ لَهُمْ أَثْمَانَهَا فَضَجُّوْا مِنْهُ عِنْدَ الْبَيْتِ فَقَالَ: إِنَّمَا جَرَأَكُمْ عَلَيَّ حِلْمِيْ عَنْكُمْ فَقَدْ فَعَلَ بِكُمْ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَذَا فَأَقْرَرْتُمْ وَرَضِيْتُمْ ثُمَّ أَمَرَ بِهِمْ إِلَى الْحَبْسِ حَتَّى كَلَّمَهُ فِيْهِمْ عَبْدُ اللهِ بْنُ خَالِدٍ بْنِ أَسَدٍ فَخَلَّى سَبِيْلَهُمْ. وَبَنَى للْمَسْجِدِ الأَرْوِقَةَ حِيْنَ وَسَّعَهُ فَكَانَ عُثْمَانُ أَوَّلُ مَنْ اتَّخَذَ للْمَسْجِدِ الأَرْوِقَةَ.“

Ketika Umar r.a diangkat sebagai Khalifah, dan penduduk semakin banyak, maka ia memperluas Masjid al-Haram dengan membeli sejumlah rumah dan meratakannya. Kemudian ia memperluas masjid itu di atasnya.
Baca juga: Tentang menggugat PERDA syari'at
Demikian juga, ia menggusur bangunan di sekitar masjid milik penduduk yang enggan menjualnya. Dan Umar r.a menentukan harga untuk mereka, sehingga mereka mau menerimanya setelah itu. Lalu ia membangun dinding masjid dengan ketinggian kurang dari setinggi manusia, dan juga memasang lampu yang diletakkan di atasnya. Karenanya, Umar r.a. adalah orang yang pertama kali membuat dinding masjid.Ketika Utsman r.a. diangkat sebagai Khalifah, ia kemudian membeli rumah-rumah dan dipergunakan untuk memperluas masjid dan mengambil rumah-rumah penduduk serta menetapkan harganya. Sehingga mereka kumpul ribut-ribut di sekitar Masjid al-Haram.Utsman r.a. kemudian berkata: Sesungguhnya kemurahankulah yang membuatku berani padamu, sesungguhnya hal ini sudah pernah dilakukan oleh Umar r.a. padamu, dan kamu menyetujui dan menerimanya. Kemudian Utsman r.a memerintahkan untuk memenjarakan mereka (yang mengabaikan), sehingga Abdullah bin Khalid bin Asad membicarakan hal itu kepada Utsman, dan akhirnya Utsman melepaskan mereka. Dan kemudian tatkala Utsman memperluas masjid itu membangun serambinya. Karenanya, ia dikenal sebagai orang pertama yang membangun serambi masjid.

”Qurrah al-‘Ain

:إِذَا ضَاقَ الْمَسْجِدُ بِأَهْلِهِ وَاحْتَاجَ إِلَى تَوْسِعَتِهِ وَبِجَانِبِهِ عَقَارٌ وُقِفَ أَوْ مُلِكَ فِإِنَّهُ يَجُوْزُ بَيْعُ الْحَبْسِ لِتَوْسِعَةِ الْمَسْجِدِ وَإِنْ أَبَى صَاحِبُ الْحَبْسِ أَوِ الْمِلْكِ مِنْ بَيْعِ ذَلِكَ فَالْمَشْهُوْرُ الْجَبْرُ عَلَى الْبَيْعِ وَيَشْتَرِي بِثَمَنِ الْحَبْسِ حَبْسًا كَاْلأَوَّلِ وَمِثْلُ تَوْسِعَةِ الْمَسْجِدِ تَوْسِعَةُ طَرِيْقِ الْمُسْلِمِيْنَ وَمَقْبَرَتِهِمْ.إِلاَّ أَنَّ فِيْ بَعْضِ الشُّرَّاحِ التَّنْصِيْصُ بِأَنَّهُ لاَ يُهْدَمُ الْمَسْجِدُ لِتَوْسِيْعِ الطَّرِيْقِ بِخِلاَفِ الدَّفْنِ فِيْهِ لِضَيْقِ الْمَقْبَرَةِ ِلأَنَّ الْمَسْجِدَ بَاقٍ بِحَالِهِ.“

Jika masjid sudah sempit dan tidak dapat menampung lagi serta membutuhkan perluasan, sedangkan disampingnya terdapat ‘aqar (harta tidak bergerak), yang diwakafkan atau sebagai hak milik, maka boleh menjual tanah wakaf itu karena untuk perluasan masjid, walaupun pemilik wakaf atau pemiliknya menentang untuk menjualnya. Menurut pendapat yang masyhur, diperbolehkan memaksa untuk menjualnya dan kemudian membelinya sesuai dengan harga dari wakaf tersebut.

Demikian juga sama dengan perluasan masjid adalah pelebaran jalan umum (orang Islam) dan kuburan bagi kaum muslimin.Hanya saja dalam sebagain syarah dijelaskan, bahwasannya masjid tidak boleh digusur karena untuk pelebaran jalan, berbeda untuk menguburkan jenazah (di tanah wakaf masjid) oleh sebab sempitnya lahan kuburan, karena masjid akan tetap seperti semula.

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © benangmerahdasi.com. Designed by OddThemes & VineThemes