BenangmerahDasi - Fiqih bab taharah (pakaian yang terkena darah haidh, sudah dicuci namun masih meninggalkan noda)
Hallo Benangmerah
WA:081384451265
PERTANYAAN:
PAKAIAN YANG TERKENA DARAH HAID, SUDAH DI CUCI NAMUN MASIH MENINGGALKAN NODA...
APAKAH DI HUKUMI NAJIS..?
JAWABAN:
DARAH HAID HUKUMNYA NAJIS, KARENA ITU HARUS DI CUCI.
Jika sudah di cuci, bahkan di kucek , namun masih ada bekasnya, tidak masalah di gunankan untuk shalat atau ibadah lainya yang mempersyaratkan harus suci dari najis.
Kesimpulan ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, bahwa seseorang sahabat wanita yang bernama Khoulah bintu Yasar datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya.
'' Wahai Rasullullah, saya hanya memiliki satu baju, dan ketika haid, saya mengenakan baju ini.''
Rasullullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyarankan.
فإذا طهرت فاغسلي موضع الدم ثم صلي فيه
''Jika kamu telah suci, cucilah bekas yang terkena darah, kemudian gunakan baju itu untuk shalat.'''
Khoulah bertanya lagi; ''Ya Rasullullah, Bagaimana jika bekasnya tidak hilang..?''
Jawab Nabi Sallallahu 'alaihi wa sallam,
يكفيك الماء ولا يضرك أثره
''Cukup kamu cuci dengan air, dan tidak usah pedulikan bekasnya.'' (HR. Abu Daud dan Baihaqi)
Hukim ini sejalan dengan kaidah umum dalam fiqih.
المشقة تجلب التيسير
''Kesulitan membawa kemudahan''
Cara penyucian najis 'ainiyah ( najis yang dapat di lihat oleh mata). dalam hal ini berupa darah haidh yang menempel pada pakaian, adalah dengan menghilangkannya beserta semua sifat-sifatnya, yaitu warna, rasa, dan baunya dengan menggunakan air dan dengan bantuan sukat.
Adapun jika dibersihkan dengan air, sikat dan sabun sifat-sifatnya masih ada, maka di perinci sebagai berikut:
Apabila yang tersisa tingal warna saja atau baunya saja maka pakaian tersebut di hukumi suci, artinya sudah bisa di gunakan untuk mengerjakan ibadah.
Apabila yang tersisa adalah warna dan baunya sekaligus, atau tinggal rasanya saja, maka wajib di siram terus dengan air dan di bantu dengan sabun cuci semisal, karena keberasaan sifat tersebut adalah pentunjuk kuat bahwa najisnya belum hilang. Jika langkah ini sudah di kerjakan namun sifat tersebut tidak dapat di hilangkan kecuali dengan cara memotong bagian pakaian yang terkena najis, maka pakaian tersebut di hukumi suci dan najisnya dima'fu (diampuni). Jadi pakaiannya boleh di gunakan untuk sholat. Namaun, jika nanti sifat-sifat najis tersebut sudah bisa di hilangkan tetap wajib di hilangkan.
''Dalam satu hadits di ceritakan;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ خَوْلَةَ بِنْتَ يَسَارٍ أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي إِلَّا ثَوْبٌ وَاحِدٌ وَأَنَا أَحِيضُ فِيهِ فَكَيْفَ أَصْنَعُ؟ قَالَ: إِذَا طَهُرْتِ فَاغْسِلِيهِ، ثُمَّ صَلِّي فِيهِ». فَقَالَتْ: فَإِنْ لَمْ يَخْرُجِ الدَّمُ؟ قَالَ: يَكْفِيكِ غَسْلُ الدَّمِ وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُه
''Dari Abu Hurairah Rodhiyallahu'anhu bahwa Khaulah binti Yasar mendatangi Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, 'Ya Rosullullah, aku hanya mempunyai satu potong pakaian, dan (sekarang) saya sedang haidh dengan menggunakan pakaian tersebut, 'Maka Rasullullah menjawab, 'Apabila kamu telah suci, maka cucilah bagian yang terkena haidhmu , kemudian shalatlah kamu dengan pakaian tersebut .'Ia bertanya , Ya Rasullullah , kalau bekasnya tidak bisa hilang..? Rasullullah menjawab, 'Cukuplah air bagimu( dengan mencucinya ) dan bekasnya tidak membahayakan (sholat) mu.''
(Sunan Abu Dawud, no 365, Musnad Ahmad, no
Post a Comment